Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dino Umahuk

Dino umahuk adalah sastrawan Indonesia kelahiran Maluku. Selain menulis puisi, ia juga menulis kolom dan menyutradarai film dokumenter. Ia kini mengajar di Universitas Muhammadiyah Maluku Utara.

Ke Bukit Jamur “Melihat Negeri di Atas Awan”

Kompas.com - 16/08/2017, 17:41 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorHeru Margianto

Menurut David (23tahun), pemuda asal Bengkayang yang menemani perjalanan saya, disebut jembatan cinta karena pada sore hari banyak muda-mudi berkumpul di jembatan yang menggantung di atas Sungai Sebalo ini untuk mencari pasangan hidup.

Sungai Sebalo adalah sebuah sungai dengan kandungan emas yang tinggi. Di sungai itu warga setempat mendulang emas secara tradisional.

Di tengah perjalanan, pengunjung dapat melihat kolam bekas penambangan emas yang dilakukan oleh masyarakat setempat. Mereka terbiasa menyebutnya dengan julukan Dompeng.

Jamur dan jemur

Perjalanan menuju Bukit Jamur adalah perjalanan ke arah “negeri di atas awan” dengan potensi wisata yang besar.

Dari puncak bukit, pengunjung dapat menyaksikan puncak bukit-bukit yang bertebaran nun di seberang lembah, permukiman penduduk, sawah dan ladang yang menghampar bak permadani. Pengunjung juga dapat melihat seluruh pemandangan Kota Bengkayang.

Selain menikmati indahnya matahari terbit, hamparan awan dan keindahan yang mempesona di pagi hari, pengunjung juga dapat merasakan keagungan alam di waktu malam.

Hamparan bintang di langit, kelap-kelip lampu kota Bengkayang, suara-suara binatang malam, dan dinginnya sepoi angin. Pengunjung juga dapat merasakan kesunyian saat berada di sini jauh dari kota yang penuh dengan lalu lalang kendaraan.

Percayalah, perjalanan yang cukup melelahkan ke puncak akan terbayar dengan pemandangan indah dan mempesona yang membentang sepanjang mata memandang.

Tentang asal-muasal mengapa bukit ini bernama jamur sebetulnya tidak ada kaitannya sama sekali dengan jamur. Sebab selain tidak ada jamur dalam jumlah banyak yang dapat diwakilkan sebagai sebuah nama, bukit ini juga tidak memiliki bentuk yang mirip dengan jamur. Bahkan sepanjang jalur pendakian, jamur pun susah ditemui.

Namun demikian, dari cerita warga yang kami temui di perjalanan, terungkaplah sebab-musabab mengapa kawasan ini disebut bukit jamur yang dalam bahasa setempat berarti jemur.

Jadi, bukan jamur dalam arti tumbuhan, melainkan disebut jamur karena pada jaman dulu masyarakat setempat menjadikan kawasan ini sebagai tempat menjemur padi hasil panen.

Bukit Jamur mulai ramai beberapa tahun terakhir. Bahkan sempat menjadi perbincangan hangat di media-media sosial. Setiap akhir pekan atau hari libur, ada saja pendaki yang berkemah, terutama para muda-mudi. Kebanyakan dari mereka tiba sore hari.

Ada yang berkelompok, ada yang datang berpasang-pasangan, dengan bekal tenda dan makanan siap saji secukupnya. Ada pula yang membawa gitar dan alat pemutar musik.

Malam harinya para pengunjung akan membuat api unggun sebagai penghangat badan sekaligus penerang dan berkumpul bersama rekan-rekan lainnya sambil bercerita dan bercanda.

Mereka seakan merasakan sensasi indahnya persahabatan dan memadu kisah-kasih di atas awan. Sungguh, Bukit Jamur adalah sebuah pesona keindahan tiada tara.

Namun sangat disayangkan keindahan Bukit Jamur kini mulai tergerus. Banyak pengunjung meninggalkan tumpukan sampah beserakan di sepanjang jalan yang dilewati. Hal sama pun terdapat di puncak bukit yang tak seberapa luas itu.

Tiada keindahan yang abadi bila tidak dijaga dan dirawat dengan cinta. Maka sudah saatnya pemerintah menaruh perhatian serius terhadap keberadaan obyek wisata Bukit Jamur, agar potensinya dapat dimanfaatkan secara lestari dan berkelanjutan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com