Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Rumah Belajar Bibinoi, Pernah Diusir Kepala Desa hingga Berhasil Cetak Sarjana

Kompas.com - 09/05/2017, 07:00 WIB
Kiki Andi Pati

Penulis

KENDARI, KOMPAS.com - Suara musik angklung sayup-sayup terdengar siang itu dari atas rumah panggung di Desa Bibinoi, Kecamatan Bacan Timur Tengah, Kabupaten Halmahera Selatan (Halsel), Provinsi Maluku Utara.

Musik tradisional asal Jawa Barat itu dimainkan oleh anak-anak perempuan yang tergabung dalam Rumah Belajar Bibinoi (Rubi). Permainan musik yang terbuat dari bambu itu dipandu oleh seorang pemuda desa bernama lengkap Nasyarudin Kamarullah (28), orang-orang di Desa Bibinoi lebih mengenalnya dengan nama panggilan Syamil.

Dengan penuh kesabaran, Syamil mengajarkan nada demi nada permainan angklung tersebut kepada anak-anak di Rumah Belajar Bibinoi. 

Anak-anak yang lain terlihat gemulai menari tari dendang asal Pulau Bacan. Tarian ini biasa dipersembahkan untuk tamu Kesultanan Bacan. Mereka menari sendiri tanpa diajarkan. 

(Baca juga: Kisah Perahu Pustaka Jelajahi Pesisir Sulawesi agar Anak-anak Bisa Membaca)

Permainan musik angklung itu dipelajari Syamil saat belajar di Saung Udjo Bandung. Dia pun memboyong satu perangkat musik angklung ke desanya.

Bermain angklung dan menari dilakukan anak-anak Bibinoi di teras Rumah Belajar Bibinoi. Di dalam perpustakaan, beberapa anak lain mulai mendongeng di hadapan rekan-rekannya yang lain sembari dipandu pendiri Rumah Belajar Bibinoi, Syamil.

Kemudian, anak-anak perempuan berebutan buku sumbangan dari Kompas Gramedia Jakarta. Mereka mulai membaca buku di beranda rumah panggung tersebut, dan sebagian lagi memilih menyudut dalam ruangan perpustakaan Rumah Belajar Bibinoi.

Menurut Syamil, kegiatan anak-anak Rubi itu tetap berjalan meski dirinya tidak berada di Desa Bibinoi. Mereka belajar, menari dan mendongeng biasanya dibimbing anak- anak perempuan yang telah menginjak bangku SMA.

"Hari ini memang tidak keliatan anak-anak laki-laki kan hari libur, jadi mereka membantu orangtuanya di kebun. Kalau tidak libur mereka pasti datang selepas pulang sekolah dan beres-beres di rumahnya," ungkap pria yang pernah kuliah di Universitas Muhammadiyah Prof. Dr Hamka Jakarta.

Anak-anak di Rubi tidak melulu membaca buku. Dia memperkenalkan minat bakat anak Rubi dengan menari, bermain musik dan mendongeng.

"Kalau hanya membaca buku anak-anak bisa bosan, nah kami rancanglah bagaimana anak-anak bisa berekspresi sendiri dan tuangkan bakat mereka dan bisa tau bagaimana potensi diri dikembangkan," imbuhnya.

Begitu juga dengan penataan buku di rak-rak perpustakaan Rubi. Mereka mendapat keterampilan menyusun buku dari pendiri Rumah Belajar Bibinoi, Syamil, seperti yang dituturkan Zahra Said (15), siswa SMA kelas 2 SMAN 15 Bibinoi.

"Saya yang pegang kunci pintu Rubi, bersihkan dan susun buku-buku dibantu adik-adik yang lain juga," katanya.

KOMPAS.com/Kiki Andi Pati Syamil saat membimbing anak-anak Rumah Belajar Bibinoi belajar mendongeng di Desa Bibinoi, Kecamatan Bacan Timur Tengah, Kabupaten Halmahera Selatan (Halsel), Provinsi Maluku Utara.

Zahra mengaku, sejak kelas V SD ia sering belajar di Rubi, mulai dari belajar menari, mendongeng hingga membaca buku.

Kebanyakan anak-anak Rubi suka membaca buku cerita rakyat dan buku-buku bergambar, termasuk buku komputer dan ilmu pengetahuan lainnya.

"Usia adik-adik yang sering datang ke sini sekitar 10 dan 11 tahun. Rubi buka mulai pukul 14.00 siang dan tutup sekitar pukul 17.30 sore," ujarnya.

Pernah "diusir"

Syamil mengagas ide pembentukan Rumah Belajar Bibinoi tahun 2009 hampir bersamaan dengan pendirian organisasi remaja desa yang ia beri nama Ikatan Remaja Bibinoi (IRBI).

