GUMPALAN awan bak kapas putih dan langit biru menemani perjalanan saya, reporter Kompas.com Xena Olivia, menuju Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Jagoi Babang di Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat, Senin (11/12/2023) sore.
Pepohonan hijau yang tumbuh subur nan rindang membentang di sepanjang jalan menuju tapal batas RI di Pulau Kalimantan ini.
Saya girang bukan kepalang. Rasanya menyenangkan menikmati keindahan alam yang jarang saya temui saat bekerja sehari-hari di bawah langit Jakarta, yang lebih sering kelabu akibat polusi.
Panorama indah ini mengobati rasa lelah saya usai menempuh dua jam perjalanan udara dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta ke Bandara Internasional Supadio Pontianak, bersama tim Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) RI.
Baca juga: Tinjau PLBN Jagoi Babang, Mendagri Tito: Ini Salah Satu yang Paling Siap Diresmikan
Tak saya duga, jalan menuju PLBN Jagoi Babang begitu mulus, mirip dengan aspal jalan protokol di Jakarta.
Bedanya, jalan menuju PLBN Jagoi Babang berkelok-kelok dan relatif sempit. Lebarnya hanya sekitar enam meter untuk kedua arah.
Seketika, saya teringat sensasi naik roller coaster. Beruntung, perut yang baru diisi masakan padang selepas tiba di Pontianak, tak ikut bergejolak.
Setelah kami melewati jalan berkelok, langit biru berganti menampakkan semburat jingga.
Matahari mulai tenggelam, saat mobil yang kami tumpangi memasuki kawasan hutan di Kabupaten Landak, Kalimantan Barat. Arloji di tangan menunjukkan waktu pukul 18.00 WIB.
Baca juga: Mendagri Tito Karnavian Tiba di PLBN Jagoi Babang, Disambut Tradisi Dayak Bidayuh
Mobil yang membawa kami terus melaju menembus hutan.
Dani (31), sang sopir, hanya mengandalkan lampu mobil saat mengemudikan Hiace itu. Sebab, pencahayaan di kiri-kanan jalan begitu minim, bahkan nyaris nihil.
Saya pun ngeri-ngeri sedap memandang ke luar jendela mobil. Tak banyak yang bisa dilihat selain pohon-pohon tinggi menjulang dan tumbuhan liar.
“Pak, enggak takut nyetir (dengan kondisi) sepi gelap begini?” tanya saya, membuka perbincangan.
Dani tersenyum sebelum menjawab. “Enggak masalah. Saya pernah paling malam nyetir di sini pukul 00.00 WIB. Justru bagus kalau menyetir semakin malam,” kata Dani, menggelengkan kepala.