Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penangkapan 130 TKI Ilegal karena Dituduh Mendirikan Perkampungan Tanpa Izin di Malaysia

Kompas.com - 20/02/2024, 16:26 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Sebanyak 130 warga negara Indonesia (WNI) ditangkap karena diduga tinggal tanpa izin di perkampungan ilegal di Shah Alam, Selangor di Malaysia. Pegiat hak migran memperkirakan jutaan pekerja WNI masih kesulitan mendapatkan izin kerja karena dipungut biaya oleh calo.

Direktur Eksekutif Migrant Care Indonesia, Wahyu Susilo, menjelaskan bahwa kebanyakan pekerja migran dari Indonesia yang direkrut oleh perusahaan sawit atau perkebunan memang tidak melewati jalur resmi.

“Mereka memang sengaja direkrut untuk tujuan di perkebunan dan perusahaan-perusahaan perkebunan lebih memilih mereka yang bekerja tanpa dokumen [permit kerja].

Baca juga: Bawa 4 Kg Sabu dari Malaysia, Warga Surabaya Ditangkap di Asahan Sumut

“Karena pekerja migran atau perkebunan itu membutuhkan puluhan ribu pekerja migran Indonesia untuk segera bisa bekerja. Kalau itu melalui jalur legal, pertama mahal karena harus membayar levi,” kata Wahyu.

Menurut rilis dari Jabatan Imigresen Malaysia (JIM) Negeri Selangor, pihak otoritas melakukan operasi penggerebekan pada Minggu (18/02) dan menahan 132 pendatang asing tanpa izin (PATI) termasuk 41 perempuan dan 13 anak-anak.

Dari 132 orang yang ditangkap, 130 diantaranya merupakan WNI dan dua orang warga negara Bangladesh.

Pengkapan terus berulang

Juru bicara Kementerian Luar Negeri, Lalu Muhammad Iqbal, mengatakan pada Senin pagi (19/02), bahwa KBRI belum menerima notifikasi kekonsuleran mengenai penangkapan tersebut.

“Segera setelah diterima notifikasi kekonsuleran, KBRI akan memberikan bantuan kekonsuleran, termasuk upaya percepatan pemulangan bagi para WNI yang termasuk dalam kelompok rentan,” kata Iqbal dalam pernyataan tertulis.

Wakil Direktur Jenderal (Operasi) Imigrasi Malaysia, Jafri Embok Taha, mengatakan berdasarkan hasil intelijen dan aduan masyarakat, perkampungan tersebut telah ada selama empat tahun terakhir dan dilengkapi dengan listrik.

Baca juga: Malaysia Temukan Perkampungan Ilegal Warga Indonesia di Dalam Perkebunan Sawit, 130 Orang Ditahan

"Di pemukiman ilegal ini juga terdapat toko kelontong, warung makan, dan surau [tempat ibadah]. Sebagian besar orang asing ini bekerja sebagai petugas kebersihan, pelayan restoran, dan pekerja bangunan di daerah sekitar," katanya, seperti dikutip oleh kantor berita Bernama.

Ini bukan pertama kalinya penangkapan pekerja migran tidak terdokumentasi terjadi di Malaysia.

Pada Juni 2023, Otoritas Malaysia menemukan perkampungan ilegal WNI di Pulau Meranti, Puchong. Sebanyak 22 WNI dan warga Bangladesh ditahan selama penggerebekan daerah tersebut.

Hal yang sama terjadi pada Februari 2023, saat pihak imigrasi Malaysia menemukan dan menggerebek perkampungan ilegal warga Indonesia di Nilai, Negeri Sembilan. Sekitar 67 warga Indonesia ditahan karena melanggar peraturan imigrasi alias overstay.

Bahkan pada Juli 2017, sekitar 500 orang tenaga kerja WNI ditangkap oleh aparat hukum Malaysia.

Baca juga: Perjuangan Hamidah demi Mencoblos, Jalan Kaki 5 Km dari Malaysia ke TPS Sebatik

Razia terhadap tenaga kerja ilegal merupakan kelanjutan dari implementasi program legalisasi dokumen atau program E-Kad sementara pekerja asing oleh pemerintah Malaysia.

Koordinator Migrant Care Malaysia, Alex Ong, menjelaskan bahwa penangkapan pekerja migran tak berizin di Malaysia sudah terjadi “hampir setiap hari” dan ia memperkirakan ada ribuan WNI yang tertahan dan belum bisa pulang karena tak punya izin kerja.

Meskipun sudah ada skema rekalibrasi untuk membantu pekerja migran terdaftar secara resmi di negara itu, ia menyatakan masih ada ratusan ribu orang yang kesulitan karena syarat-syarat yang rumit dan calo-calo palsu.