Inisiatif terbentuknya Rumah Belajar Bibinoi itu atas kegelisahan Syamil melihat kondisi realitas di desanya, banyak kasus anak putus sekolah dan pergaulan anak-anak di desa yang tidak terkontrol.

Saat itu, ia masih kuliah di Fakultas Farmasi Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar.

"Pada semester akhir kuliah saya pulang ke Desa dan melihat perkembangan anak-anak sangat kritis. Seperti kurangnya akses akan pendidikan terutama akan buku juga tehnologi sangat minim," ungkapnya.

Kemudian, Syamil mendekati beberapa siswa dan anak-anak muda desa untuk memfasilitasi mereka terutama pembelajaran di sekolah. Apa saja yang kurang di sekolah, lalu ia mencoba merangsang mereka untuk mau belajar di rumah atau privat.

"Saya tawari mereka mata pelajaran matematika, fisika dan yang lainnya. Saya berfungsi sebagai mediator dan anak-anak semakin banyak datang ke rumah," tuturnya.

Karena teras rumahnya sempit, akhirnya Syamil meminjam ruangan kelas di sekolah. Tapi, ia mendapat kendala dari guru-guru di sekolah karena menggangap mereka tidak mendukung keberadaan sekolah di desanya. Akhirnya, ia meminjam tempat untuk belajar dan didapatlah lantai dua kantor desa yang tidak terpakai.

"Empat bulan berjalan saya kembali ke Makassar untuk wisuda dan saya gabung di komunitas Makassar Gemar Membaca dan jadi relawan di situ. Saya pulang ke Desa dengan membawa buku untuk perpustakaan," imbuhnya.

Hampir setahun peresmian Rumah Belajar Bibinoi, tantangan kembali menghadang. Kepala Desa saat itu "mengusir" mereka agar pindah dari kantor desa dengan alasan akan diperbaiki dan akan digunakan.

Dia bersama anak-anak Rubi mencari dukungan kepada tokoh-tokoh adat, tokoh masyarakat dan tokoh pemuda, namun tetap tidak bisa.

"Sampai sekarang kantor desa itu belum diperbaiki dan tidak juga digunakan. Kenapa saya gunakan kantor desa yang lokasi tepat di tengah desa itu, karena melihat konflik horizontal tahun 1999 di mana anak-anak kristen tidak lagi bergaul dengan anak-anak muslim," tukasnya.

Dengan adanya Rubi ini, pria yang juga menjadi kepala SMK termuda ini berniat untuk menyambungkan silaturahim anak-anak tersebut. Mulai dengan buku ia perkenalkan bagaimana saling berinteraksi kembali dan tidak ada lagi perbedaan Kristen dan Muslim di Bibinoi.

KOMPAS.com/Kiki Andi Pati Syamil mengajarkan anak-anak Rubi memainkan musik angklung di Rumah Baca Bibinoi di Desa Bibinoi, Kecamatan Bacan Timur Tengah, Kabupaten Halmahera Selatan (Halsel), Provinsi Maluku Utara.

Sembari mencari lokasi, Syamil dan anak-anak Rubi mengangkat buku-buku dan lemari dari kantor di rumahnya. Beruntung ada sebuah Madrasyah Ibtidaiyah Swasta yang mau meminjamkan ruangan sambil menunggu tempat yang permanen untuk digunakan Rubi hingga tiga tahun.

Orangtua dari anak-anak Rubi yang merasa prihatin dengan kondisi itu berusaha mengumpulkan kayu papan dan kayu balok untuk membangun kembali Rumah Belajar di lahan keluarganya yang digunakan hingga saat ini.

"Alhamdullilah ada orangtua anak-anak Rubi menyumbangkan lemari, kursi dan meja-meja belajar. Ada juga sumbangan buku dari komunitas literasi di Jakarta," ucapnya senang.

Adapun program belajar di Rubi di antaranya publik speaking, bahasa Inggris dan memotivasi mereka tetap belajar di sekolah. Karena banyak anak-anak setelah pulang sekolah langsung ke kebun ataupun membantu orangtuanya mencari ikan.

"Dulunya di depan Rubi kita punya kebun percontohan dan belajar menanam sayur. Warga bisa langsung dibeli untuk operasional Rubi, kan anak-anak juga suka berkebun," ungkapnya.

Bersama guru-guru muda di SMA Bibinoi, Syamil mengatakan, telah memfasilitasi anak-anak Rubi yang telah lulusan SMA untuk melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi negeri dengan memperoleh beasiswa bidik misi, Dompet Dhuafa dan beasiswa pemerintah provinsi.

