Salin Artikel

Tidak Lagi Hidup di Kuburan, Sukardi Dibuatkan Rumah oleh Warga

Rumah itu ukuran 4x9 meter. Dinding dari batako tanpa plester, lantai semen kasar, daun pintu dan jendela dari kayu pohon waru, atapnya asbes. Rumah dilengkapi air ledeng dan listrik.

Rumah berada di ketinggian lereng Bukit Menoreh di Kebonharjo. Panorama alam tampak dari ketinggian.

“Aku wis ora gelem ning endi-endi maneh. Enak ning kene (Aku sudah tidak mau ke mana-mana lagi, Enak di sini),” kata Sukardi pada warga yang datang di rumahnya, Kamis (7/10/2021).

Sukardi pria setengah baya sebatang kara. Ia kembali ke kampungnya di Kedunggupit, Kamis siang, setelah lebih dari satu tahun jalani binaan di Balai Rehabilitasi Sosial Bina Karya dan Laras DIY.

Balai ini tempat rehabilitasi orang dengan gangguan jiwa sebelum kembali ke masyarakat.

Warga mengenal Sukardi sebagai ODGJ yang hidup menggelandang di desa sudah sejak lama.

Tidak ada yang ingat kapan persisnya Sukardi hidup seperti ini.

“Saya melihat dia saat saya masih kecil, dia tidak tertangani sejak di 1980-an,” kata Lurah Kebonharjo, Rohmad Ahmadi.

Ia tinggal di rumah-rumah kosong hingga gubuk reyot. Terakhir, ia hidup dan tinggal di kuburan pedukuhan sekitar lima tahun lamanya. Ia kotor dan tidak terawat. Sukardi meminta makan pada warga yang dilewatinya.

Sembuh dari Grhasia, ia menjalani rehabilitasi di Balai Laras.

“Saya mengecek kondisi Sukardi empat kali, satu kali saat di Grhasia dan tiga kali di balai. Dia akhirnya pulang setelah lebih setahun di balai itu,” kata Rohmad.

Sebelum pulang, pemerintah desa dan warga Kedunggupit menyiapkan rumah layak bagi Sukardi pada Februari 2021.

Pembangunan rumah menggunakan dana swadaya komunitas Kristiani dan Dana Desa.

Total mencapai Rp 25 juta, dipakai untuk membiayai pembangunan rumah dan keperluan Sukardi saat tinggal nanti.

Pada awalnya, pemerintah desa terkendala Sukardi yang tanpa identitas. Ini menyulitkan upaya desa membantu Sukardi.

Supardi (61), warga sekaligus kerabat Sukardi. Ia tinggal di pedukuhan yang sama.

Supardi menceritakan, Sukardi ikut transmigrasi bersama ayah ibunya ke Sumatera Selatan di masa lalu. Ayah dan anak ini pulang setelah kematian ibunya.

“Ayahnya meninggal di sini (Kebonharjo),” kata Supardi. Sejak itu, ia tak terurus.

Lurah Rohmad menelusuri jejak masa lalu Sukardi, termasuk sekolahnya. Upaya berhasil dan kalurahan bisa membantu Sukardi memiliki KTP.

“Persoalan tidak ada identitas sejak ia pulang dari Sumatera. Awal 2020 terbit KTP. Ini memudahkan perawatan dan penanganan, termasuk dari KTP ketahuan dia Katolik. Maka kami minta bantuan paguyuban Kristiani (untuk membangun rumah) dan kekurangan dana kami tambahi dengan APBDes,” kata Rohmad.

Dukuh (kepala dusun) Kedung Gapit, Rismanto mengungkapkan, semua warga pedukuhan terlibat pembangunan rumah bagi Sukardi.

Antusias warga juga terlihat dari rencana mereka akan melibatkan Sukardi dalam banyak kegiatan pedukuhan dan desa.

Kesibukan dan perhatian diyakini akan membantu kondisi ODGJ selalu stabil.

“Kami juga berencana akan memberi bantuan kambing untuk kesibukan Sukardi ini. Kalau obat, akan diperhatikan oleh Wagimin,” kata Rismanto.


Mencipta desa tentram

Lurah Rohmad mengungkapkan, rumah bagi Sukardi ini merupakan rumah kedua yang diberikan pada ODGJ telantar di desanya.

“Satu rumah yang lain itu sebenarnya keluarga tanggung jawab. Tapi, karena sering kambuh maka diberi di rumah sendiri, sayang rumah tidak layak,” kata Rohmad. Pemdes dan masyarakat lantas membangunkan rumah layak bagi ODGJ ini.

Kasus ODGJ di desanya cukup banyak. Rohmad mengungkap ada sekitar 15 kasus ODGJ perlu penanganan serius yang terdata di 2018.

Perjalanan waktu, sebagian besar sudah terawat baik bersama pendamping dan keluarganya.

“Sekarang tinggal sembilan. Tapi hanya satu yang perlu perhatian khusus. Yang lain, orangtua mendampingi dan banyak yang sudah bisa mengambil obat sendiri. Mereka terawat baik oleh keluarganya,” kata Rohmad.

Upaya memberi tempat layak bagi ODGJ telantar jadi bagian dari konsep ‘ desa sebagai omah ayem-ayem’ atau rumah nyaman dan tentram yang diterapkan pemerintah desa Kebonharjo.

Konsep ini menggambarkan situasi tentram desa tidak hanya dirasakan warga pada umumnya tapi juga sampai kelompok difabel, ODGJ hingga lansia.

https://regional.kompas.com/read/2021/10/08/091201178/tidak-lagi-hidup-di-kuburan-sukardi-dibuatkan-rumah-oleh-warga

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke