Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nestapa Pengungsi Nduga Papua, Bertahun-tahun Terusir dari Rumah, Kini Hak Suara Direnggut Paksa

Kompas.com - 15/02/2024, 06:06 WIB
Rachmawati

Editor

Saya terdiam sesaat mendengar itu.“Saya minta maaf atas kondisi yang Mama alami,“ ujar saya yang kemudian diartikan ke bahasa Nduga oleh seorang warga.

Di sela-sela aktivitasnya membersihkan kebun, Yabanggal yang mengaku pertama kali membangun rumah pengungsi di Sekom merasa sedih karena dia tidak bisa memilih.

Yabanggal bercerita ingin memilih pemimpin yang bisa membawa para pengungsi pulang ke kampung halaman dengan aman.

“Kami punya hak itu sudah diabaikan dan tidak dihargai. Pemilihan di Kenyam tidak tahu pilih siapa, tidak tahu apakah peduli sama kami pengungsi ini atau tidak,“ ujarnya.

Para pengungsi Nduga di Sekom berasal dari beragam wilayah, seperti di antaranya Mapenduma, Yigi, dan Mugi.

Baca juga: Pencoblosan 4 Kabupaten di Papua Tertunda, Ada Kendala Distribusi Logistik

Kini terdapat sekitar 67 kepala keluarga yang tinggal di sini.

Seorang pengungsi Broangen Wanikbo yang saya temui juga merasa hak suaranya diabaikan akibat keputusan yang dia sebut sepihak.

“Kami dari ujung pukul sana yang di atas, sampai bawah, tidak memiliki hak memilih, karena TPS tidak ada di sini."

"Suara sudah bawa ke Kenyam. Dan kami pengungsi dimana pun kami tidak memilih,“ kata Broangen dalam bahasa Nduga.

"Surat suara itu tidak sah"

Ketua Kelasis Mugi Gereja KINGMI yang saya temui di Sekom, Pendeta Kones Kogeya menegaskan bahwa suara warga pengungsi digunakan tanpa adanya persetujuan dan musyawarah.

Dengan tegas Kones mengatakan bahwa surat suara itu adalah tidak sah.

“Mereka pergi ke Kenyam, pengungsi tinggal. Mereka hanya cari keuntungan sendiri. Suaranya tidak sah itu,” katanya.

Menurut Kones, pemilu 2024 adalah peristiwa penting bagi para pengungsi untuk memilih pemimpin yang peduli pada nasib mereka.

Namun, harapan itu kini menjadi kekecewaan.

Baca juga: Pj Gubernur Papua Barat Daya Pastikan Distribusi Logistik Pemilu Lancar

Kementerian Sosial, pada tahun 2019, mencatat setidaknya terdapat 2.000 pengungsi yang tersebar di beberapa titik, dari Wamena, Lanny Jaya, hingga Asmat.

Angka ini jauh dibawah data yang dihimpun Tim Solidaritas untuk Nduga, yang mencatat sedikitnya 5.000 warga Nduga yang mengungsi.

Hingga kini belum ada satu data yang akurat mencatat jumlah pengungsi Nduga.

Ditarik lebih luas di Papua, menurut data KontraS, jumlah pengungsi internal korban konflik bersenjata telah mencapai lebih dari 60.000 per Desember 2022.

Mereka berasal dari Nduga, Maybrat, Pegunungan Bintang, Intan Jaya, Yahukimo, dan Kabupaten Puncak.

"Hak suara saya direnggut paksa"

Ester, warga Nduga berusia 17 tahun yang begitu ingin menyalurkan suaranya pada pemilu 2024.BBC Indonesia Ester, warga Nduga berusia 17 tahun yang begitu ingin menyalurkan suaranya pada pemilu 2024.
Dari Kampung Sekom saya kembali ke Wamena untuk bertemu warga Nduga Ester Sarahvina Wennay Payage yang kini berusia 17 tahun.

Berbicara tentang konflik bersenjata yang terjadi di kampungnya Nirkuri adalah hal yang memilukan bagi Ester.

Kenangan-kenangan indah masa kecil itu kini sirna.

Satu per satu keluarga yang dia cintai menjadi korban. Dan, kini pulang ke kampung menjadi kerinduan yang sangat mendalam baginya.

“Pengen sekali [pulang]. Mau liat nenek punya kuburan, adik mama punya kuburan, bersihkan halaman rumah saja. Sekarang tidak bisa, mau pulang saja sudah dicegah,“ ujarnya.

Baca juga: Jelang Pencoblosan, Polda Papua Barat Bentuk Satgas Anti-Politik Uang

Kenangan terakhir akan kampung adalah saat Ester masih berusia 10 tahun.

“Keluarga kita kumpul-kumpul, jemput kami di Bandara Yigi, naik ke Nirkuri di gunung atas. Ramai kita jalan kaki sama-sama ke nenek punya rumah,“ katanya.

Berangkat dari pengalaman pahit itu, Ester begitu ingin menyalurkan suaranya pada pemilu 2024.

