BANDUNG, KOMPAS.com - Komisi VI DPR RI mengingatkan Kementerian Perdagangan (Kemendag RI) untuk berhati-hati terkait rencananya menerapkan kebijakan tarif bea masuk bagi barang impor termasuk China 200 persen.
Anggota Komisi VI DPR, Darmadi Durianto mengatakan, jika kebijakan tersebut ditujukan untuk melindungi industri tekstil, maka model kebijakannya mesti dibuat lebih spesifik. Tidak digeneralisir atau diterapkan kepada seluruh industri.
"Yang terancam kan industri tekstil, jadi model kebijakannya sebaiknya dikhususkan untuk industri tersebut. Setiap sektor industri kebijakannya atau pendekatannya harusnya beda-beda. Tidak bisa disamain begitu saja karena habitat atau iklim bisnisnya berbeda antara industri satu dengan lainnya," ujar Darmadi dalam rilisnya, Senin (1/7/2024).
Baca juga: Industri Tekstil Dipukul Barang Impor, Menteri Teten: Produsen Sekarat
Menurut Darmadi, langkah paling relevan yang harus dilakukan Kemendag yaitu mengidentifikasi persoalan di setiap sektor industri dibarengi kajian mendalam.
"Kemendag harus mempelajari pasar setiap industri melalui kajian yang komprehensif. Ini penting dilakukan agar resep yang akan diterapkan efektif," tutur dia.
Baca juga: Tinjau Pengairan Pertanian di Gunungkidul, Prabowo Tidak Ingin Impor Pangan
Darmadi memprediksi, potensi membanjirnya barang-barang ilegal sulit dibendung jika kebijakan tersebut diterapkan tanpa dibarengi dengan penegakkan hukum yang memadai.
"Setiap kebijakan yang dikenakan pajak sampai 200 persen, maka pasti akan banyak masuk barang ilegal, industri dalam negeri kita ujungnya akan collapse jika barang ilegal membanjiri industri dalam negeri," tutur dia.
"Kemungkinan adanya efek semacam ini mestinya dipikirkan oleh Kemendag. Pertanyaannya apakah pemerintah siap dengan penegakan hukumnya jika kebijakan tersebut diterapkan?" tanya dia.
Darmadi kembali mengingatkan, ada sejumlah sektor industri selain tekstil yang jika kebijakan tersebut diterapkan justru berpotensi mengancam keberlangsungan bisnis mereka.
"Contohnya seperti kosmetik, elektronik, dan alas kaki jelas terancam. Perlu strategi atau pendekatan kebijakan yang berbeda untuk industri tersebut. Jadi tidak boleh semua industri diperlakukan sama untuk kebijakan impornya. Jangan sampai kebijakan itu justru mengancam industri lainnya," tegas Darmadi.
Menurutnya, kebijakan bea masuk sebesar itu tidak menjadi jaminan bahwa barang-barang impor asal China bisa ditekan.
"Sekali lagi tanpa penegakan hukum yang efektif, maka Indonesia akan kebanjiran barang impor ilegal," tandas Politikus PDIP itu.
Darmadi menyarankan, pembatasan impor dengan cara bea masuk tambahan ini lebih tepat diterapkan kepada industri yang padat karya seperti tekstil.
Namun untuk sektor lain, seperti AC (Air Conditioner) adalah sebuah industri yang padat teknologi dan membutuhkan inovasi agar dapat memberikan harga bersaing.
Apabila diterapkan bea masuk tambahan malah berpotensi memicu impor ilegal dan pada akhirnya merusak iklim investasi dan pada akhirnya masyarakat yang akan dirugikan.
Berita sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan atau Zulhas mengatakan, pemerintah akan mengenakan bea masuk hingga 200 persen pada produk impor asal China yang membanjiri pasar Indonesia.
Zulhas mengungkapkan, kebijakan itu akan diterapkan pihaknya dalam menyikapi persoalan perang dagang antara China dengan Amerika Serikat (AS).
Sejumlah produk impor itu di antaranya pakaian, baja, tekstil, dan lain sebagainya, karena pasar negara-negara Barat menolak produk China tersebut.
"Mudah-mudahan sudah selesai Permendagnya," beber Zulhas di Bandung dalam acara Karya Kreatif Jabar (KKJ) 2024.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.