Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jangan Berkhianat dengan Minum Kopi Arabika Dolok Sanggul Pakai Gula

Kompas.com - 31/07/2017, 15:00 WIB
Kontributor Medan, Mei Leandha

Penulis

MEDAN, KOMPAS.com - Sumatera Utara adalah salah satu provinsi penghasil kopi terbaik di Indonesia. Hampir di seluruh wilayahnya merupakan sentra penghasil kopi, .

Tujuh kabupaten yang berada di seputaran Danau Toba, mulai dari Kabupaten Karo, Dairi, Mandailing Natal, Sipirok, Tapanuli Utara, Samosir hingga Simalungun, adalah ladang-ladang kopi yang biji-bijinya sudah menjejak tanah Eropa.

Siapa yang tak kenal Kopi Mandailing, Lintong Nihuta, Sipirok dan Silima Kuta?

Satu di antara berbagai varian kopi dari Sumatera Utara, adalah kopi arabika Dolok Sanggul. Sesuai namanya, kopi ini berasal dari Kecamatan Dolok Sanggul, ibu kota Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatera Utara.

Kabupaten Humbang Hasundutan sudah lama menjadi sentra produsen kopi di Indonesia, bahkan sebelum mekar dari kabupaten induk Tapanuli Utara.

Jenis tanaman arabika mulai dikembangkan sejak 1970-an dan terus berkembang hingga saat ini.

"Perkebunan kopi bertebaran di punggung-punggung bukit, Dolok Sanggul berada di ketinggian 900 sampai 1.400 mdpl. Tanahnya gembur hitam dan sebahagian berpasir," kata Jimmy Panjaitan (41), orang pertama yang memperkenalkan kopi Dolok Sanggul di Kota Medan, saat ditemui beberapa waktu lalu.

Petani perempuan kopi arabika dari Dolok Sanggul, Sumatera Utara.KOMPAS.com/Mei Leandha Petani perempuan kopi arabika dari Dolok Sanggul, Sumatera Utara.
Pada sekitar tahun 2012, menurut Jimmy, kopi dolok sanggul baru dikenal publik. Sebelumnya, orang hanya mengenal kopi Lintong, kopi asal kecamatan tetangga.

"Baru lima tahun belakangan ini masyarakat, khususnya pecinta kopi di Indonesia dan luar negeri mulai familiar dengan kopi Dolok Sanggul," katanya lagi.

Menurut Jimmy, karakter khas kopi ini adalah ukuran biji hijau (greenbean) yang terbilang mungil, berwarna hijau kebiru-biruan dengan aromanya khas dan nyengat.

Saat diseduh, aromanya kuat. Rasa asam buah memikat, terdapat semacam rasa coklat atau gula merah, pahitnya segar dan lekat di langit-langit mulut.

"Karakter kopi yang kuat atau cenderung keras ini, kalau diminum rasanya cukup lama tertinggal di mulut, membuat nagih. Ini yang disukai banyak orang," ujar pemilik merek Kopi Tao ini.

(Baca juga: Menikmati Legenda Kopi Pinogu dari Era VOC)

Karena karakter yang khas dan kuat membuat semua metode penyajian cocok. Kopi Dolok Sanggul juga pas digunakan sebagai bahan dasar untuk kopi blended (campuran).

"Tapi metode penyajian dengan tubruk memiliki sensasi tersendiri, aroma kopinya menusuk hidung dan penampakan crema kopi yang menggairahkan," ucap pria yang juga seorang roaster kopi ini.

Soal filosopi kopi di tengah masyarakat setempat, Jimmy mengatakan, masyarakat Dolok Sanggul menjadikan kopi sebagai minuman sehari-hari dan untuk menjamu para tamu.

"Tidak ada filosofi khusus di sini. Justru sebaliknya, ada sugesti yang salah dan berkembang bahwa kopi arabika atau kopi Ateng kalau orang Dolok Sanggul menamainya adalah bahan mesiu atau bahan cat. Makanya jarang ditemui petani kopi yang mengolah hasil panennya untuk komsumsi pribadi," ungkapnya.

