NUNUKAN, KOMPAS.com – Ratusan WNI asal Pulau Sebatik, Nunukan, Kalimantan Utara yang berdomisili di sempadan (perbatasan) Malaysia didatangkan ke wilayah perbatasan Negara untuk pendataan coklit jelang Pilkada 2024.
Salah satunya, coklit dilakukan di Kantor Desa, di Jalan Asnur Daeng Pasau RT 02 Sei Limau, Sebatik Tengah.
"Ada lebih 200 warga Desa Sei Limau yang saya datangkan dari Malaysia. Setiap Pemilu, kita selalu berkoordinasi dengan mandor agar mendatangkan para TKI kita untuk pendataan pemilih," ujar Kades Sei Limau, Mardin, ditemui, Minggu (30/6/2024).
Baca juga: Coklit Pemilih Pilkada Berlangsung, Bawaslu Ungkap 10 Kerawanan Prosedur
Hubungan kekerabatan dan tradisi menahun yang terjalin antar warga perbatasan, menjadikan izin keluar masuk batas Negara, sekedar formalitas belaka.
Mardin sebagai tokoh masyarakat mengaku, dirinya selalu menjaga hubungan baik dan komunikasi intens dengan para mandor dan manager perusahaan di tapal batas Negara, agar urusan tersebut bisa dimudahkan.
"Jadi setelah saya berkomunikasi dengan mandor, nanti diteruskan ke manager perusahaan. Ada WNI yang harus didata di perbatasan. Perusahaan keluarkan surat pemberitahuan sebagai jaminan. Kadang hanya lisan saja, karena selama ini, warga perbatasan biasa keluar masuk untuk belanja juga,’’tutur Mardin.
Mardin menegaskan, ada lebih dari 200 TKI di sempadan Malaysia yang sudah bekerja puluhan tahun dan turun temurun.
"Jadi mereka merasa pendataan penting. Apalagi, mereka rutin mendapat Bansos dan bantuan pemerintah lain. Jadi untuk kesadaran sebagai warga Negara Indonesia, masih sangat tinggi," tegasnya.
Jumlah keseluruhan pemilih di Desa Sei Limau, tercatat sebanyak 2.200 orang pada Pemilu 2024.
Desa Sei Limau memiliki luas wilayah sekitar 2.082 Ha. Dengan jumlah penduduk sekitar 2.944 jiwa. Dengan batas wilayah bagian utara, adalah wilayah Sabah, Malaysia.
Mardin menjelaskan, para WNI yang datang untuk Coklit di Sei Limau, berasal dari 14 RT Desa Sei Limau.
Mereka berdomisili di sejumlah kampung di Pulau Sebatik, Malaysia, yang menyatu dengan Sebatik Indonesia.
Untuk diketahui, Pulau Sebatik, di Nunukan, Kalimantan Utara, memang terbagi dua, setengahnya merupakan wilayah NKRI, dan sebagian lain, milik Malaysia.
Mardin mengatakan, para WNI yang datang untuk Coklit di Sei Limau, tinggal di beberapa kampung di Malaysia.
Ada Kampung Pisak Pisak, Kampung Sungai Limau Malaysia, Kampung Bergosong Kecil, Bergosong Besar, Sungai Tongkang, Kampung Lisbi, dan terjauh ada di Kampung Mentadak.
"Mereka masuk Sebatik dengan sepeda motor. Kalau musim hujan, tantangannya jalan licin dan sulit dilewati. Tapi Alhamdulillah, kondisi jalan bukan masalah untuk mereka yang tetap memenuhi undangan kami," kata Mardin.
Ketua Bawaslu Nunukan, Mochammad Yusran, mengatakan, kebijakan mendatangkan para WNI yang merupakan pekerja perkebunan kelapa sawit di Malaysia, menjadi pilihan bijak.
"Ada beberapa Kecamatan di Pulau Sebatik Indonesia, Yaitu Kecamatan Sebatik Tengah, Sebatik Barat dan Sebatik Utara, yang memang sebagian pemilihnya didatangkan untuk coklit di perbatasan. Secara de jure, mereka terdata sebagai penduduk Pulau Sebatik. Tapi secara de facto, mereka tinggal di Malaysia, diluar teritorial Indonesia," ujarnya.
Yusran belum bisa memastikan, berapa jumlah WNI yang berdomisili di sempadan Malaysia.
Pengawasan coklit di perbatasan masih terus berlangsung. Coklit bagi warga perbatasan yang bermukim di Malaysia, bahkan dibuka hingga malam hari.
Ia menambahkan, meski tidak bisa memastikan semua WNI di Malaysia yang memiliki hak pilih datang untuk melakukan coklit, setidaknya, para penyelenggara Pemilu bisa meminimalisir resiko pelanggaran batas Negara.
"Kami punya pengalaman diamankan aparat Malaysia pada Pilkada Nunukan 2015 lalu. Kami saat itu masuknya izin, untuk memastikan WNI kita disana telah dicoklit. Namun pulangnya, kami digeledah dan diperiksa semua barang bawaan kami. Ada sekitar dua jam diperiksa, dan kami tidak ingin pengalaman itu terulang," ujarnya lagi.
Baca juga: Tokoh Masyarakat di Solo Jadi Sasaran Coklit Pilkada 2024, Berikut Namanya
Yusran menegaskan, sangat wajar apabila aparat keamanan di perbatasan memiliki kewaspadaan tinggi terhadap WNA.
Di samping itu, KPU dan Bawaslu juga berkewajiban menjamin hak pilih WNI, meski ada beberapa hal teknis tak bisa diterapkan, karena kekhususan wilayah dan masalah, seperti para pemilih yang berdomisili di Malaysia.
"Dalam rangka menyelamatkan hak pilih, jangan sampai yang procedural tekhnis mengalahkan substansi hak politiknya. Jadi pendataan itu penting, karena kalau tidak didata akan berbahaya. Dia tidak bisa menyalurkan hak pilihnya, dan beresiko kamtibmas yang pasti jadi problem besar," kata Yusran.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.