Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Warga Berebut Air, Antri dari Pagi Sampai Pagi hingga Hampir Baku Pukul

Kompas.com - 10/09/2019, 06:37 WIB
Nansianus Taris,
Khairina

Tim Redaksi


MAUMERE, KOMPAS.com-Dampak kekeringan yang melanda provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) semakin meluas. Warga tidak saja mengalami krisis air minum bersih, untuk mengairi lahan pertanian pun sangatlah susah.

Seperti itulah yang dialami petani di Desa Done dan Desa Reroroja, Kecamatan Magepanda, Kabupaten Sikka, NTT. 

Padi dan jagung yang sudah ditanam bulan sebelumnya terancam gagal panen karena ketiadaan air.

Airnya ada, tetapi debitnya sangat kecil untuk mengairi sawah yang jumlahnya hingga ratusan hektar. 

Baca juga: Masuki Darurat Kekeringan, 9 Kecamatan di Kulon Progo Butuh Air Bersih

Pada Senin (9/9/2019), Kompas.com pun menemui para petani di 2 desa, tepat di lahan persawahan yang mereka garap.

Tiba di lokasi, beberapa para petani Desa Done sedang asyik duduk sambil ngobrol.

Setelah ditanya, ternyata mereka duduk itu menunggu giliran air untuk mengairi padi, jagung, dan kacang yang sudah ditanam.

"Kami duduk ini lagi tunggu giliran air untuk alir ke sawah yang sudah ditanam padi dan jagung Pak. Kami tunggu ini untuk antri. Dari pagi sampai pagi juga kami tetap di sini. Malam kami tidur di sini menunggu jadwal air," ungkap Alfridus, salah seorang petani Desa Done kepada Kompas.com, Senin (9/9/2019). 

Baca juga: Derita akibat Kekeringan: Warga Membeli hingga Pakai Air Kali Keruh untuk Konsumsi
"Kami juga di sini perang mulut sampai mau baku pukul gara-gara rebut air ini. Kalau tidak begitu kan kasihan padi, jagung, dan kacang yang sudah ditanam. Hampir mau berkelahi terus setiap hari. Hanya selalu saja ada yang mengalah," sambung Alfridus. 

Ia mengungkapkan, para petani menerapkan sistem giliran itu disebabkan debit air dari bendungan sudah sangat sedikit. 

Ia menuturkan, saat awal proses tanam, pasukan air dari bendungan masih besar. 

Namun, 3 bulan terakhir debit air kali semakin berkurang. Bahkan kali nyaris kering. 

"Sekarang tanah sawah sudah mulai kering. Padi, jagung, dan kacang banyak yang sudah kering dan mati. Banyak pemilik yang sudah menyerah. Mereka lepas saja. Itu karena sudah tidak ada harapan lagi tanaman mau hidup. Kami yang bertahan ini supaya ada hasil sedikit. Mungkin untuk kembali modal awal dan untuk makan tahun ini tidak cukup," tutur Alfridus.

Ia melanjutkan, selain debit air yang sangat kecil, faktor yang membuat pasokan air berkurang masuk ke saluran irigasi disebabkan pintu bendungan yang sudah lama rusak. 

"Dua pintu penyangga air lantainya sudah terkikis dan berlubang. Jadinya air banyak yang merembes melalui lubang lantai bendungan. Rusaknya sudah lama tetapi belum ada perbaikan dari pemerintah. Untuk menutupi lubang, kami terpaksa sumbat pakai karung berisi pasir. Tetapi, usaha itu tetap tidak bisa airnya tetap bocor. Jadinya yang alir ke saluran irigasi itu sedikit," ungkap Alfridus.

Ia menambahkan, selain lantai bendungan yang sudah rusak, satu pintu untuk pengairan lahan sawah Desa Reroroja sudah tidak bisa dibuka.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com