KOMPAS.com - Salah seorang dari 99 orang etnis Rohingya yang menjadi korban sindikat penyelundupan menceritakan pengalamannya selama empat bulan di laut sebelum akhirnya sampai ke Aceh.
Pengungsi Rohingya ini menyebut ia adalah korban penipuan orang Bangladesh - dijanjikan ke Malasysia - tetapi akhirnya tiba di Aceh.
Pengungsi yang enggan disebutkan namanya ini mengatakan sempat berbohong kapal mereka rusak untuk menyelamatkan diri.
Baca juga: Menyoal Sindikat Penyelundupan 99 Orang Rohingya di Aceh, Kapal Rusak Saat Dijemput di Tengah Laut
"Sebenarnya saya sudah mau jujur dari pertama, kalau kapal kami bukanlah rusak dan tenggelam, tapi semua orang tidak mau mati, makanya saya berbohong," kata pengungsi pria ini.
Polda Aceh pada Selasa (27/10/2020) menyatakan sudah menangkap empat dari enam orang yang diduga bagian dari sindikat penyelundupan itu.
Kasus yang diungkap adalah penyelundupan 99 orang etnis Rohingya yang tiba di Lancok, Kabupaten Aceh Utara, pada Juni 2020.
Baca juga: Rancang Penyelundupan Warga Rohingya ke Aceh, 5 Orang Ditangkap, 2 di Antaranya Nelayan
Dalam konferensi pers yang berlangsung di Mapolda Aceh, Selasa (27/10/2020), Kepala Direktorat Reserse Kriminal Umum, Kombes Sony Sanjaya, mengatakan AR merancang penjemputan ke-99 orang etnis Rohingya yang berada di tengah laut.
"AR merupakan orang Rohingya yang juga aktor dari penjemputan 99 orang lainnya. Sedangkan AJ warga lokal yang ikut membantu AR. Kini keduanya masih dalam Daftar Pencarian Orang (DPO)," kata Kombes Sony Sanjaya.
Baca juga: Polisi Bongkar Sindikat Penyelundupan Warga Rohingya ke Aceh dan Medan, Tujuan Akhir Malaysia
Selain AR, orang etnis Rohingya lainnya yang terlibat dalam kasus penjemputan 99 orang Rohingya di tengah laut ialah SD. AR dan SD diketahui sudah berada di Penampungan di Medan sejak 2011 lalu. Mereka dibantu oleh tiga orang warga Indonesia.
Pihak Kepolisian Daerah Aceh mengumpulkan barang bukti berupa dua unit HP, GPS MAP-585 warna hitam, kapal nomor lambung KM Nelayan 2017-811 (10 GT) telah dipinjam pakai oleh ketua koperasi, dan surat sewa menyewa kapal dari Koperasi Samudra Indah Aceh Utara.
Baca juga: Menlu: Indonesia Tampung Sementara 396 Pengungsi Rohingya Sepanjang 2020
Identitasnya kami samarkan atas alasan keselamatan.
Pada 25 Juni lalu, ketika pertama kali menginjakkan kaki di daratan Aceh Utara, ia sempat diwawancarai namun berbohong terkait asal mula kedatangannya.
Kini, ketika ditemui setelah polisi merilis kasus dugaan penyelundupan 99 orang etnis Rohingya ke Aceh, ia menceritakan bagaimana ia kabur dan mengapa sebelumnya dia menutupi fakta keberangkatannya.
"Saya sudah lama ingin jujur, tapi semua orang mau hidup, tak mau mati, makanya saya bohong soal berapa jumlah kami sebenarnya dan berapa banyak kapal yang berangkat," kata orang Rohingya yang mampu berbahasa Melayu ini.
Baca juga: Beredar Informasi Kapal Rohingya di Perairan Aceh, Petugas Gabungan Patroli Laut
Setelah tinggal beberapa tahun di tempat pengungsian di Cox's Bazar di Bangladesh, ia merasa kondisi ekonomi, kesehatan,dan pendidikan sudah tidak lagi memungkinkan.
Kondisi yang mendorong orang-orang Rohingya untuk keluar dari Cox's Bazar
Saat itulah, ia dihubungi oleh seseorang melalui sambungan telepon yang menawarkan pergi ke Malaysia. Ia dijanjikan bisa hidup lebih layak dan mendapatkan pekerjaan yang baik, sehingga bisa menghidupi keluarga.
"Saya tak kenal orangnya, dia telpon menawarkan ke Malaysia, saya bilang saya tak punya uang, tapi saya orang mau pergi ke Malaysia," tuturnya
Baca juga: Penderitaan Etnis Rohingya, Disiksa dan Dibunuh Jika Kabur dari Kamp
"Agen itu berbicara dengan abang saya, dia minta uang 10.000 BDT (sekitar Rp 1.729.000), tapi abang saya hanya menyanggupi 2.000 BDT (Rp345.800). Uang itu ditransfer melalui bank," jelas orang Rohingya yang telah tinggal di Aceh selama empat bulan ini.
Ia bersama dengan sejumlah orang Rohingya lainnya kemudian dibawa menggunakan perahu kecil dan disambut tiga kapal besar yang sudah melabuhkan jangkar.
Baca juga: Tiga Hari Berturut-turut Rohingya Meninggal di Lhokseumawe, Alami Sesak Napas dan Demam Tinggi
Mereka lalu diminta menunggu kedatangan orang-orang lainnya untuk dibawa keluar dari Bangladesh.
"Keseluruhan ada sekitar 850 orang di kapal tersebut,"
"Ini sekitar bulan Februari, setelah muatan kapal penuh baru kami berangkat"
Baca juga: Menlu: 296 Pengungsi Etnis Rohingya Non-reaktif Covid-19
Menurutnya, di lautan stok makan dan tidur penumpang kapal diatur oleh orang-orang Burma yang merupakan Anak Buah Kapal (ABK).
Mereka yang melawan akan dipukul dan disiram dengan air panas, seperti yang diakui oleh Muhammad Nabi dan Muhammad Yusuf.
Muhammad Yusuf, pada Juli 2020, kepada wartawan di Aceh menuturkan mereka makan dua hingga tiga hari sekali. Ia juga memiliki bekas luka pada ibu jari tangan kirinya yang disebutnya karena dihantam sebilah benda tajam oleh orang - orang Bangladesh yang menguasai perjalanan tersebut.
Baca juga: Terdampar di Aceh, 2 Warga Rohingya Meninggal dan 3 Orang Dirawat karena Sesak Napas