“Apabila segala dokumen diserahkan pada orang tengah atau pencalo, banyak yang kasih janji-jani manis, kemudian ambil uang, ambil paspor dan kabur. Jadi, warga kita itu jadi kosong total,” ungkap Alex.

Baca juga: Ketua PPK Sebatik Minta Warga Menghafal Wajah DPT di TPS, Antisipasi Pemilih dari Malaysia

Tergiur janji-janji manis

Wakil Direktur Jenderal (Operasi) Imigrasi Malaysia, Jafri Embok Taha, mengatakan berdasarkan perkampungan tersebut sudah ada elama empat tahun terakhir.JABATAN IMIGRESEN MALAYSIA Wakil Direktur Jenderal (Operasi) Imigrasi Malaysia, Jafri Embok Taha, mengatakan berdasarkan perkampungan tersebut sudah ada elama empat tahun terakhir.
Sumarni, seorang WNI dari Ende Nusa Tenggara Timur, pertama pergi ke Malaysia untuk bekerja dan tinggal pada 2006 dengan visa pelancong. Ia mengingat betul di kala itu, ia ditawarkan kesempatan bekerja di luar negeri dengan gaji menggiurkan.

“Karena kelihatannya kalau di kampung itu, orang bisa melihat dari sedikit kekurangan kita. Terpancing gitu kan. Memang waktu saya enggak ada niatan ke luar negeri, cuma karena yang mau sponsor itu saudara mamaku sendiri.

“Dari segi bicaranya enggak ada masalah. Jadi dia bilang nanti saya kasih uang, nanti dapet duit, dikasih makan dari PT,” kata Sumarni kepada BBC News Indonesia, Senin (19/02).

Setelah berdiskusi panjang dengan ibunya dan adik-adiknya yang masih perlu dibiayai untuk sekolah, Sumarni akhirnya setuju. Ia kemudian dihubungkan pada agen dari perusahaan asal Arab Saudi yang membantunya mengurusi semua surat-surat.

Baca juga: TKI Asal Jember Tewas Dibunuh di Malaysia, Keluarga Ungkap Percakapan Terakhir

Namun, Sumarni saat itu tidak mengetahui bahwa ia bekerja di sana tanpa izin resmi.

“Yang kita tahu cuma, nanti kamu sampai di Malaysia kamu dijemput oleh agen. Nanti ada agen yang tulis nama kamu di situ, dan nama agen kamu. Nanti sampai di Bandara, lihat-lihat, ada agen yang jemput kamu dan antar ke sana,” ujar perempuan berusia 42 itu.

Baru pada 2021, Sumarni mendapatkan izin kerja dari pemerintah Malaysia setelah melalui proses administrasi yang “cukup rumit”. Sehingga, ia bisa menetap di Malaysia dengan aman.

Tak hanya Sumarni, seorang WNI pekerja kebersihan, Mice (bukan nama sebenarnya), juga menerima kesempatan untuk bekerja di Malaysia yang ditawarkan oleh pihak agen yang menjanjikan pendapatan yang jauh melebihi bekerja dalam negeri.

“Orang tua dan keluarga di kampung masih butuh uang. Jadi mesti kerja. Awalnya saya ikut itu agen, semacam kerja rumah tangga lepas selama tiga tahun,” kata Mice.

Namun setelah majikannya meninggal, ia seakan-akan “ditelantarkan” oleh agen yang pertama memberikannya kesempatan kerja tersebut. Kini, Rince bekerja sebagai pembersih dan menunggu jika ada panggilan.

Baca juga: Kapal Pengangkut 8 TKI Ilegal dari Malaysia Ditangkap di Riau

Proses pemutihan yang mahal dan rumit

Ilustrasi : kedatangan sejumlah eks TKI yang dideportasi Malaysia melalui pelabuhan Tunon Taka, Nunukan, KaltaraKompas.com/Ahmad Dzulviqor Ilustrasi : kedatangan sejumlah eks TKI yang dideportasi Malaysia melalui pelabuhan Tunon Taka, Nunukan, Kaltara
Operasi pemberantasan pendatang asing tanpa izin (PATI) di Malaysia resmi dilancarkan pada Juli 2018 setelah proses pemutihan lewat program penggajian dan penempatan kembali dinyatakan selesai pada akhir Juni 2018.

Program tersebut dijalankan sejak Februari 2016. Namun kenyataannya masih banyak tenaga kerja asing yang tidak mengikuti pemutihan atau gagal memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan.

Sumarni mengatakan bahwa ia sempat dimintai biaya hingga 8.000 Ringgit Malaysia (RM) atau setara Rp26 juta oleh calo untuk mengurus proses pemutihan untuk bekerja semula dan izin tinggal.

