LOMBOK BARAT, KOMPAS.com - Kasat Reskrim Polres Kota Mataram KompoI I Made Yogi Putusan Utama menyatakan pihaknya masih menyelidiki kasus dugaan penganiayaan yang dialami santriwati sebuah ponpes di Kapek, Gunungsari, Lombok Barat.
"Terkait (dugaan penganiayaan) ponpes, tempat korban menjalani pendidikan, kami mohon diberi kesempatan dulu untuk menyelesaikan tahap lidik dahulu," kata Yogi kepada wartawan di Mataram, Senin (24/6/2025).
Ia mengatakan, penyidik akan mengundang pihak ponpes setelah hasil pemeriksaan saksi yang mengetahui kejadian itu terkumpul.
"Nanti kami akan mengundang langsung pihak ponpes untuk memberikan keterangan terkait kronologi peristiwanya," kata Yogi.
Baca juga: Seorang Santriwati Kritis di RSUD Selong, Pihak Ponpes Membantah Tudingan Tindak Kekerasan
Yogi mengatakan, pihaknya telah menerima laporan dari orangtua korban terkait apa yang dialami putrinya, NI (13), yang saat ini dalam kondisi koma dan dirawat di RSUD Soedjono, Selong, Lombok Timur.
"Kita membutuhkan awal kejelasan kasus ini muncul. Kami sudah mendapat pengaduan dari orangtua atau bapak kandung korban NI. Berdasarkan keterangan yang bersangkutan, orangtua korban ini mendapat pengakuan dari korban bahwa korban mendapat penganiayaan dari rekannya sendiri," kata Yogi.
Menurut Yogi, peristiwa dugaan penganiayaan tersebut terjadi pada Senin, dua pekan lalu. Saat itu, korban dibawa ke rumah rekannya di Lombok Timur untuk mendapat perawatan medis.
Karena kondisinya makin memburuk korban dibawa ke puskesmas. Namun kondisinya terus memburuk sehingga orangtua korban datang dari NTT pekan lalu untuk menjemput santriwati itu.
Berdasarkan laporan peristiwa tersebut, Satreskrim Polresta Mataram membentuk tim untuk melakukan investigasi ke salah satu rumah sakit di Lombok Timur (RSUD Soedjono Selong, Lombok Timur). Tim berhasil meminta keterangan orangtua NI, Mahmud.
Kepada polisi, Mahmud menjelaskan kondisi korban yang terus memburuk, sehingga pada Kamis (20/6/2024) anaknya dibawa ke RSUD Soedjono Selong, Lombok Timur. Kemudian pada Sabtu (22/6/2024), kondisi korban makin memburuk sehingga perawatannya harus menggunakan ventilator.
Dalam keterangan yang disampikan orangtuanya, NI mengaku dianiaya dengan balok kayu. Ia juga dipukul dengan sajadah hingga mengenai matanya.
"Nanti kita akan lakukan persesuaian dengan meminta hasil visum dokter yang menangani. Ini merupakan pengakuan korban pada orangtuanya yang disampaikan pada polisi melalui berita acara interogasi, ya," kata Yogi.
Sementara itu, pihak Pondok Pesantren Al Aziziyah, tempat korban mondok, tetap membantah telah terjadi peganiayaan terhadap NI.
Juru bicara ponpes, H Amiruddin menegaskan, seluruh penghuni asrama putri Al Aziziyah mengakui korban adalah anak baik, rajin dan tidak memiliki musuh, sehingga ia tak yakin terjadi penganiayaan di ponpes, apalagi di asrama putri.
Namun Amiruddin mengatakan pihaknya sangat terbuka untuk diperiksa dan diawasi.
"Kalau misalnya nanti hal terburuk terjadi, yang terjadi itu entah karena benda tumpul atau benda tajam silakan, polisi datang, (kami) buka pintu, siapa mau investigasi dari KPAI (Komisi Perlindungan Anak), dari Komnas HAM, silakan investigasi. Kami tidak akan melindungi oknum untuk menjaga nama besar pondok pesantren. Logika sehat, masak oknum kita lindungi dan nama pondok rusak, tidak," tandas Amiruddin.
Yan Mangandar, ketua umum Pusat Bantuan Hukum Mangandar (PBHM) Nusa Tenggara Barat (NTB) mengapresiasi respons cepat aparat kepolisian menangani dugaan kekerasan terhadap anak.
"Kami mendukung langkah aparat kepolisian Polresta Mataram bersama timnya melakukan proses penyelidikan terhadap kasus ini sehingga semuanya menjadi jelas," kata Yan.
Menurut Yan, aparat diharapkan tidak hanya bersandar pada hasil rekam medis, tetapi juga memeriksa saksi-saksi yang ada di pondok pesantren, terutama mengenai penyebab hidung, mata dan kepala korban mengalami luka dan bengkak.
"Dari hasil pemeriksaan itu diharapkan bisa diketahui sejauh mana keterlibatan ponpes, apakah ada unsur kesengajaan atau kelalaian mengabaikan kewajibannya untuk memberikan perlindungan ke anak korban yang merupakan salah satu santriwatinya," kata Yan.
Baca juga: Sebulan Buron, Pimpinan Ponpes Tersangka Pencabulan 4 Santriwati Dibekuk
Pihaknya juga menyayangkan bahwa kasus ini diketahui orangtua korban justru dari petugas dapur, bukan dari pengurus ponpes.
Selain itu, korban dirujuk ke rumah sakit juga bukan inisiatif pengurus pondok, padahal kondisi korban sudah kritis. Korban dilarikan ke RS adalah inisiatif salah satu wali santri teman korban.
Fakta ini yang membuat Mahmud, orangtua korban, sangat kecewa dan tegas menolak tawaran damai dari ponpes dan meminta kasus ini diproses hukum.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.