BANDA ACEH, KOMPAS.COM - Dengan hanya mengenakan sepasang sandal jepit, celana pantalon dan kaus hitam seadanya, Maimun terlihat sibuk mengurusi sangkar-sangkar burung yang ditutupi dengan kain.
Satu per satu sangkar-sangkar tersebut dia pindahkan, sambil mengecek dan mendengarkan suara burung murai yang tinggal di dalamnya.
"Saya sering berkhayal, bagaimana hidup di masa datang tanpa ada kicau burung, dan itu membuat saya takut."
Begitu kata Maimun, saat disambangi di peternakan burung Murai Batu miliknya, di kawasan Ladong Aceh Besar, awal November lalu.
Dulu, saat konflik mendera Aceh, Maimun menghabiskan hidupnya di kawasan hutan di Kecamatan Masjid Raya, Kabupaten Aceh Besar, yang disebut Sagoe 26.
Maimun malang melintang di hutan tersebut, bertugas memenuhi kebutuhan logistik pasukan kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
Di hutan itulah Maimun menemukan cintanya para burung. Ia mengaku selalu menikmati kicauan burung dengan irama silih berganti.
Terkadang kicauan itu membuatnya bahagia, tapi sering juga membuatnya sedih, saat membayangkan, bagaimana suatu saat nanti jika tak ada lagi kicau burung.
Saat konflik mereda, Maimun beralih menjadi peternak sapi dan kambing. Namun, kesukaannya pada burung mendorong dia untuk beternak burung,.
Murai Batu Aceh menjadi pilihannya. Berawal dari empat ekor Murai Batu di tahun 2018, kini Maimun memiliki 100 ekor lebih.
Burung-burung itu lalu dia jajakan untuk pelanggan pencinta Murai.
Maimun sempat menunjukkan kandang di sudut belakang rumahnya. Bentuknya mirip kandang ayam, tapi jeruji kawat dengan terali ukuran 1-2 sentimeter menjadi pelindung, selain papan.
Setiap pagi dan sore, Maimun sibuk memberi makan burung-burung peliharaan itu.
Bahkan kesibukan yang didasari kecintaan itu membuatnya rela melewatkan banyak acara, demi bisa merawat burung-burungnya.
Sudah dua tahun terakhir, Maimun tidak lagi hadir di upacara milad GAM, walau sebelumnya dia adalah personel logistik pasukan kombatan.
Bukan tidak mau menghadiri, kata Maimun, tapi kini dia memang sudah lebih konsentrasi untuk memperbaiki perekonomian diri dan keluarga.
"Sekarang sudah lebih urus burung saja, sudah tak lagi di hutan," kata dia.