Baca juga: 3 Pegawai BP2MI Bandara Soetta Didakwa Pungli TKI Rp106 Juta

Namun, Sumarni menolak untuk membayar biaya tambahan tersebut. Sebab, di awal ia menandatangani kesepakatan untuk membayar 2.500 RM atau setara Rp8,16 juta.

“Banyak yang diminta langsung kasih uangnya, padahal sebenarnya kan tidak wajar seperti itu. Dari pemerintah arahannya bukan seperti itu, mekanismenya bukan seperti itu,“ tegas Sumarni.

Meski begitu, ia mengatakan kebanyakan migran WNI tidak mampu melalui proses pemutihan karena dokumen yang mereka miliki tidak lengkap, serta terbatasnya kuota yang tersedia oleh pemerintah Malaysia.

“Mungkin hanya 25% [pemohon] yang dapat, karena 75% itu banyak yang terkendala... Tidak semua layak [dapat izin], Tapi kerjanya agen-agen itu, yang mau menampung pekerja ini tidak sesuai syarat dari pemerintah,” ujar Sumarni.

Baca juga: Janjikan Korban Gaji Rp 23 Juta Per Bulan di Korsel, Mami SG Otaki Sindikat TKI Ilegal di Lampung

Koordinator Migrant Care di Malaysia, Alex Ong, mengatakan bahwa pemerintah Malaysia menyediakan anggaran untuk 250.000 orang agar mengikuti program rekalibrasi ataupun untuk regularisasi.

Namun, menurut Menteri Dalam Negeri, terdapat 1,1 juta orang yang memohon untuk pemutihan.

“Kalau kita lihat dari angka resmi ya, migran Indonesia yang mempunyai permit [kerja] di Malaysia itu lebih kurang 700 ribu orang [belum berizin]. Dan lebih kurang 95 ribu adalah pekerja migran rumah tangga,” kata Alex.

Ia mengatakan bahwa seringkali, pekerja migran tidak memilih jalur resmi sejak awal karena proses administrasinya yang rumit serta waktu tunggu 6-8 bulan yang biasa membuat majikan memotong gaji mereka.

“Kalau prosedural gajinya rendah dan mungkin tidak bisa menghidupkan keluarga mereka jadi mau tidak mau mereka perlu cari jalan keluar yang sesuai, yang bisa hidupkan mereka,” terangnya.

Baca juga: 3 Calon TKI Ilegal Mengaku Holiday di Korsel, Tepergok Tak Punya Tiket Pulang

Malaysia adalah negara tujuan TKI dengan upah minimum pada 2023 sebesar Rp5.100.000 per bulan.

Alex menambahkan gaji upah minimum tersebut yang tidak setara dengan biaya hidup di Malaysia yang semakin mahal membuat warga pergi dan membentuk kampung sendiri dengan paguyuban mereka.

Risiko besar pekerja migran tak berizin

15 pekerja migran yang dideportasi dari Malaysia tiba di Pelabuhan Pelni Larantuka, Kabupaten Flores Timur pada Sabtu (25/11/2023).Dokumen Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Flores Timur 15 pekerja migran yang dideportasi dari Malaysia tiba di Pelabuhan Pelni Larantuka, Kabupaten Flores Timur pada Sabtu (25/11/2023).
Direktur Eksekutif Migrant Care, Wahyu Susilo, mengatakan pekerja migran yang belum mengantongi izin kerja rentan dikriminalisasi dan ditangkap seperti yang terjadi dalam kasus kampung di Shah Alam, Selangor.

“Biasanya mereka ditahan di detensi imigrasi. Kemudian kalau ditemukan kesalahan-kesalahan berdasarkan pakta imigrasi. Mereka diadili dengan pakta imigrasi dan hukumannya bisa dipenjara lagi dan kemudian deportasi,” ujar Wahyu.

Ia mengkritik “standar ganda” yang diterapkan terhadap pekerja migran. Sebab, mereka seringkali menjadi pihak yang paling dirugikan, padahal perusahaan yang merekrut mereka untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja murah dan banyak tidak dimintai pertanggungjawaban.

“Mereka juga terpelihara oleh perusahaan-perusahaan kelapa sawit dan perkebunan, yang memanfaatkan kerentanan mereka sebagai pekerja undocumented, sehingga mereka tidak punya mobilitas ke mana-mana selain di perkebunan itu,“ jelasnya.

Baca juga: Penyelundupan 5 Calon TKI Ilegal Tujuan Malaysia Digagalkan di Pelabuhan Tunon Taka Nunukan

Malaysia merupakan salah satu negara penerima migran terbesar di Asia Tenggara, dengan jumlah pekerja migran terbanyak datang dari Indonesia.

