Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keunikan Sekaten, Tradisi Memperingati Maulid Nabi Muhammad...

Kompas.com - 19/11/2018, 16:25 WIB
Aswab Nanda Pratama,
Bayu Galih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Menjelang peringatan Maulid Nabi 12 Rabiul Awal 1440 H, Sekaten merupakan tradisi yang dijalankan dan dinikmati banyak orang.

Bagi masyarakat Surakarta (Solo) dan Yogyakarta, acara Sekaten merupakan sesuatu yang yang dinanti-nanti setiap tahunnya. Sebab, Sekaten juga dimaknai sebagai sarana hiburan keluarga yang menunjukkan identitas kearifan lokal daerah setempat.

Namun, bagi masyarakat luar Surakarta dan Yogyakarta, banyak yang belum tahu mengenai makna Sekaten atau upacara apa saja yang dijalani.

Oleh sebab itu, banyak masyarakat luar Surakarta dan Yogyakarta yang datang untuk melihat prosesi selama Sekaten berlangsung.

Makna Sekaten

Menurut KRT Haji Handipaningrat dalam buku Perayaan Sekaten, kata Sekaten berakar dari kata dalam bahasa Arab, "Syahadatain" yang memiliki makna persaksian (syahadat). Bagi masyarakat Muslim, syahadat dianggap penting sebab merupakan proses pengakuan terhadap keesaan Tuhan dan risalah Nabi Muhammad SAW.

Kemudian, kata itu mengalami perluasan makna dengan "Suhatain" yang bermakna menghentikan atau menghindari dua perkara, perbuatan buruk dan menyeleweng.

Makna ini kemudian berkembang lagi menjadi "Sakhatain" yang bermakna menghilangkan makna dua watak, hewan dan setan. Selain itu, ada juga "Sakhotain" yang berarti menanamkan dua perkara, yaitu memelihara budi suci dan budi luhur.

Setelah itu ada juga kata "Sekati" yang bermakna orang hidup harus bisa menimbang yang baik dan buruk. Dan yang terakhir "Sekat", adalah pembatas, untuk tidak berbuat jahat dan mengetahui batas-batas kebaikan dan kejahatan.

Akhirnya, makna Sekaten tak hanya sebatas hiburan dan prosesi upacara semata, melainkan mengandung makna kehidupan seperti di atas yang harus bisa diterapkan oleh setiap insan individu.

Baca juga: Saat Warga Berebut Janur Kuning di Pembukaan Sekaten

Numplak Wajik

Dua hari sebelum Grebeg, diadakan upacara Numplak Wajik di dalam halaman istana. Upacara ini berupa kotekan atau permainan lagu memakai kentongan, lumpang dan semacamnya.

Ini merupakan upacara yang menandai awal dari pembuatan gunungan yang akan diarak dalam acara Grebeg Muludan.

Sekaten dan perjalanannya

Tradisi turun-temurun dari sekitar abad ke-15 ini berasal dari Kerajaan Demak yang merupakan kerajaan Islam di pantai utara Jawa. Seiring berjalanya waktu, agama Islam mulai menyebar ke beberapa daerah.

Metode penyebaran Islam juga beragam, melalui kesenian dan kebudayaan, juga melalui hubungan perkawinan. Salah satu yang unik adalah penyebaran agama Islam melalui kesenian dan kebudayaan melahirkan tradisi-tradisi.

Ketika itu, para sunan dan wali melihat masyarakat Jawa menyukai perayaan, keramaian dan berhubungan dengan sebuah upacara. Selain itu, keramaian itu identik dengan alat musik terutama irama gamelan yang ketika itu disukai oleh masyarakat.

Timbul dari gagasan Sunan Kalijaga, untuk menyelenggarakan sebuah perayaan untuk menyambut dan menyongsong hari kelahiran Nabi Muhammad SAW pada Rabiul Awal.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com