BANDUNG, KOMPAS.com - Mantan Bupati Tasikmalaya Uu Ruzhanul Ulum, yang kini menjadi Wakil Gubernur Jawa Barat, diusulkan menjadi saksi dalam sidang kasus pemotongan dana hibah bantuan sosial Kabupaten Tasikmalaya tahun 2017.
Hal tersebut diungkapkan pengacara terdakwa Sekda non aktif Tasikmalaya Abdul Kodir, Bambang Lesmana.
"Saya akan mengusulkan, karena dalam SK kan ditandangani, pengambil kebijakan kan bupati. Karena dalam kesaksian jaksa tidak ada, nah saya akan mengajukan permohonan untuk menghadirkan (Uu Ruzahnul Ulum)," kata Bambang usai sidang kasus dugaan pemotongan dana hibah Kabupaten Tasikmalaya, di Pengadilan Negeri Bandung, Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (10/12/2018).
Menanggapi dakwaan Jaksa, Bambang mengaku tidak akan mengajukan eksepsi.
"Ada keberatan tapi kami tidak akan ajukan eksepsi. Apakah dakwaan itu benar atau tidak benar, kami akan buktikan dalam proses persidangan selanjutnya. Kami juga akan mengajukan bukti-bukti dan saksi untuk menyangkal dakwaan tersebut," tuturnya.
Baca juga: Jaksa Sebut Nama Uu Ruzhanul Ulum dalam Sidang Korupsi Dana Hibah Tasikmalaya.
Adapun usulan untuk menghadirkan saksi Uu Ruzhanul Ulum, katanya, dikarenakan Jaksa yang selalu menyinggung SK Bupati saat membacakan surat dakwaannya.
"Karena dalam dakwaan Jaksa selalu menyebutkan SK Bupati, tapi kenapa (Uu Ruzhanul Ulum-red) bukannya diperiksa. Nanti kami akan ajukan, setelah pemeriksaan saksi dari jaksa," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, dalam sidang perdana, Jaksa Kejati Jabar mendakwa Sekda non aktif Kabupaten Tasikmalaya Abdul Kodir dengan dua pasal, pertama dikenakan Pasal 2 Undang-undang RI nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-undang nomor 20 tahun 2011 tentang tipikor juncto Pasal 55 dan 56 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Kedua, Abdul dikenakan Pasal 3 Undang-undang RI nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dengan dengan Undang-undang nomor 20 tahun 2011 tentang tipikor juncto Pasal 55 dan 56 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.
"Iya, hukumannya 20 tahun," jelas Jaksa Kejaksaan Tinggi Jawa Barat Erwin usai sidang.