Rahma menerjemahkan cerita yang dikisahkan Yuni, bahwa deretan gerobak makanan dan minuman ini dikelola oleh para penyandang tuli, di tepi jalan terdapat lampu yang membentuk tulisan Kedai Tuli.
Warga Kota Gorontalo yang datang ke sini bisa pesan makanan atau minuman dengan kemampuan bahasa isyarat yang dimilikinya.
Para penjual dengan senang hati akan memahami, tidak jarang komunikasi ini membutuhkan waktu yang agak lama agar keduanya mengerti maksud masing-masing.
Yuni mengaku, berjualan di sini tidak selalu ramai, apalagi sejak masuk bulan Ramadan ia membuka gerobak jualannya sore sebelum buka puasa.
Jika di luar Ramadan ia membuka kedai sejak pagi hingga malam.
“Sekarang penghasilan agak sedikit, tapi tidak apa-apa,” kata Yuni, dengan bahasa isyaratnya.
Hari Sabtu dan Minggu adalah hari yang dinanti, di hari ini biasanya kedai tuli banyak yang menyinggahi, ini berarti banyak pendapatan bagi mereka.
Sementara hari lainnya tidak terlalu ramai, namun ia harus mampu bertahan menjalani kehidupan ini, ada yang harus diperjuangkan dalam kehidupan mereka.
Yuni mengaku, harus mampu mandiri untuk membesarkan anak perempuan yang berumur 2 tahun, anaknya tumbuh normal, sementara suaminya juga tuli.
Kondisi serupa juga di alami Rolan warga Limboto Kabupaten Gorontalo. Setiap sore hingga malam ia menggunakan gerobak yang sama dengan Yuni.
Di luar itu ia bekerja sebagai penjahit sol sepatu yang rutin mangkal di Pasar Sabtu Andalas.
Baca juga: Harga Elpiji 3 Kg di Gorontalo Naik Beragam hingga Rp 45.000
“Hidup harus dijalani dan banyak bersyukur,” kata Rolan, dengan bahasa isyaratnya.
Bagi Rolan, ia sudah merasa bahagia dan bersyukur memiliki keluarga kecil, bayi lelakinya yang baru 7 bulan adalah permata hatinya. Setiap hari ia memeluk dan menimangnya.
Rasa bahagia terlihat bagaimana ia memeragakan menimang bayinya dengan kedua tangan yang seakan memeluk buah hati di dadanya. Ekspresinya sangat jelas, ia merasakan kebahagiaan sebagai ayah dan tentu juga sebagai suami.
“Semua disabilitas tuli memiliki pasangan yang sama tuli, namun anaknya normal. Dalam pengasuhan anaknya yang menyesuaikan dengan kondisi orangtuanya, peran orang lain yang normal juga sangat vital,” ujar Raden Sahi, Pembina Yayasan Putra Mandiri yang menaungi para disabilitas tuli ini.