Menurut data Migrant Care, jumlah warga negara Indonesia yang berdokumen berkisar antara 1,2 hingga 1,4 juta. Sedangkan, Wahyu memperkirakan sekitar 2,5 juta hingga 3 juta pekerja migran masih belum memiliki izin.

BBC Indonesia sudah berusaha menghubungi Duta Besar untuk Malaysia, Hermono, namun hingga berita ini dinaikkan dia belum memberikan tanggapan.

Pada pertemuan Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri (PM) Malaysia Anwar Ibrahim, Jokowi mengatakan bahwa ia dan Anwar sepakat untuk membentuk mekanisme khusus bilateral untuk menyelesaikan masalah pekerja migran Indonesia.

“Saya sangat menghargai sekali komitmen Dato Seri Anwar Ibrahim untuk memperkuat perlindungan pekerja migran Indonesia,“ kata Jokowi dalam jumpa pers pada Juni 2023, seperti dikutip Antara.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Berlayar Ilegal ke Australia, 6 Warga China Ditangkap di NTT

Berlayar Ilegal ke Australia, 6 Warga China Ditangkap di NTT

Regional
Video Viral Diduga Preman Acak-acak Salon di Serang Banten, Pelaku Marah Tak Diberi Uang

Video Viral Diduga Preman Acak-acak Salon di Serang Banten, Pelaku Marah Tak Diberi Uang

Regional
Tawuran 2 Kampung di Magelang, Pelaku Kabur, Polisi Amankan 5 Motor

Tawuran 2 Kampung di Magelang, Pelaku Kabur, Polisi Amankan 5 Motor

Regional
Dua Dekade Diterjang Banjir Rob, Demak Rugi Rp 30 Triliun

Dua Dekade Diterjang Banjir Rob, Demak Rugi Rp 30 Triliun

Regional
Rektor Universitas Riau Cabut Laporan Polisi Mahasiwa yang Kritik UKT

Rektor Universitas Riau Cabut Laporan Polisi Mahasiwa yang Kritik UKT

Regional
Pembuang Bayi di Semarang Tinggalkan Surat di Ember Laundry, Diduga Kenali Saksi

Pembuang Bayi di Semarang Tinggalkan Surat di Ember Laundry, Diduga Kenali Saksi

Regional
Pencuri Kain Tenun Adat di NTT Ditembak Polisi Usai 3 Bulan Buron

Pencuri Kain Tenun Adat di NTT Ditembak Polisi Usai 3 Bulan Buron

Regional
Duel Maut 2 Residivis di Temanggung, Korban Tewas Kena Tusuk

Duel Maut 2 Residivis di Temanggung, Korban Tewas Kena Tusuk

Regional
Tungku Peleburan di Pabrik Logam Lampung Meledak, 3 Pekerja Alami Luka Bakar Serius

Tungku Peleburan di Pabrik Logam Lampung Meledak, 3 Pekerja Alami Luka Bakar Serius

Regional
Pria Misterius Ditemukan Penuh Lumpur dan Tangan Terikat di Sungai Babon Semarang

Pria Misterius Ditemukan Penuh Lumpur dan Tangan Terikat di Sungai Babon Semarang

Regional
Wali Kota Semarang Minta PPKL Bantu Jaga Kebersihan Kawasan Kuliner di Stadion Diponegoro

Wali Kota Semarang Minta PPKL Bantu Jaga Kebersihan Kawasan Kuliner di Stadion Diponegoro

Regional
Korban Tewas Tertimpa Tembok Keliling di Purwokerto Bertambah, Total Jadi 2 Anak

Korban Tewas Tertimpa Tembok Keliling di Purwokerto Bertambah, Total Jadi 2 Anak

Regional
Tingkatkan Pengelolaan Medsos OPD Berkualitas, Pemkab Blora Belajar ke Sumedang dan Pemprov Jabar

Tingkatkan Pengelolaan Medsos OPD Berkualitas, Pemkab Blora Belajar ke Sumedang dan Pemprov Jabar

Regional
Ingin Tiru Aplikasi Sapawarga, Pemkab Blora Lakukan Kunjungan ke Pemprov Jabar

Ingin Tiru Aplikasi Sapawarga, Pemkab Blora Lakukan Kunjungan ke Pemprov Jabar

Regional
Cerita Jadi Jemaah Haji Termuda di Semarang, Halima Ngaku Sudah Nabung sejak TK

Cerita Jadi Jemaah Haji Termuda di Semarang, Halima Ngaku Sudah Nabung sejak TK

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com