LOMBOK TENGAH, KOMPAS.com - Bahri (23), pemuda bertubuh kurus yang rambutnya pirang, menyandarkan perahunya ke tepi pantai Desa Gerupuk, Lombok Tengah, Kamis (26/11/2020).
Dia baru saja pulang mengangkat alat tangkap benih lobster di keramba.
Hari itu, Bahri tidak mendapat banyak lobster, hanya 16 ekor, lantaran musim hujan saat ini yang sangat memengaruhi tangkapan.
“Musim-musim saat ini benih lobster jarang, semalam ini kita hanya dapat 10, 16 biji (benur),” tutur Bahri kepada Kompas.com.
Baca juga: Mencuat Kasus Dugaan Suap Ekspor Benih Lobster, KKP Dinilai Lupakan Program Prioritas Lain
Bahri menuturkan, pada musim tangkapan pada Februari hingga Agustus, tangkapan benih lobster mencapai ratusan ekor.
“Kalau musim kemarin-kemarin dari bulan dua (Februari), Agustus itu banyak kita dapat biasanya ratusan benih lobster, semalam itu kita dapat Rp 2 juta,” kata Bahri.
Nelayan muda itu mengaku, harga lobster yang dijual ke pengepul sangat tidak menentu.
Kadang dihargai di bawah Rp 5.000, kadang juga belasan ribu rupiah.
“Misalkan hari ini diambil sama pengepul itu Rp 15.000, hari besok di bawah Rp 5.000, itu bisa,” kata Bahri.
Perubahan harga jual lobster, menurut Bahri, tentu tidak baik bagi nelayan.
Baca juga: KPK Duga Ada Pemberi Suap Lain kepada Edhy Prabowo Terkait Ekspor Bibit Lobster
Dia menyebutkan, saat nelayan mendapatkan banyak benih lobster, tiba-tiba harganya turun anjlok di bawah Rp 5.000.
Waktu harganya anjlok, Bahri pernah cuma mendapatkan Rp 50.000 dari hasil tangkapan benur.
Uang sebesar itu, hanya cukup mengganti uang biaya operasional bensin per tahunnya.