Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nestapa Pengungsi Nduga Papua, Bertahun-tahun Terusir dari Rumah, Kini Hak Suara Direnggut Paksa

Kompas.com - 15/02/2024, 06:06 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Ratusan orang asal Nduga, Provinsi Papua Pegunungan, telah mengungsi selama hampir enam tahun tanpa tahu kapan bisa pulang dan hidup dengan sedikit sentuhan dari pemerintah. Namun, nestapa mereka tidak berhenti di situ.

Mereka mengaku hak konstitusional sebagai warga negara Indonesia direnggut karena tidak dapat menyalurkan hak suara pada Pemilu 2024.

Mereka pun mempertanyakan komitmen negara, apakah mengakui mereka sebagai warga negara Indonesia atau tidak.

Wartawan BBC News Indonesia, Raja Eben Lumbanrau, bertemu dengan para pengungsi yang kini hidup dalam ‘keterbatasan dan stigmatisasi’ di pinggiran Wamena, di provinsi yang baru dimekarkan melalui kebijakan pemerintahan Joko Widodo.

Baca juga: Nduga Masuk Wilayah Rawan, Pemungutan Suara Dimungkinkan Terpusat di Kenyam

Tangis Elkana Murib, warga dari Distrik Nirkuri, Kabupaten Nduga, pecah ketika mengenang trauma yang melukai hidupnya enam tahun lalu.

Dia bercerita rumahnya dan warga lain di Nirkuri hangus terbakar. Konflik bersenjata berkecamuk antara aparat keamanan TNI/Polri dengan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM), pimpinan Egianus Kogoya.

“Kini tinggal gereja yang berdiri, mungkin hanya rangka dan seng saja. Tidak ada orang di sana lagi, semua jadi pengungsi,“ kata Elkana yang kini mengungsi di wilayah Ilekma, Kabupaten Jayawijaya, Sabtu (10/02).

Rentetan konflik bersenjata terjadi di Nduga pada tahun 2018. Saat itu, terjadi penyerangan di ibu kota Nduga, Kenyam, yang menewaskan tiga orang. Lalu diikuti penembakan dua pesawat Trigana, hingga akhirnya mencapai puncak saat belasan pekerja PT Istaka Karya yang mengerjakan proyek Trans Papua di Gunung Kabo, dibunuh pada akhir tahun itu.

Baca juga: Pangdam Sebut Sejumlah Kampung di Nduga Kosong Ditinggal Warganya Mengungsi karena Takut KKB

Elkana Murib, warga dari Distrik Nirkuri, Kabupaten Nduga.BBC Indonesia Elkana Murib, warga dari Distrik Nirkuri, Kabupaten Nduga.
Pemerintah lalu merespons pembunuhan itu dengan melakukan operasi militer. Pasukan keamanan gabungan dikerahkan untuk mengejar para pelaku yang berasal dari TPNPB-OPM.

Membawa ketiga anaknya yang masih kecil dan tanpa bekal, Elkana berjalan kaki menyusuri belantara hutan pegunungan yang dingin untuk menyelamatkan diri.

Hal sama juga dialami ratusan warga lain dari kampungnya. Mereka terpisah-pisah. Ada yang mengungsi ke Lanny Jaya, Timika, Yahukimo, Wamena, dan wilayah lainnya.

Hampir seminggu menyusuri hutan, Elkana tiba di Wamena dan kemudian menetap hingga sekarang di Ilekma.

Enam tahun berlalu, rasa rindu kampung halaman tidak pernah hilang. Kenangan kebersamaan antara dirinya dengan warga kampung membuat matanya kembali berlinang.

Baca juga: Lagi, 2 Prajurit TNI Gugur Usai Diserang KKB di Nduga

“Setiap Natal selalu kumpul bersama orang tua di kampung, bakar batu, makan bersama. Tapi sekarang sudah pecah belah antara satu sama lain, dan mengungsi cari kehidupan masing-masing,“ katanya.

Apa yang dialami oleh Elkana masih terus terjadi dan dialami warga Nduga hingga kini. Pada Februari 2023 dilaporkan puluhan warga Distrik Paro mengungsi ke Kenyam, setelah terjadi pembakaran pesawat pilatus milik Susi Air.

