LAMPUNG, KOMPAS.com - Praktek titip menitip dalam proses penerimaan mahasiswa baru (PMB) Universitas Lampung (Unila) disinyalir dimanfaatkan sejumlah pihak untuk mengeruk keuntungan pribadi.
Fakta tersebut terbuka saat sejumlah saksi dihadirkan dalam persidangan perkara suap PMB Unila di Pengadilan Tipikor Tanjung Karang, Selasa (24/1/2023).
Salah satu oknum yang diduga mencari keuntungan itu adalah Fajar Pramukti Putra (staf honor Unila) yang menjadi "penghubung" untuk meluluskan MVA, putri Fery Antonius (saksi).
Baca juga: Saksi Ungkap Eks Rektor Minta Hapus Jejak Digital soal Isu Lobi Masuk Unila
Fajar yang memberikan keterangan sebelum Fery Antonius sebelumnya mengaku tidak tahu menahu terkait penitipan calon mahasiswa baru (camaba) itu.
Fajar mengaku hanya menjadi penghubung antara terdakwa M Basri (eks Ketua Senat) dengan Fery Antonius selaku orangtua camaba.
Bahkan Fajar mengaku hanya diberikan uang sebesar Rp 325 juta oleh Fery Antonius untuk diserahkan kepada terdakwa M Basri sebagai syarat jaminan kelulusan masuk Fakultas Kedokteran melalui jalur SBMPTN (jalur reguler).
Baca juga: Sidang Ketiga Kasus Suap Unila, Karomani Titip Pesan ke Rektor Baru
Namun keterangan Fajar Pramukti itu dibantah Fery Antonius yang mengatakan justru pegawai honorer itu yang menawarkan bisa meluluskan anaknya masuk Unila.
Fery menceritakan perjumpaannya dengan Fajar berawal saat tetangganya Fauzan yang juga pegawai honor Unila meminta bertemu karena kerabatnya Fajar meminta rekomendasi magang di perhimpunan pengacara.
Ketika itu Fauzan datang bersama Fajar. Saat itu pula Fery sempat bercerita tentang anaknya yang tidak lulus masuk Unila melalui jalur undangan.
"Anak saya sudah tes jalur undangan tapi nggak lulus. Dia (Fajar) bilang bisa bantu (lewat SBMPTN) karena masuk Unila susah," kata Fery, Selasa siang.
Menurut Fery, ketika itu Fajar mengaku mempunyai "jalur" khusus dengan kakak iparnya yang ada di Dikti pusat.
Setelah komunikasi awal itu, Fajar kembali menghubungi dengan mengatakan ada syarat yang harus dipenuhi agar bisa "menjaga" nilai itu.
Syarat itu adalah Fery harus memberikan uang sebesar Rp 450 juta plus Rp 10 juta untuk ongkos lobi-lobi di Dikti seperti pengakuannya.
Mendengar keterangan saksi yang saling bertentangan ini, Ketua Majelis Hakim Lingga Setiawan menilai seharusnya mesti ada tindak lanjut dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Mestinya ada tindak lanjut dari KPK. Apalagi melihat tingkah lakunya (Fajar) di sidang," kata Lingga.
Majelis hakim juga sempat menegaskan kepada Fery, apakah dia yang meminta dibantu atau ditawarkan oleh Fajar.
"Bukan atas permintaan terdakwa Basri? Terdakwa Karomani? Atau terdakwa Heryandi?" tanya Lingga.
"Inisiatif dia (Fajar) menawarkan," jawab Fery.
"Sudah ada main-main ini, ada yang 'berselancar' di (perkara) sini, sepertinya KPK mesti bertindak," kata Lingga.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.