Menurut Titi, ada area tanah dengan pohon bertunas muda, kekuatan mencengkeram tanah dan menyerap bulir air jauh berkurang. Hal ini karena metabolisme pohon sedang fokus pada pertumbuhan kembali daun dan kanopi pohon.
Gabungan berbagai kondisi tersebut menciptakan rongga dalam tanah dan struktur tanah melemah pada jalur yang dilalui air dalam debit besar.
"Ini memicu tanah longsor. Nutrisi yang berada di permukaan tanah berkurang, terbawa atau tergeser ke tempat lain. Tanah berpeluang menjadi kurang subur," ungkap Titi.
Menurut Titi, harus segera dilakukan penanaman tambal-sulam pada area kebakaran di Gunung Merbabu.
"Sementara solusi jangka pendek adalah menampung sebanyak mungkin air hujan sebagai antisipasi turunnya debit air di musim kemarau," kata dia.
"Ini juga untuk mencermati daerah banjir sebagai penanda area serapan atau penangkap air baru. Daerah tersebut bisa menjadi daerah berpotensi untuk melakukan penanaman dalam rangka konservasi pohon atau konservasi air secara kurang lebih instan dengan menanam bambu," paparnya.
Baca juga: Lahan di Gunung Merbabu yang Terbakar Seluas 848,5 Hektar
Menurut Titi, bambu bisa menjadi alternatif solusi jangka pendek untuk konservasi udara, air, tanah yang memengaruhi terbentuknya iklim mikro.
"Selain itu juga penahan terbaik dari angin besar, udara panas dan tanah longsor. Dalam konteks lereng Gunung Merbabu tentunya bambu termasuk dalam tanaman lokal setempat," jelasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.