Kemudian pada Juli 2023, sebanyak 63 warga Distrik Kroptak, Nduga, berjalan empat hari untuk mengungsi ke Kenyam.

Konflik bersenjata antara aparat keamanan dengan TPNPB-OPM pun terus memanas hingga sekarang.

Baca juga: 4 Prajurit TNI yang Gugur Ditembak KKB di Nduga Akan Dapat Kenaikan Pangkat Luar Biasa

Pilot asal Selandia Baru Philips Mark Mehrtens yang masih disandera kelompok Egianus seakan-akan menutup pintu terjadinya penurunan tensi keamanan di Nduga.

"Apakah kami bukan bagian dari Indonesia?"

Warga pengungsi Nduga di wilayah Ilekma, Kabupaten Jayawijaya, Sabtu (10/02).BBC Indonesia Warga pengungsi Nduga di wilayah Ilekma, Kabupaten Jayawijaya, Sabtu (10/02).
Trauma masa lalu itu kembali muncul ketika Elkana bicara tentang Pemilu 2024. Dia merasa kecewa karena hak suaranya sebagai warga negara Indonesia dirampas secara paksa.

Elkana mengatakan, para pengungsi di wilayahnya dan juga mayoritas pengungsi Nduga, tidak bisa memilih.

Mereka kini hanya menjadi penonton dalam gegap gempita pesta demokrasi.

KPU memutuskan pelaksanan pemilu untuk Elkana dan warga lain dari 29 distrik dipusatkan di ibu kota Kabupaten Nduga, Kenyam.

Harapan para pengungsi agar disediakan tempat pemungutan suara (TPS) di wilayah mereka, kata Elkana, sirna.

Baca juga: Quick Count Litbang Kompas Data 73,5 Persen: Prabowo Unggul 80,8 Persen di Maluku-Papua

Padahal, untuk ke Kenyam, para pengungsi harus menggunakan pesawat kecil berbiaya jutaan rupiah. Hal yang tidak mungkin mereka lakukan karena untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja sudah sulit.

“Sistem perwakilan sekarang kami tidak puas. Kami tidak tahu yang memilih atas nama kami itu memilih siapa. Tidak ada musyawarah. Jadi kami tidak tahu sama sekali suara kami ke mana,” katanya.

”Mereka anggap kami ini tidak punya hak untuk memilih. Apakah kami bukan bagian dari negara Indonesia? Kami kan bagian dari Indonesia” keluh Elkana.

Di Kabupaten Nduga pelaksanaan pemilu dilakukan dengan sistem noken.

Varian dari metode ini salah satunya dikenal dengan istilah sistem kesepakatan dan bungkus. Artinya, dukungan suara pemilih di salah satu kampung diberikan kepada calon tertentu.

Baca juga: 11 Kabupaten di Papua Tengah dan Pegunungan Pakai Sistem Noken pada Pemilu 2024

Proses pengambilan keputusan ini harusnya dilakukan dengan musyawarah yang melibatkan seluruh warga. Setelah diputuskan maka diutus perwakilan untuk menyampaikan kesepakatan itu.

Namun, Elkana mengatakan, kenyataannya warga pengungsi di wilayahnya tidak dilibatkan dalam musyawarah.

"Bapak tolong kasih kami pulang"

Yabanggal Wandikbo, pengungsi Nduga.BBC Indonesia Yabanggal Wandikbo, pengungsi Nduga.
Ungkapan kekecewaan juga bergema di wilayah pengungsian lain.

Saya menuju salah satu pusat pengungsian warga Nduga di Kampung Sekom, Distrik Muliama, Wamena.

Barisan gunung menemani perjalanan saya untuk bertemu Yabanggal Wandikbo.

Mama tiga anak ini mengungsi pada 2018 dari Nduga ke Lanny Jaya, hingga akhirnya tiba di Sekom empat tahun lalu.

Hal pertama yang diungkapkan oleh Yabanggal saat bertemu saya adalah “Bapak-Bapak yang baik tolong kasih kami pulang ke rumah. Saya cuma ingin itu, mau pulang,“ katanya dengan bahasa Nduga.

