KOMPAS.com - Tidak banyak yang tahu jika Jalan Dr. Radjiman Wedyodiningrat atau kerap disebut Jalan Radjiman merupakan jalan tertua di Kota Solo.
Jalan Radjiman sendiri membentang dari Simpang Pasar Klewer hingga Tugu Lilin, yang kemudian disambung dengan Jalan Slamet Riyadi.
Baca juga: Gibran Sebut Pembiayaan Proyek di Kota Solo Berasal dari Berbagai Pihak
Sebagai jalan tertua di Kota Solo, Jalan Radjiman menjadi saksi bisu perjalanan rombongan Raja Pakubuwono II saat memindahkan Keraton Kartasura.
Perpindahan pusat Kerajaan Mataram Islam dari Keraton Kartasura ke Keraton Surakarta Hadiningrat di Desa Sala ini dilakukan setelah peristiwa Geger Pecinan.
Baca juga: 6 Jembatan Unik dan Megah di Kota Solo
Akibat peristiwa tersebut, Keraton Kartasura hancur sehingga Pakubuwono II sebagai raja memerintahkan pemindahan keraton dari Kartasura ke Desa Sala.
Proses perpindahan yang dilakukan pada Rabu, 17 Februari 1745 disebut sebagai Boyong Kedaton sekaligus menandai lahirnya Kota Solo.
Baca juga: 7 Fakta Tugu Lilin yang menjadi Lambang Kota Solo
Dilansir dari laman pemerintah Kota Surakarta, berdasarkan buku yang ditulis RM Sajid yaitu Babad Sala (1984), tercatat bahwa pada saat perpindahan tersebut rombongan para abdi dalem menabuh gamelan carabalen dan memainkan gending kodhok
Sementara itu, Raja Pakubuwono II melakukan perjalanan dengan mengendarai kereta Kyai Garudha.
Seiring berjalannya waktu, Jalan Radjiman sempat menjadi jalan utama di Kota Solo.
Hingga akhirnya pemerintah Belanda memutuskan untuk mulai membangun jalan di sisi barat Jalan Radjiman sebagai penghubung Kota Solo dengan Kota Semarang.
Jalan itu dulu dikenal sebagai Purwosari Weg dan kini dikenal dengan Jalan Slamet Riyadi.
Purwosari Weg berkembang pesat semenjak dibangun jalur kereta api di area tersebut.
Kini Jalan Radjiman difungsikan sebagai jalur pemecah, yaitu saat Jalan Slamet Riyadi digunakan untuk jalur satu arah menuju ke timur, maka Jalan Radjiman digunakan sebagai jalur satu arah menuju barat.
Namun bukan berarti Jalan Radjiman kemudian menjadi sepi dan terlupakan.
Keberadaan Pasar Klewer, salah satu pusat perbelanjaan pakaian terutama produk batik membuatnya tetap hidup hingga sekarang.