Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemilu 2024 di IKN, Warga: Suara Kami Diminta, tapi Tidak Pernah Didengarkan

Kompas.com - 14/02/2024, 17:18 WIB
Rachmawati

Editor

Syarariah mengaku tidak menolak kehadiran IKN, bahkan dia menyebebut megaproyek ini “jangan sampai mangkrak” di era pemerintahan yang baru nanti. Hanya saja, dia ingin menjadi bagian dari IKN, bukan diusir dari tanahnya

Baca juga: Pemilu Tak Menghalangi Seleksi dan Evaluasi Investasi Asing di IKN

“Kami ingin ikut menikmati, katanya nanti IKN ini ada teknologi canggihnya, ada motor yang pakai listrik, kami ingin lihat lah itu, IKN itu bagaimana nantinya,” tutur Syarariyah.

“Kalau pemerintah punya kebijakan, ya kami tinggalkan di sini juga dengan kesehatan dan ekonomi terjamin.”

“Saya berharap pemimpin yang adil untuk kesejahteraan orang tempatan seperti di IKN, yang terdampak, yang tinggal di sini. Tolong lah disejahterakan semuanya. Saya mohon itu saja, segala halnya diperhatikan dari pendidikan. Saya tidak mau dia punya janji tapi tidak ditepati,” ujarnya.

“Ini tempat kami sendiri, masa tuan rumah mau dilempar ke sana kemari? Kan ndak mungkin.”

"Mudah-mudahan mata pemerintah terbuka"

Pandi dan istrinya, Syamsiah, adalah salah satu di antara segelintir orang yang masih getol memperjuangkan pengakuan atas hak-hak masyarakat adat yang terdampak proyek IKN.

Ketika ditemui pada Minggu (11/02), Pandi bercerita bahwa rumahnya nyaris masuk ke dalam area normalisasi Sungai Sepaku.

Sungai yang berada persis di belakang rumahnya itu akan diperlebar dan dibangun tanggul untuk mengendalikan banjir di wilayah IKN.

Pandi kemudian memprotes batas normalisasi itu, sebab itu berarti rumahnya akan tergusur. Alhasil, patok pembatas itu bergeser ke belakang rumahnya.

Tetapi itu tidak serta merta membuat Pandi lega. Kekhawatiran bahwa dia dapat tergusur kapan saja masih menghantui Pandi dan istrinya, Syamsiah.

Baca juga: Kapten Tim Provinsi Amin Jatim Optimistis Pemilu Dua Putaran

Apalagi, sebagai masyarakat adat dari Suku Balik, dia tidak memiliki sertifikat kepemilikan di tanah yang dia tinggali.

“Di sini saya berbuat untuk anak cucu saya ke depan. Karena kalau saya ndak berbuat, saya akan meninggakan anak cucu saya jadi sampah pemerintah,” kata Pandi kepada BBC News Indonesia.

“Kalau mereka tidak punya legalitas, begitu datang aparat, digusur. Di sini lah kami melawan ketidakadilan itu. Kami warga negara Indonesia, kami punya hak yang sama,” sambung dia.

Namun sejauh ini, tanggapan yang mereka dapat baru sebatas janji-janji tanpa hitam di atas putih.

Ketika pemilu semestinya menjadi ruang bagi harapan baru, Pandi justru merasa harapan itu “sangat tipis”.

Baca juga: Pemilu saat Valentine, Pemilih Dapat Setangkai Bunga dan Cokelat

“Siapa yang bisa menjamin kami ke depan, saya belum tahu siapa. Dari ketiga calon ini, saya melihat dari debat di media, banyak yang lebih memikirkan kepentingan pribadi, bukan untuk kepentingan rakyat,” kata Pandi.

Dia menyadari bahwa hak masyarakat adat sempat disinggung oleh salah satu pasangan calon, namun “masih sedikit sekali” dan tidak menggambarkan komitmen atau jaminan bahwa situasinyaa akan lebih baik untuk mereka.

Keraguan yang dirasakan Pandi adalah hasil dari “ketidakadilan” yang dia hadapi di tanahnya sendiri ketika megaproyek IKN datang dalam beberapa tahun terakhir.

Begitu pula ketika dia melihat pola serupa juga terjadi di Rempang, Wadas, dan tempat-tempat pembangunan proyek strategis nasional lainnya.

“Saya sulit mempercayai sekarang, hampir semua pejabat pemerintah itu…,” kata Pandi yang kemudian menghentikan kata-katanya.

Baca juga: Haedar Nashir Berharap Peserta Pemilu Legowo dan Tak Jemawa Terima Hasil Pemilu

Ketika ditanya apa yang dia maksud, dia mengatakan, “Ndak berani menjawab”. Pandi mengaku “lelah berjuang”, namun dia tidak akan berhenti “sampai ajal menjemput”.

