"Kami ndak minta banyak, kami ndak pernah merampas hak orang. Ini kan tanah orang tua kami, nenek moyang kami yang kami pertahankan."
Namun apa yang diharapkan Pandi dan Syamsiah belum juga terwujud. Terkadang, dia mengaku lelah berjuang. Meski semangat itu kemudian timbul lagi lantaran khawatir dengan masa depan anak-anaknya.
Baca juga: Bawaslu Solo Klaim Belum Temukan Dugaan Kecurangan Pemilu sejak Masa Tenang sampai Pencoblosan
Dia tidak mau anak-anaknya mengalami persoalan yang sama: terusir dari kampung sendiri karena tak memiliki legalitas atas tanah yang mereka diami berpuluh-puluh tahun lamanya.
"Siapa pun yang duduk di atas, tolong perhatikan kami. Keluarkan kami peraturan daerah pengakuan masyarakat adat itu biar kami tenang. Masalahnya, kami masih sangat ketakutan," kata dia.
Pemilu kali ini pun membuat dia merasa "bingung" karena situasinya berbeda dengan pemilu-pemilu sebelumnya.
Di satu sisi, hasil pemilu ini berpengaruh besar bagi nasib mereka. Namun di sisi lain, harapannya tipis untuk didengar.
"Masa suara kami diminta, tapi kami ndak pernah didengarkan," kata Syamsiah.
Baca juga: Cerita Pasien Cuci Darah Gunungkidul Ikut Pemilu 2024 di Rumah Sakit
Meski demikian, Syamsiah dan Pandi menyatakan akan tetap menyalurkan hak pilihnya di kotak suara.
"Karena nasib kami nanti bergantung pada pemerintah," kata Pandi.
Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kalimantan Timur, Saiduani Nyuk, mengatakan siapa pun presiden dan wakil presiden yang nantinya terpilih, masyarakat adat yang terpinggirkan akibat proyek IKN “akan tetap kalah”.
Sejak proyek IKN dicanangkan pada 2019, AMAN mengatakan belum ada pengakuan dan perlindungan hukum terhadap status masyarakat adat dan tanah yang telah mereka diami secara turun temurun.
Pengakuan secara hukum itu, menurut AMAN, penting untuk memastikan masyarakat adat tidak terusir dari tanahnya.
Akan tetapi dalam kontestasi pilpres, komitmen soal hak-hak masyarakat adat itu dinilai “luput” dari ketiga pasangan calon.
Baca juga: TGB: Dirty Vote Peringatan untuk Menjaga dan Mengawal Pemilu 2024
Dua dari tiga paslon dinilai menyinggung keberlanjutan IKN tanpa menyoroti hak-hak masyarakat adat. Sedangkan satu paslon lainnya belum cukup menjelaskan komitmennya terhadap masyarakat adat.
“Siapapun jadi presiden, tentu akan melanggengkan oligarki, tentu hanya pemainnya yang berbeda. Tidak akan berubah kalau kami melihat dari situasi dan visi-misi [para capres]. Tidak ada yang bicara soal hak masyarakat adat di IKN,” kata Duan kepada BBC News Indonesia.
Duan mengatakan hal itu bisa jadi merupakan pertanda buruk, mengingat pada 2015 lalu Presiden Jokowi yang berkomitmen untuk melindungi masyarakat adat saja pada akhirnya justru mengabaikan hak-hak mereka.
Menanggapi keresahan masyarakat adat tersebut, Sekretaris Otorita IKN Achmad Jaka Santos Adwijaya mengatakan bahwa dalam proses pembangunan "tidak mungkin semua pihak terpuaskan".
Baca juga: Anies-Muhaimin Unggul di 5 TPS Pesisir Selatan Sumbar
"Bukan berarti yang tidak puas itu salah, mereka punya hak untuk mencoba meraih hak yang terbaik. Tapi lagi-lagi kalau kami bekerja, basis utama kami adalah aturan hukum yang berlaku," tutur Jaka menyinggung soal penentuan harga tanah untuk ganti rugi lahan warga.
Meski tidak semua pasangan calon menyatakan komitmennya secara tegas soal keberlanjutan IKN, Sekretaris Otorita Jaka Santos mengatakan bahwa mereka "optimistis" soal keberlanjutan megaproyek ini.
Salah satu acuannya adalah Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2023 Tentang Ibu Kota Negara.
"Sepanjang itu berdasarkan Undang-Undang yang berlaku, kita tidak ada alasan untuk tidak menjalankan Undang-Undang, kecuali UU-nya semua disetop lalu ada perintah baru, ya itu tentunya keputusan rakyat, bukan keputusan pemerintah sendiri," kata Jaka.
Menurut Jaka, "yang namanya presiden pasti akan menjalankan UU".
"Jadi kita tidak perlu ragu soal itu. Bahwa nanti tiba-tiba meskipun tidak ditulis, tapi [proyeknya] dilaksanakan, ya itu karena melaksanakan UU. Kecuali UU-nya berubah," sambung dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.