"Ada yang kuliah fakultas kedokteran di Palu dan Surabaya, pasca lulus sarjana mereka kembali dan menjadi relawan di Rubi. Sampai sekarang ada lima anak Rubi yang sudah sarjana," akunya.

Saat ini, Rubi telah memiliki seribu koleksi buku. Terakhir sumbangan dari PT Gramedia. Syamil sendiri meraih juara dua pada Gramedia Reading Community Competetion tahun 2016 lalu.

Mimpi besar

Menyusul kurangnya relawan, Syamil membuat komunitas bernama Aksi Anak Bangsa di Labuha yang juga memiliki perpustakaan.

Organisasi ini merupakan wadah berkumpulnya anak-anak muda yang memiliki ketrampilan organisasi dan kemampuan di sekolahnya. Rata-rata mereka adalah siswa SMA.

Mereka berasal dari organisasi Purna Paskibraka, Forum Putri Pariwisata, Bacan Saruma Family, Bistro 29, Triple 12, Rumah Inspirasi Halsel. Mereka sering membuat acara pengembangan bakat anak-anak Halsel.

"Torang di sini belajar tata cara menyusun buku, posisi buku. Cara membaca buku yang betul itu begini bagus juga seperti apa. Di sini juga banyak kakak-kakak yang torang liat bisa termotivasi seperti mereka," ungkap Andika, siswa kelas tiga SMA.

Tina Andi Kumaha dari Forum Putri Pariwisata Halsel ini mengaku, tergabung dalam Aksi Anak Bangsa dan menjadi relawan karena termotivasi dan ingin tahu apa yang dikerjakan dalam rumah baca.

"Banyak kegiatan yang tidak saya dapat di sekolah, misalnya menyusun buku dan belajar memahami karakter anak-anak saat mereka membaca buku," terangnya.

Proses penataan dan menyusun buku diperolehnya mereka dari Syamil yang menjadi penanggungjawab dan pembina dari Komunitas Aksi Anak Bangsa.

KOMPAS.com/Kiki Andi Pati Anak-anak memainkan musik angklung di Rumah Baca Bibinoi di Desa Bibinoi, Kecamatan Bacan Timur Tengah, Kabupaten Halmahera Selatan (Halsel), Provinsi Maluku Utara.

Syamil menjelaskan, saat ini di Halmahera Selatan ada hampir 20 taman baca atau rumah baca yang didirikan oleh masyarakat. Semuanya saling membantu dan bersinergi untuk meningkatkan minat baca masyarakat di Pulau Bacan ini.

"Jadi nantinya mereka bisa jadi relawan. Mereka bisa berkunjung dan membantu rumah-rumah baca yang ada di Halsel ini," tukasnya.

Anak keenam dari delapan bersaudara ini memiliki impin besar yakni bisa memiliki pusat pendidikan dan pelatihan.

" Di dalamnya mulai dari pelatihan menulis, kita punya gedung di dalamnya ada perpustakaan kemudian ada seninya dan bidang sosialnya dalam satu kompleks," harapnya.

Tahun depan, Syamil akan melanjutkan program beasiswa S2 di Jepang setelah mengikuti seleksi LPDP Indonesia dan Pemprov Maluku Utara.

Dukungan pemda

Gerakan Literasi di Kabupaten Halmahera Selatan mendapat dukungan dari pemerintah setempat. Kepala dinas pendidikan dan kebudayaan Halsel, Nurlaela mengungkapkan, pihaknya telah mengusulkan sarana dan prasarana.

"Kemarin kita ada kendala, ada buku tidak ada gedung, sekarang kita prioritas perpustakaan sekolah melalui dana DAK. Tahun kita juga kita bangun rumah baca Al Qur'an, kan literasi juga," terangnya.

Saat ini, pihaknya mengurus perpustakaan sekolah. Hasil pendataan baru 50 persen sekolah-sekolah yang memiliki perpustakaan sekolah termasuk buku bacaannya.

Selain itu, pihaknya juga telah menginstruksikan seluruh desa wajib membuka pusat kegiatan belajar masyarakat.

"Ada 209 desa, saya sudah tanda tangan buat pusat kegiatan belajar masyarakat," terangnya.

Menurutnya, bupati juga telah mencanangkan program One Home One Library. Namun, tentunya butuh waktu dan juga buku-buku untuk mewujudkan program ini.

"Kalau Halsel sudah bebas buta aksara, cuman sekarang yang harus digalakkan adalah meningkatkan minat baca masyarakat," tutup Nurlaila.

 

 

Kompas TV Perpustakaan keliling dalam beragam jenis terparkir di halaman Istana Negara, Jakarta.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com