Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dino Umahuk

Dino umahuk adalah sastrawan Indonesia kelahiran Maluku. Selain menulis puisi, ia juga menulis kolom dan menyutradarai film dokumenter. Ia kini mengajar di Universitas Muhammadiyah Maluku Utara.

Mengadu Nasib di Serambi Tetangga

Kompas.com - 28/08/2017, 06:07 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorHeru Margianto

 

Sesekali, terutama menjelang hari raya, banyak pedagang Indonesia yang pergi ke Kota Bau untuk berbelanja, baik Jumat atau Sabtu malam.

Penduduk Serikin yang umumnya memiliki mobil menawarkan jasa pengangkutan ke Bau. Walau bukan kota besar, Bau memiliki fasilitas cukup lengkap termasuk food court yang di antaranya mempekerjakan orang Indonesia.

Pedagang Indonesia umumnya membeli gula, minyak goreng, minuman ringan, dan berbagai kue kering buatan Malaysia dalam jumlah yang cukup banyak untuk keperluan hari raya.

Sedangkan pada hari-hari biasa, pedagang cukup membeli produk-produk tersebut di toko-toko warga Malaysia yang ada di Serikin.

Malam gelap

Setiap orang yang keluar masuk Serikin dari arah Malaysia, termasuk mereka yang hendak ke Bau dari Serikin, harus melewati pos imigrasi, sekitar lima kilometer dari Pasar Serikin.

Pengecekan secara acak kendaraan (hampir semuanya kendaraan Malaysia) dilakukan oleh pihak imigrasi ketika pergi dan pulang dari Serikin.

Pulang dari Serikin yang akan dicek terutama adalah apakah ada barang terlarang di dalam mobil seperti rokok, telur penyu dan batik sarung cap Ayu dan Doa Ibu yang katanya adalah batik mutu tinggi.

Menurut peraturan, barang yang masuk melalui Pos Lintas batas (PLB) Serikin adalah tidak resmi. Barang itu hanya boleh diperdagangkan oleh penduduk yang tinggal di kecamatan perbatasan.

Suasana pasar Serikin pada malam hari agak gelap. Cahaya penerang jalan lebih banyak datang dari lampu warung makan yang buka dan rumah-rumah penduduk. Lampu penerang jalan di sana tidak banyak. Jarak antarlampu jalan berjauhan.

Malam sudah larut. Suasana Serikin gelap gulita. Lampu-lampu warung telah padam. Hentakan suara musik kini berganti sepi. Pedagang sudah tertidur lelap untuk menyongsong esok hari yang penuh harapan.

Barangkali sebelum tidur tadi, mereka menyempatkan diri untuk berdoa semoga industri pariwisata Malaysia terus maju dan berkembang. Sebab, dari sanalah rejeki mereka mengalir dan nafas hidup meraka tersambung.

Nasib warga perbatasan memang sangat tergantung pada geliat ekonomi di pasar Serikin ini. Ketika negara tidak mampu menjamin kesejahteraan warga negaranya, maka mereka terpaksa berjuang di negeri orang.

Ibarat pepatah “tak ada rotan akar pun jadi” apa boleh buat, tak bisa makan di negeri sendiri, ke serambi tetangga pun rejeki boleh dicari.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com