SUMBAWA, KOMPAS.com - Petani padi di Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB), semakin sulit. Mereka dihadapkan pada situasi yang membuat biaya produksi semakin tinggi, seperti cuaca yang tidak menentu dan harga pupuk yang mahal.
Saparuddin (52), petani di Desa Lekong, Kecamatan Alas Barat, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB), nekat menanam padi di tengah terbatasan ketersediaan air. Ia hanya bermodal niat, kerja keras dan rasa optimistis.
“Sawah kami di wilayah tadah hujan. Jadi bukan sawah irigasi primer. Saya nekat tanam padi meski kurang air,” kata Saparuddin saat ditemui, Senin (4/3/2024).
Baca juga: Belasan Kejadian Khusus Mewarnai Rekapitulasi Hasil Pemilu 2024 di Sumbawa
Ia mengeluarkan modal yang cukup besar agar sawahnya bisa ditanami padi saat hujan yang intensitasnya mengalami penurunan.
“Hujan sekali dalam seminggu. Meski tantangan tidak mudah, saya tetap optimis padi bisa panen,” ujarnya.
Saparuddin mengaku menyambung selang air sejauh 1 kilometer dari sungai ke lokasi sawah.
"Untung masih ada air sungai meski jauh juga jaraknya. Tetapi debit air sungai sangat kecil," katanya.
Baca juga: Hujan Tak Menentu, Petani Padi di Sikka Terancam Gagal Panen
Untuk menyedot air dari sungai ke sawah butuh biaya yang cukup mahal. Saparuddin biasanya menghabiskan uang Rp 500.000 untuk membeli bensin tiap kali mengairi sawahnya yang seluas 500 are.
Karena biaya produksi yang tinggi, Saparuddin terpaksa meminjam uang Rp 10 juta di bank.
“Iya, saya dan istri sepakat pinjam uang di bank sebagai modal awal Rp 10 juta. Semoga padi kita selamat dan bisa panen,” kata Saparuddin.
Tak hanya untuk mesin penyedor air, Saparuddin juga harus berhadapan dengan harga pupuk yang cukup mahal.
“Pupuk sudah jadi kebutuhan wajib, dari biaya produksi yang kami pinjam di bank sekitar Rp 2 juta untuk membeli pupuk,” jelasnya.
Sebagai petani dengan penghasilan musiman, ia hidup dalam kondisi pas-pasan.
“Kalau tidak ada kerjaan di sawah, saya biasa jadi buruh juga di sawah orang. Lumayan upah Rp 100.000 per hari bantuan semai benih atau membuat pagar dan semprot tanaman,” kata Saparuddin.
Sapia, istri Saparuddin harus pandai mengatur keuangan. Ia juga berusaha membantu pekerjaan suami di sawah.