Menurutnya, dua pekan terakhir harga gabah di wilayah ini melonjak signifikan, yakni Rp 7.500 per kilogram.
Namun demikian, setiap harinya terus terjadi penurunan harga, bahkan saat ini sudah turun dari Rp 7.500 menjadi Rp 5.900 per kilogram.
Harga pembelian Rp 5.900 per kilogram ini, lanjut dia, memang masih lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya, yang mana saat itu tengkulak hanya berani mengambil gabah petani Rp 4.600 per kilogram.
"Kemarin naik Rp 7.500 per kilogram, tapi tidak bertahan lama, tiap harinya itu pasti turun dan sekarang sudah Rp 5.900 per kilogram," ungkapnya.
Baca juga: Hujan Tak Menentu, Petani Padi di Sikka Terancam Gagal Panen
Kendati harga gabah saat ini terbilang naik dari tahun sebelumnya, namun hal itu tidak begitu signifikan meningkatkan pendapatan petani.
Hal tersebut menyusul hasil panen padi tahun ini jauh berkurang, terlebih biaya produksi yang dikeluarkan cukup tinggi.
"Dulu walaupun harganya Rp 4.600 per kilogram tapi hasil panen kita lumayan banyak, sekarang ini hasilnya sedikit," jelasnya.
Basrin mengatakan, turunnya hasil gabah petani saat ini salah satunya karena pembagian pupuk subsidi yang tidak tepat waktu dan alokasinya belum sesuai luas area tanam.
Kondisi itu lantas membuat pertumbuhan tanaman padi terhambat sehingga mengganggu hasil produksinya.
Petani bahkan harus membeli pupuk non-subsidi dengan harga tinggi sekitar Rp 450.000 per sak untuk memenuhi kebutuhan tanaman.
"Biasanya saya butuh delapan sak pupuk, tapi karena harus beli yang non-subsidi terpaksa pakai empat sak saja. Makanya berpengaruh terhadap hasil panen, karena pupuknya yang kita berikan kurang," jelasnya.
Hal senada juga diungkapkan Adi, petani padi di Lingkungan Sawete, Kelurahan Bali, Kecamatan Dompu.