Dia ingin memilih calon yang dapat memimpin para pengungsi memperjuangkan hak mereka. Apalagi, tahun ini menjadi pemilu pertama bagi Ester untuk menyalurkan hak suaranya.

Namun, semangat itu berubah jadi amarah karena hak suaranya dia sebut “direnggut paksa“.

Baca juga: Bawaslu Ungkap 4.211 TPS Sulit Dijangkau, Belum Termasuk Papua

“Kami kan warga negara ini. Kami wajib memilih. Tapi kami tidak bisa, kenapa hak-hak kami direnggut paksa satu per satu?” kata Ester yang kini berkuliah mengambil jurusan hukum untuk memperjuangkan hak pengungsi Nduga.

Senada, seorang pemuda Nduga yang merupakan salah satu kordinator pengungsi Nduga tahun 2018, Arim Tabuni mengatakan hak hidup para pengungsi telah dicabut dari kampung halaman, dan kini hak suara mereka pun dirampas.

”Orang sakit pasang infus saja bisa memilih, orang sakit jiwa bisa memilih, tapi kami warga pengungsi Nduga yang sehat kenapa tidak bisa?”

”Di negara lain mereka buat tenda darurat tempat pemilihan untuk pengungsi, tapi negara ini tidak ada,” katanya.

Setiap warga negara Indonesia dilindungi oleh undang-undang untuk dapat memilih maupun dipilih.

Baca juga: Orang Rimba yang Ikut Pemilu Tersesat di Kertas Suara

Pasal 43 Ayat (1 dan 2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) menegaskan bahwa, “Setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan”.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Update Kasus Penemuan Mayat di Indekos Cirebon, Korban Berlumuran Darah dan Sempat Disembunyikan di Dalam Lemari Baju

Update Kasus Penemuan Mayat di Indekos Cirebon, Korban Berlumuran Darah dan Sempat Disembunyikan di Dalam Lemari Baju

Regional
KPU Karawang Polisikan Pembuat SK Palsu Caleg Terpilih

KPU Karawang Polisikan Pembuat SK Palsu Caleg Terpilih

Regional
Diduga Lecehkan Santri, Ponpes di Sekotong Lombok Dirusak Warga

Diduga Lecehkan Santri, Ponpes di Sekotong Lombok Dirusak Warga

Regional
Didorong Maju Pilkada, Rumah Petani di Brebes Digeruduk Ribuan Warga

Didorong Maju Pilkada, Rumah Petani di Brebes Digeruduk Ribuan Warga

Regional
Kaget Ada Motor yang Melintas, Truk di Semarang Tabrak Jembatan Penyeberangan Orang

Kaget Ada Motor yang Melintas, Truk di Semarang Tabrak Jembatan Penyeberangan Orang

Regional
Tawuran Pelajar SMK di Jalan Raya Bogor, Satu Tewas akibat Luka Tusukan

Tawuran Pelajar SMK di Jalan Raya Bogor, Satu Tewas akibat Luka Tusukan

Regional
Kunjungi Banyuwangi, Menhub Siap Dukung Pembangunan Sky Bridge

Kunjungi Banyuwangi, Menhub Siap Dukung Pembangunan Sky Bridge

Regional
Berlayar Ilegal ke Australia, 6 Warga China Ditangkap di NTT

Berlayar Ilegal ke Australia, 6 Warga China Ditangkap di NTT

Regional
Video Viral Diduga Preman Acak-acak Salon di Serang Banten, Pelaku Marah Tak Diberi Uang

Video Viral Diduga Preman Acak-acak Salon di Serang Banten, Pelaku Marah Tak Diberi Uang

Regional
Tawuran 2 Kampung di Magelang, Pelaku Kabur, Polisi Amankan 5 Motor

Tawuran 2 Kampung di Magelang, Pelaku Kabur, Polisi Amankan 5 Motor

Regional
Dua Dekade Diterjang Banjir Rob, Demak Rugi Rp 30 Triliun

Dua Dekade Diterjang Banjir Rob, Demak Rugi Rp 30 Triliun

Regional
Rektor Universitas Riau Cabut Laporan Polisi Mahasiwa yang Kritik UKT

Rektor Universitas Riau Cabut Laporan Polisi Mahasiwa yang Kritik UKT

Regional
Pembuang Bayi di Semarang Tinggalkan Surat di Ember Laundry, Diduga Kenali Saksi

Pembuang Bayi di Semarang Tinggalkan Surat di Ember Laundry, Diduga Kenali Saksi

Regional
Pencuri Kain Tenun Adat di NTT Ditembak Polisi Usai 3 Bulan Buron

Pencuri Kain Tenun Adat di NTT Ditembak Polisi Usai 3 Bulan Buron

Regional
Duel Maut 2 Residivis di Temanggung, Korban Tewas Kena Tusuk

Duel Maut 2 Residivis di Temanggung, Korban Tewas Kena Tusuk

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com