Sugesti yang salah itu menginspirasi Jimmy untuk membuktikan bahwa kopi dari Dolok Sanggul disukai banyak orang dan derajatnya sama dengan kopi-kopi lain yang sudah terkenal.

Langkah pertama yang dilakukannya adalah menemui para petani kopi di Desa Matiti I dan II. Setelah berdiskusi panjang lebar, akhirnya diputuskan untuk membuat Sekolah Lapang Kopi yang akan mengajari petani budidaya kopi yang baik dan benar, mulai dari tanam, pupuk, petik, panen dan pasca-panen.

"Selama ini petani masih mempertahankan budidaya kopi tradisi turun temurun dan menggunakan pupuk kimia. Kami ajari budidaya kopi yang alami tapi bisa meningkatkan produksi buah dan menambah penghasilan petani," ucap Jimmy.

Sekolah itu berlangsung selama setahun. Setelah hasilnya tampak dan petani bisa mandiri, sekolah ditutup. Tinggal mengurusi pasca-panen.

Agar para petani terhindar dari ketergantungan dengan tengkulak, maka mereka membentuk koperasi yang menampung hasil panen dan menghargainya lebih tinggi dari harga pasar. Petani juga bisa menabung atau meminjam uang dan membayarnya dengan kopi.

"Selesai urusan di kampung, saya bawa kopi ini ke Medan. Mengenalkannya kepada orang-orang, cuma saya yang melakukannya, sampai-sampai saya dijuluki Jimmy Dosa, singkatan dari Dolok Sanggul. Lama-lama mulai banyak yang kenal dan suka. Kemudian beberapa coffeeshop mulai ambil kopi kami," ungkapnya sambil mereguk secangkir kopi yang baru saja dibuatnya.

Kopi Tao, salah satu merek kopi arabika Dolok Sanggul dari Kecamatan Dolok Sanggul, ibu kota Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatera Utara. KOMPAS.com/Mei Leandha Kopi Tao, salah satu merek kopi arabika Dolok Sanggul dari Kecamatan Dolok Sanggul, ibu kota Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatera Utara.
Setelah banyak peminatnya, ayah satu anak ini lalu membuat merek kopinya dengan Kopi Tao. Semua masih dikerjakan secara manual dan konvensional, namun para petani sudah sadar kalau kopi mereka diterima masyarakat, dihargai dan mampu bersaing.

Sesekali Jimmy membawa bubuk kopi yang sudah di-roasting untuk dinikmati bersama di kampung supaya petani tahu rasa kopi yang mereka panen dan menikmati kopi terbaik.

"Waktu pertama kali menikmati kopi mereka, semua petani bilang enak. Padahal kopi yang mereka minum itu grade tiga, bagaimana lagi kalau grade satu? Selama ini mereka bertahan dengan kopi busuk yang murah akibat sugesti kampungan itu," pria berkumis itu tertawa.

Kopi Tao dijual dalam bentuk green bean maupun roasted bean atau powder. Sebagian keuntungan hasil penjualan kopi dikembalikan ke petani agar mereka semakin meningkatkan dan menjaga kualitas kopinya.

Meski masih berjalan manual dan konvensional, penjualan kopi ini perlahan naik. Namun demikian, Kopi Tao memiliki blog, situs web, Facebook dan Instagram.

Dia menuturkan, membeli Kopi Tao berarti mendukung petani kopi untuk terus mempertahankan kebunnya dan mencintai produk dalam negeri yang berkualitas. Satu lagi, jadilah konsumen pintar. Jangan bangga dengan produk yang dibungkus kemasan.

"Tagline kopi kami, 'minum kopi sebelum mati'. Agak ekstrem tapi gampang diingat, maksud mati di sini adalah mati ide, mati rasa, mati suasana, maka minum kopilah. Pahitnya semoga membawa kebahagian untuk para petaninya. Satu lagi, jangan jadi pengkhianat dengan meminum kopi ini pakai gula," tutur dia.

 

Kopi arabika Dolok Sanggul berasal dari Kecamatan Dolok Sanggul, ibu kota Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatera Utara. KOMPAS.com/Mei Leandha Kopi arabika Dolok Sanggul berasal dari Kecamatan Dolok Sanggul, ibu kota Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatera Utara.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com