LEBAK, KOMPAS.com - Relawan Taruna Siaga Bencana (Tagana) di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, bekerja di tengah minimnya fasilitas. Markas menumpang, hingga tidak adanya alat transportasi yang memadai untuk terjun ke lapangan.
Tagana Kabupaten Lebak didirikan 2005 silam. Hingga saat ini ada sekitar 200 anggota aktif yang terdaftar.
Salah satu anggota terlama adalah Aan Wiguna. Dia juga turut menjadi pelopor Forum Koordinasi (FK) Tagana saat dibentuk 19 tahun lalu.
Baca juga: Kisah Srikandi Tagana Lawan Stigma, Rela Tinggalkan Keluarga demi Tangani Bencana
Aan mengaku menjadi relawan Tagana merupakan panggilan hati. Apalagi dia sebelumnya juga aktif di berbagai organisasi relawan seperti Palang Merah Indonesia (PMI) dan juga Komunitas Penyanyi Jalanan (KPJ) Rangkasbitung.
“Karena panggilan hati, kita seringnya kerja ikhlas, mangkanya lebih sering pakai uang pribadi ketika turun ke lapangan. Bukan karena kita kaya, tapi karena minimnya operasional dan fasilitas Tagana di Lebak ini,” kata Aan saat berbincang dengan Kompas.com di Markas Tagana Lebak, Kamis (9/5/2024).
Baca juga: Kesaksian Tagana Lubuklinggau, Bukan soal Uang tapi Selamatkan Orang
Aan mengatakan, Lebak merupakan salah satu wilayah yang kerap dilanda bencana di Banten. Seperti banjir, longsor, kebakaran, banjir bandang, dan juga tanah bergerak di beberapa titik.
Saat bencana terjadi, relawan langsung turun ke lokasi ketika mendapat informasi. Mau tidak mau, fasilitas seperti transportasi dan uang pribadi harus dikeluarkan.
“Belum tentu diganti (operasionalnya), tapi kita ada kepuasan turun lebih dulu dan bantu korban secepat mungkin,” beber Aan.
Relawan Tagana mendapat honor dari Kementerian Sosial. Honor tersebut merupakan uang tali asih yang turun tiap semester atau enam bulan sekali. Jumlahnya Rp 250.000 perbulan.
“Uang tersebut juga biasanya dipakai untuk pertolongan pertama korban kalau kena bencana, kita sediakan logistik untuk korban karena bantuan biasanya akan datang pada hari kedua,” kata Aan.
Di sela kegatannya sebagai relawan, Aan bekerja sebagai honorer di Dinas PUPR Provinsi Banten. Aktivitas sebagai relawan dia akan lakukan setelah pekerjaan utamanya selesai.
Sebagai relawan terlama di Tagana Lebak, Aan sudah ratusan kali terjun ke berbagai lokasi bencana. Tidak hanya di Lebak tapi juga di kota lain seperti Cianjur, Yogyakarta, Padang, bahkan pernah turun ke tsunami Aceh, satu tahun sebelum Tagana dibentuk.
Karena panggilan tugas tersebut, Aan kerap meninggalkan keluarga. Dia bisa berhari-hari di lokasi bencana untuk mengurus korban.
“Alhamdulillah keluarga sudah paham dengan kegiatan saya, sementara untuk kerjaan utama biasanya ada izin khusus dari Dinsos,” tutur dia.
Banyak suka dan duka yang pernah dirasakan selama menjadi relawan. Yang paling berkesan, ketika banjir Pluit 2015.