Baca juga: TNI Kerahkan Helikopter Super Puma Kirim Kotak Suara Ke TPS di Papua

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Mantan Gubernur hingga Kiai Daftar Ikut Pilkada Babel Lewat PDI-P

Mantan Gubernur hingga Kiai Daftar Ikut Pilkada Babel Lewat PDI-P

Regional
Alasan Milenial hingga Pelaku UMKM Dukung Mbak Ita Kembali Pimpin Semarang

Alasan Milenial hingga Pelaku UMKM Dukung Mbak Ita Kembali Pimpin Semarang

Regional
Rektor Unri Ternyata Belum Cabut Laporan Polisi terhadap Mahasiswa Pengkritik UKT

Rektor Unri Ternyata Belum Cabut Laporan Polisi terhadap Mahasiswa Pengkritik UKT

Regional
Prakiraan Cuaca Pekanbaru Hari Ini Jumat 10 Mei 2024, dan Besok : Siang ini Hujan Petir

Prakiraan Cuaca Pekanbaru Hari Ini Jumat 10 Mei 2024, dan Besok : Siang ini Hujan Petir

Regional
Maju Pilkada 2024, Petani di Sikka Daftar Cawabup di 2 Partai

Maju Pilkada 2024, Petani di Sikka Daftar Cawabup di 2 Partai

Regional
Jelang Penutupan Pendaftaran Pilkada Semarang di PDI-P, Mbak Ita Bertolak ke Jakarta

Jelang Penutupan Pendaftaran Pilkada Semarang di PDI-P, Mbak Ita Bertolak ke Jakarta

Regional
Pelajar SMK Ditemukan Tewas di Pinggir Jalan, Awalnya Dikira Korban Kecelakaan, Ternyata Dibunuh Teman

Pelajar SMK Ditemukan Tewas di Pinggir Jalan, Awalnya Dikira Korban Kecelakaan, Ternyata Dibunuh Teman

Regional
Pernah Viral karena Nasi Goreng, Ade Bhakti Akan Ambil Formulir Pendaftaran Pilkada Semarang di PDI-P

Pernah Viral karena Nasi Goreng, Ade Bhakti Akan Ambil Formulir Pendaftaran Pilkada Semarang di PDI-P

Regional
Awal Mula Rektor Unri Laporkan Mahasiswanya ke Polisi karena Kritik UKT hingga Laporan Dicabut

Awal Mula Rektor Unri Laporkan Mahasiswanya ke Polisi karena Kritik UKT hingga Laporan Dicabut

Regional
Sempat Dihentikan akibat Protes Kenaikan, Registrasi Mahasiswa Baru Unsoed Kembali Dibuka

Sempat Dihentikan akibat Protes Kenaikan, Registrasi Mahasiswa Baru Unsoed Kembali Dibuka

Regional
Bawa Bendara RMS Saat Nobar Timnas di Ambon, Anak di Bawah Umur Diamankan

Bawa Bendara RMS Saat Nobar Timnas di Ambon, Anak di Bawah Umur Diamankan

Regional
Cerita Bripka Leonardo, Polisi yang Ubah Mobil Pribadi Jadi Ambulans Gratis

Cerita Bripka Leonardo, Polisi yang Ubah Mobil Pribadi Jadi Ambulans Gratis

Regional
Kisah Relawan Tagana di Banten, Minim Fasilitas, Sering Pakai Uang Pribadi untuk Tugas

Kisah Relawan Tagana di Banten, Minim Fasilitas, Sering Pakai Uang Pribadi untuk Tugas

Regional
Soal Mutilasi di Ciamis, Apakah Orang dengan Gangguan Jiwa Berpotensi Melakukan Tindak Kejahatan?

Soal Mutilasi di Ciamis, Apakah Orang dengan Gangguan Jiwa Berpotensi Melakukan Tindak Kejahatan?

Regional
Sempat Laporkan Mahasiswanya ke Polisi, Rektor Unri: Tak Ada Maksud Mengkriminalisasi

Sempat Laporkan Mahasiswanya ke Polisi, Rektor Unri: Tak Ada Maksud Mengkriminalisasi

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com