Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pasar Klewer Bangkit dari Titik Nol

Kompas.com - 02/02/2015, 16:09 WIB

KOMPAS.com - Pasar Klewer, Solo, mata rantai penting perdagangan sandang, khususnya batik, remuk karena kebakaran pada Desember lalu. Puing-puing yang hangus menyisakan cerita tentang orang-orang yang berusaha bangkit dari titik nol.

Setelah panas terik menyengat, hujan mengguyur area parkir di depan Alun- alun Utara Kota Solo, Jawa Tengah, pekan lalu. Area parkir ini dipadati mobil yang disulap menjadi lapak darurat oleh para pedagang yang kehilangan kios di Pasar Klewer.

Terpal-terpal kecil di atas mobil sekadar melindungi barang dagangan yang tak seberapa banyaknya. Sementara orang-orang yang melintasi lorong sempit di antara mobil-mobil itu tak terhindar dari hujan. Jalan berpayung bukan pilihan yang cocok di lorong sempit penuh cantelan dagangan—kebanyakan baju—di sisi kanan-kiri.

Aminah (60-an) menyapa ramah setiap orang yang melintas di depannya. Ia mempersilakan mereka menengok dagangan di bak mobilnya. Gurat keletihan terlihat di wajahnya yang penuh senyum. Tiga kios miliknya di Pasar Klewer habis dilalap api saat pasar tersebut terbakar, Sabtu malam, 27 Desember 2014. Kios-kios itu memuat stok garmen batik bernilai sekitar Rp 270 juta, belum termasuk harga kiosnya. ”Saya sama sekali tak punya barang di rumah. Tidak bisa menyelamatkan barang di pasar juga.”

Toh, nenek empat cucu ini tak mau larut dalam duka. Beberapa hari setelah kebakaran, ia mulai menjajakan dagangan yang dipinjamkan teman dan kerabat di parkiran mobil tersebut. Nada bicara Aminah yang lembut dan tenang sempat tercekat ketika bercerita tentang cucunya. ”Cucu saya nengok ke sini, lalu pergi beli tisu. Waktu balik lagi, dia ngelapi wajah saya yang basah keringatan, kehujanan juga....”

Setidaknya 1.532 kios di Pasar Klewer sisi barat hangus terbakar. Sebanyak 765 pedagang oprokan (nonkios) yang biasa berjualan di depan pasar dan 137 pedagang renteng (kios deret di belakang pasar) ikut kehilangan modal dagangan dalam kebakaran itu. Kusbani dari bagian Humas Himpunan Pedagang Pasar Klewer (HPPK) menjelaskan, kebakaran terjadi tepat ketika stok pedagang maksimal. ”Pedagang sedang belanja stok banyak karena per Januari 2015 harga barang naik, mengikuti kenaikan harga tekstil dan benang,” ujarnya.

Menjadi kebiasaan pedagang Pasar Klewer pula untuk menyimpan sebagian besar stok di pasar, bukan di rumah atau di gudang. Itu terkait dengan cara dagang yang biasanya dilakukan langsung di tempat, bukan dengan pemesanan lebih dulu via katalog. ”Bahkan, pembeli (grosir) dari luar Jawa yang sekali belanja Rp 30 juta sampai Rp 40 juta pun lebih senang memilih barang langsung di pasar. Mereka juga tidak mau nunggu lama untuk ambil barang,” kata Kusbani yang berdagang di Pasar Klewer sejak 1984.

Stok juga menumpuk karena libur akhir tahun dan sekaten yang sedang berlangsung saat itu menaikkan volume perdagangan. Kebakaran juga amat memukul para pedagang karena tak semua stok barang milik mereka sendiri. Tak sedikit yang dibeli dengan pinjaman, bahkan kredit bank.

Seperti bangsal

Menyaksikan modal yang dikumpulkan sedikit demi sedikit bertahun-tahun—bahkan puluhan tahun—lenyap dalam sesaat adalah pukulan berat. Abdurrahman (43), warga Reksoniten, kampung di belakang Pasar Klewer, menggambarkan, tak sedikit pedagang yang pingsan menyaksikan api melahap pasar itu. ”Mereka digotong ke pendapa Masjid Agung Kauman di seberang pasar. Masjid Agung sudah kayak bangsal gawat darurat malam itu,” ujarnya.

Meski demikian, tak sedikit pula yang segera menguatkan diri dan bangkit. Seperti Aminah, Rini (40), pedagang grosir jaket di Pasar Klewer, juga kehilangan tiga kios. Kini, ia juga berdagang dengan mobil di area parkir depan Alun-alun Utara. Setiap subuh, Rini antre memarkir mobil di area parkiran yang berada tak jauh dari Pasar Klewer.

”Tetapi, pelanggan sulit menemukan kami karena setiap hari posisi parkir mobil bergeser, tergantung dapatnya di sebelah mana,” ujar Rini. Menurut data HPPK, hanya sekitar 350 pedagang bermobil yang dapat ditampung di area parkir depan masjid, depan alun-alun, dan depan pagelaran keraton.

Sebagian pedagang di Pasar Klewer yang masih punya simpanan uang bergegas mencari kontrakan. Kios yang masih kosong di Pusat Grosir Solo dan Beteng yang juga sentra perdagangan batik dan sandang menjadi incaran. Begitu pula ruko dan kontrakan rumah di kampung-kampung sekitar Klewer, seperti Kauman.

Namun, harga sewa kios dan ruko itu mendadak melambung. Atik Faezaty (37) yang kiosnya terbakar mengatakan, harga sewa kios di Beteng yang sebelumnya berkisar Rp 4 juta per tiga bulan setelah kebakaran Klewer melonjak tiga kali lipat menjadi Rp 12 juta. ”Padahal, pedagang yang nyari kontrakan, kan, semuanya sedang kesulitan,” ujarnya.

Lebih pahit lagi nasib pedagang kecil di Pasar Klewer yang tak punya mobil, juga tak punya uang untuk menyewa kios. ”Saya tidak punya mobil, tidak punya duit untuk sewa tempat, terus jualan di emperan diusir-usir. Anak saya mau dikasih makan apa?” teriak Agus (bukan nama sebenarnya) melepas emosi di ruang Posko Kebakaran Pasar Klewer pada suatu pagi.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com