KULON PROGO, KOMPAS.com – Sukardi (55) terus mengumbar senyum lebar di halaman rumahnya pada Pedukuhan Kedunggupit, Kalurahan Kebonharjo, Kapanewon Samigaluh, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Saat tersenyum itu sesekali tampak giginya yang renggang lebar.
Rumah itu ukuran 4x9 meter. Dinding dari batako tanpa plester, lantai semen kasar, daun pintu dan jendela dari kayu pohon waru, atapnya asbes. Rumah dilengkapi air ledeng dan listrik.
Rumah berada di ketinggian lereng Bukit Menoreh di Kebonharjo. Panorama alam tampak dari ketinggian.
“Aku wis ora gelem ning endi-endi maneh. Enak ning kene (Aku sudah tidak mau ke mana-mana lagi, Enak di sini),” kata Sukardi pada warga yang datang di rumahnya, Kamis (7/10/2021).
Baca juga: Tiga Warga Rusia Diciduk karena Mengamen dan Tinggal di Kuburan Bali
Sukardi pria setengah baya sebatang kara. Ia kembali ke kampungnya di Kedunggupit, Kamis siang, setelah lebih dari satu tahun jalani binaan di Balai Rehabilitasi Sosial Bina Karya dan Laras DIY.
Balai ini tempat rehabilitasi orang dengan gangguan jiwa sebelum kembali ke masyarakat.
Warga menyambutnya dan sudah menyediakan rumah layak huni bagi Sukardi. “Apik omahe (rumah ini bagus),” kata Sukardi.
Warga mengenal Sukardi sebagai ODGJ yang hidup menggelandang di desa sudah sejak lama.
Tidak ada yang ingat kapan persisnya Sukardi hidup seperti ini.
“Saya melihat dia saat saya masih kecil, dia tidak tertangani sejak di 1980-an,” kata Lurah Kebonharjo, Rohmad Ahmadi.
Baca juga: Ada Lansia Ditemukan Hidup di Samping Kandang, Ada Pula yang Tinggal di Kuburan
Ia tinggal di rumah-rumah kosong hingga gubuk reyot. Terakhir, ia hidup dan tinggal di kuburan pedukuhan sekitar lima tahun lamanya. Ia kotor dan tidak terawat. Sukardi meminta makan pada warga yang dilewatinya.