Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Kami Tangkap Benur dengan Ramah Lingkungan, tapi Mengapa Dilarang?"

Kompas.com - 11/07/2017, 21:19 WIB
Kontributor Banyuwangi, Ira Rachmawati

Penulis

BANYUWANGI, KOMPAS.com - Nelayan asal Pantai Lampon, Banyuwang, menolak peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan yang melarang penangkapan benur atau benih lobster yang banyak di perairan Pantai Lampon, Banyuwangi.

Menurut mereka, kebijakan tersebut membuat penghasilan nelayan semakin menurun. Mereka melakukan protes dengan memasang spanduk berisikan penolakan di sepanjang jalan desa di Pantai Lampon.

Salah satu spanduk bertuliskan "Permen Susi Menyengsarakan Perekonomian Nelayan Kecil".

Kepada Kompas.com, Selasa (11/7/2017), Harsono, salah seorang nelayan Pantai Lampon, mengatakan, sejak lima tahun terakhir mereka kesulitan menangkap ikan dan mengalami masa paceklik sehingga mulai 2014 mereka beralih menangkap benur atau bibit lobster yang bisa didapatkan dengan mudah di sekitar Pantai Lampon Banyuwangi.

"Dulu kami menangkap ikan seperti Tuna, Tongkol, Layur dan Lemuru ke tengah laut sana jaraknya sekitar 20 kilometer. Tapi paceklik dan kami beralih ke benur yang sudah bisa ditangkap 100 meter dari bibir pantai sini," kata Harsono.

Baca juga: Tim Gabungan Polri Gagalkan Penyelundupan Benih Lobster Rp 13 Miliar

Dari penghasilan menangkap Benur, nelayan bisa mengantongi uang hingga Rp 2 juta per hari. Jumlah benur yang ditangkap beragam, dalam semalam bisa 200 ekor atau lebih dari seribu ekor.

"Kami tangkap benur dengan ramah lingkungan tapi mengapa dilarang?" keluh Harsono.

Ia mengatakan, selama ini penangkapan benur menggunakan serabut pelepah kelapa yang dibuat seperti mangkok, lalu disusun dengan di atas jaring dan kemudian ditenggelamkan di kedalaman 10 meter di dalam laut dalam waktu semalaman.

Lalu lampu terang dipasang di perahu untuk menarik perhatian benur mendekat pada pelepah kelapa. Jika pagi, pelepah tersebut diangkat dan benurnya dipindah.

"Yang kami lakukan ramah lingkungan. Hanya serabut pelepah kelapa dan lampu dari kapal," jelasnya.

Jika harus menangkap lobster, Harsono mengatakan nelayan kesulitan karena jaring yang digunakan mudah rusak terkena karang. Selain itu, dalam satu hari, nelayan juga belum tentu mendapatkan satu atau dua lobster.

"Lima hari saja cari lobster jala sudah rusak semua dan itu belum tentu dapat. Dapat satu atau dua sudah bersyukur," jelasnya.

Sementara itu, Agus Naryo, ketua RW 10 Lingkungan Kampung Baru, Desa Pesanggaran, kepada Kompas.com, mengatakan, hampir seluruh warga di daerahnya bekerja sebagai nelayan dan menggantungkan penghasilan dari menangkap benur sejak musim paceklik ikan.

Namun sejak banyaknya pengepul benur ditangkap oleh polisi, harga benur semakin menurun. Pengepul takut membeli benur karena dianggap melanggar peraturan.

"Dulu pernah satu benur ukuran satu gram dihargai 30.000 rupiah per ekor, sekarang murah hanya 2.000 rupiah per ekor. Itu pun pengepulnya beli sembunyi-sembunyi karena takut ditangkap polisi," kata Agus.

Jika nelayan melakukan pembesaran benur, Agus mengatakan hal tersebut sulit dilakukan karena Pantai Lampon masuk laut selatan yang memiliki ombak besar dan tidak bisa digunakan untuk membuat tambak.

"Selain itu, modalnya juga banyak. Jadi kami menuntut agar peraturan tentang pelarangan penangkapan benur segera dicabut karena menyengsarakan kami para nelayan. Kita bingung mau mengeluh ke siapa," pungkasnya.

Sebelumnya, sebanyak 30.600 bibit lobster senilai Rp 214 juta dilepasliarkan di Bangsring Under Water kawasan wisata konservasi, Jumat (2/6/2017) lalu. Sedangkan pada bulan April tahun 2107, ada sekitar 6.000 yang dilepas.

Baca juga: Puluhan Ribu Bibit Lobster Dilepasliarkan di Pantai Bangsring

Bibit lobster tersebut diamankan penadah di wilayah Banyuwangi Selatan. Setiap bibit lobster ukuran kurang dari 2 sentimeter dihargai Rp 7.000.

Kompas TV Ribuan Bibit Lobster di Sulut Ini Disita & Dilepas
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com