Direktur Aliansi Demokrasi untuk Papua atau ALDP, Latifah Anum Siregar, mengatakan hilangnya hak suara pengungsi Nduga tidak lepas dari adanya kepentingan negara. Mulai dari penyelenggara dan peserta pemilu, pemerintah hingga aparat keamanan.
”Hak politik mereka direnggut negara, digunakan oleh negara untuk kepentingan penguasa. Kenapa negara? Karena itu terjadi secara sistemik dan terstruktur dilakukan,” katanya yang juga melakukan pemantauan pemilu pengungsi Nduga pada tahun 2019 lalu.
Anum mencontohkan, mayoritas distrik di Nduga telah ditinggalkan oleh warganya, seperti Distrik Paro yang menjadi pusat konflik bersenjata dan penahanan pilot Selandia Baru.
Baca juga: Pemilu 2024 di IKN, Warga: Suara Kami Diminta, tapi Tidak Pernah Didengarkan
Namun Anum memprediksi bahwa surat suara warga Paro, dan wilayah lain akan digunakan semua. Padahal mereka yang memiliki suara itu kemungkinan besar tidak dilibatkan dalam pemilu.
“Coba cek nanti di Paro, Mugi, Yal, yang tidak ada warga di sana, pasti ada suaranya. Demokrasi kita yang rusak, tapi mereka tidak punya pilihan, tidak punya daya tawar, karena hak pilihnya diambil alih penguasa,” tuding Anum.
Berkaca pada pengalaman 2019, kata Anum, pemilu saat itu dilakukan di Habema, perbatasan Nduga dan Jayawijaya. Para pengungsi dimobilisasi ke TPS yang dibuat sementara.
“Di sana yang milih tidak sampai 10 orang, jadi yang lain nonton. Mencoblos dalam jumlah besar pegang surat suara. Sekarang saya khawatir ini bertambah buruk karena terpusat di ibu kota,” katanya.
Baca juga: Soal Pemilu 2024, Menag: Perbedaan Tidak Perlu Lagi Dipertentangkan
Rentetan pelanggaran hak dasar yang dimiliki para pengungsi Nduga ini - dari hak untuk hidup, hak atas tempat tinggal hingga hak untuk memilih – menurut Anum merupakan dampak dari kegagalan negara dalam menyelesaikan konflik bersenjata dan mengembalikan pengungsi ke kampung halaman mereka.
”Ini bukan soal Papua merdeka atau NKRI harga mati, tapi bagaimana setiap warga negara mendapatkan hak mendasarnya,” kata Anum.
Bertahun-tahun hidup dalam pengungsian, ujar Anum, warga Nduga juga mengalami diskriminasi dan stigmatisasi.
“Mereka langsung dianggap sebagai kelompok yang melawan negara, padahal mereka adalah masyarakat sipil yang menjadi korban konflik bersenjata kedua belah pihak,” katanya.
Baca juga: Petugas KPPS Aceh Timur Meninggal Sehari Sebelum Pemilu
Senada, Direktur Eksekutif Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua (YKKMP), Theo Hasegem, melihat hilangnya hak politik para pengungsi ini semakin menegaskan pandangan bahwa mereka diposisikan sebagai ‘warga kelas dua’ yang secara sistematis didiskriminasi.
“Mereka bisa dikatakan warga kelas dua karena mereka tidak dilibatkan. Kita semua gagal dalam proses pemilihan ini,” kata Theo.
Pemilihan untuk 29 distrik dipusatkan di Kenyam. Tiga distrik lainnya yaitu Mbua, Dal, dan Iniye pemilihan dilakukan di masing-masing daerah itu.
Ketua KPU Provinsi Papua Pegunungan, Theodorus Kossay, mengatakan relokasi TPS yang dipusatkan di Kenyam karena pertimbangan dari sisi keamanan.
“Menurut surat yang kita dapat, berdasarkan hasil pertemuan Forkopimda, itu semata-mata karena kondisi keamanan dan juga surat dari pihak keamanan keluar,“ kata Theodorus.
Terkait dengan kekecewaan para pengungsi yang diungkapkan pengungsi ke saya, Theodorus mengaku belum mengetahuinya.
Baca juga: Pemilu saat Valentine, Pemilih Dapat Setangkai Bunga dan Cokelat
“Apakah masyarakat juga ikut diangkut ke sana, itu harus dipertimbangkan. Tapi dengar-dengar yang diangkut hanya penyelenggara pemilu saja.”
“Ini juga saya rasa menimbulkan tendensi konflik di masyarakat karena mereka tidak bisa hadir untuk melakukan sepakat di forum kesepakatan untuk memberikan suara ke siapa,“ tambahnya.
Namun Theodorus menegaskan bahwa dalam sistem noken kepala suku memiliki peran penting dalam memimpin musyarawah hingga mengambil keputusan.
“Itu [suara] jadi sah karena kesepakatan ada yang memimpin namanya kepala suku, yang hadir siapa-siapa saja dan dianggap sudah mewakili yang lain. Ada kekuasaan dari sang kepala suku,“ katanya.
Baca juga: Haedar Nashir Berharap Peserta Pemilu Legowo dan Tak Jemawa Terima Hasil Pemilu
Sementara itu, guna mencegah potensi kecurangan yang terjadi dalam pemilihan, Theodorus mengatakan bahwa setiap TPS telah dilengkapi dengan formulir C kejadian khusus.
Kertas itu digunakan untuk mencatat setiap proses sistem noken, dari pengambilan kata sepakat, peran kepala suku, masyarakat yang terlibat hingga hasilnya.
Ketua Bawaslu Provinsi Papua Pegunungan, Fredy Wamo, melihat bahwa kekecewaan para pengungsi itu tidak lepas karena para pengambil keputusan tidak bisa menjangkau semua pengungsi Nduga yang tersebar di banyak wilayah.
“Mungkin kendalanya karena terpencar-pencarnya para pengungsi yang menyebabkan tidak bisa terakomodir secara bulat,” katanya.
Baca juga: 32 Napi di Rutan Kelas 2 B Situbondo Tidak Bisa Memilih dalam Pemilu 2024
Tapi terlepas dari itu, Fredy meminta kepada aparat keamanan dan pemerintah untuk mengembalikan para pengungsi ke tempat asal mereka.
“Negara harus bisa hadir untuk bisa membawa masyarakat kembali ke tempat masing-masing sehingga hak politik mereka bisa disalurkan. Kita juga tidak lagi dipusingkan dengan banyak masalah pengungsi ini yang sejak 2018 sampai hari ini. Mereka tercerai berai kemana saja,“ katanya.
Sebelumnya, Pangdam XVII/Cenderawasih Mayjen TNI Izak Pangemanan mengatakan, sejumlah distrik di Nduga dalam keadaan kosong ditinggal warganya yang mengungsi, di antaranya adalah Mapenduma, Paro, Yal, Dal, dan Mugi.
Izak menambahkan, keberadaan warga yang mengungsi itu telah didata sehingga saat pencoblosan mereka tetap dapat menyalurkan hak pilihnya.
Namun, pernyataan Izak tentang pencoblosan itu tidak sesuai dengan apa yang saya temukan di lapangan.
Baca juga: TGB: Dirty Vote Peringatan untuk Menjaga dan Mengawal Pemilu 2024
Hak setiap warga negara Indonesia seperti untuk hidup, hak atas tempat tinggal, dan hak untuk memilih hingga dipilih dalam pesta demokrasi dilindungi oleh undang-undang.
Dari setiap wajah pengungsi Nduga yang saya temui masih tersimpan asa dan kepedulian untuk memilih calon-calon pemimpin bangsa.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.