SEMARANG, KOMPAS.com - Pertempuran lima hari di Kota Semarang menyisakan banyak kenangan. Salah satunya adalah Kampung Batik.
Pada 14 Oktober 1945 Kampung Batik menjadi salah satu lokasi perjuangan Badan Kemanan Rakyat (BKR) bersama warga Kota Semarang melawan Jepang. Sedikitnya 200 rumah warga Kampung Batik dibakar oleh tentara Jepang karena perlawanan tersebut.
Sekarang Kampung Batik mempunyai wajah baru. Kampung tersebut sudah menjadi sentra batik yang bagus untuk berfoto.
Baca juga: Bima Arya Ajak Wali Kota Seluruh Indonesia Kunjungi Kampung Batik Kauman Solo
Namun, walaupun sudah 77 tahun berlalu, bekas keberingasan militer asing saat Republik Indonesia mempertahankan kemerdekaan, masih tersimpan di Kampung Batik.
Selain dibakar, Kampung Batik juga diberondong senjata api yang membuat beberapa pintu rumah warga berlubang.
Warga Kampung Batik, Christina Riyastuti sengaja memperlihatkan daun pintu jati yang berlubang karena peluru Jepang. Kondisi daun pintu tersebut masih utuh, namun, lubang besar nampak menghiasi bagian tengah atas daun pintu tersebut.
"Lubang tersebut bekas peluru dari senapan tentara Jepang, saat terjadi Pertempuran Lima Hari di Semarang," jelasnya saat ditemui di kediamannya, Jumat (14/10/2022).
Ia menjelaskan, daun pintu tersebut dulu terpasang di rumah kakeknya yang ada di Kampung Batik.
"Kata kakek saya, lubang yang ada di daun pintu itu dari senapan tentara Jepang saat perang lima hari di Kota Semarang," ucapnya.
Pemerhati Sejarah Semarang, Johanes Christiono mengatakan, pertempuran lima hari di Kampung Batik pecah pada 17 Oktober 1945.
"Iya di sana pecah pas hari ketiga," katanya.
Pada 17 Oktober itu sudah banyak penumpukan tentara Jepang yang ada di dekat Kampung Batik.
Melihat hal itu, BKR dan warga Semarang berinisiatif untuk menyusun kekuatan. Para pejuang berkumpul di Kampung Batik dan Kampung Jaksa.
"Jadi mereka tidak di dalam kampung tapi melingkari kampung," katanya.
Baca juga: Pertempuran Surabaya: Penyebab, Tokoh, Kronologi, dan Dampak
Saat itu para pejuang sudah berencana untuk mengepung tentara Jepang. Perempuan dan anak-anak yang tinggal di Kampung Batik saat itu disuruh mengungsi.