“Suatu saat nanti, mudah-mudahan mata hati pemerintah terbuka,” ujarnya.

"Suara kami diminta, tapi kami tidak didengarkan"

Rumah Pandi dan Syasiah di Kampung Sepaku Lama, Penajam Paser Utara, berdekatan dengan proyek normalisasi Sungai SepakuBBC Indonesia Rumah Pandi dan Syasiah di Kampung Sepaku Lama, Penajam Paser Utara, berdekatan dengan proyek normalisasi Sungai Sepaku
Sementara itu Syamsiah tak kuasa menahan tangis ketika membayangkan bahwa suatu hari nanti makam leluhur mereka akan hilang dan anak-anak mereka akan terusir dari tanah sendiri.

"Kalau masalah kampung kami ini mau dilestarikan, dijadikan wisata kampung adat, tapi itu kan baru katanya. Kami belum yakin. Pemerintah ini hanya katanya katanya," tutur Syamsiah.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polisi Buru Wanita Penculik Balita di Bima NTB

Polisi Buru Wanita Penculik Balita di Bima NTB

Regional
Sindikat Curanmor di Brebes Dibongkar, 2 Tersangka Diamankan, 12 Motor Dikembalikan

Sindikat Curanmor di Brebes Dibongkar, 2 Tersangka Diamankan, 12 Motor Dikembalikan

Regional
Makam Mahasiswi Kedokteran di Purbalingga Dirusak OTK, Diduga Jasad Hendak Dicuri

Makam Mahasiswi Kedokteran di Purbalingga Dirusak OTK, Diduga Jasad Hendak Dicuri

Regional
Jalan Padang-Pekanbaru yang Putus di Lembah Anai Diperkirakan Buka 21 Juli 2024

Jalan Padang-Pekanbaru yang Putus di Lembah Anai Diperkirakan Buka 21 Juli 2024

Regional
6 Orang Daftar Pilkada di PDI-P Kota Magelang, Berikut Identitasnya

6 Orang Daftar Pilkada di PDI-P Kota Magelang, Berikut Identitasnya

Regional
Kronologi Anak Diduga Depresi Bunuh Ibu di Morowali, Pelaku Teriak Histeris Saat Diamankan

Kronologi Anak Diduga Depresi Bunuh Ibu di Morowali, Pelaku Teriak Histeris Saat Diamankan

Regional
Sumur Warga Mulai Kering, Wali Kota Semarang Minta Warga Irit Air

Sumur Warga Mulai Kering, Wali Kota Semarang Minta Warga Irit Air

Regional
Menyoal Kasus Kematian Vina Cirebon 8 Tahun Lalu, dari Salah Tangkap hingga Teka-teki Orang Tua Buronan

Menyoal Kasus Kematian Vina Cirebon 8 Tahun Lalu, dari Salah Tangkap hingga Teka-teki Orang Tua Buronan

Regional
Ayah Perkosa Anak karena Istri Jadi TKW Kembali Terjadi di Mataram NTB

Ayah Perkosa Anak karena Istri Jadi TKW Kembali Terjadi di Mataram NTB

Regional
Aniaya dan Ancam Jual Istri, Pria di Kubu Raya Ini Ditangkap

Aniaya dan Ancam Jual Istri, Pria di Kubu Raya Ini Ditangkap

Regional
Tak Ada Kabar Sejak Minggu, Warga Lampung Ditemukan Tewas di Gorong-gorong Ungaran

Tak Ada Kabar Sejak Minggu, Warga Lampung Ditemukan Tewas di Gorong-gorong Ungaran

Regional
Petani di Daerah Lumbung Beras Sulsel Mulai Menggunakan Drone untuk Basmi Hama di Sawah

Petani di Daerah Lumbung Beras Sulsel Mulai Menggunakan Drone untuk Basmi Hama di Sawah

Regional
Soal 'Study Tour', ASITA Solo Sarankan Gunakan Armada Layak dan Biro Perjalanan Tersertifikasi

Soal "Study Tour", ASITA Solo Sarankan Gunakan Armada Layak dan Biro Perjalanan Tersertifikasi

Regional
Situs Web Pemkot Unggah Berita Wali Kota Semarang Maju Pilkada, Kominfo: Kena Retas

Situs Web Pemkot Unggah Berita Wali Kota Semarang Maju Pilkada, Kominfo: Kena Retas

Regional
Transparansi Berita Pencalonan Mbak Ita, Pemkot Semarang Lakukan Evaluasi hingga Investigasi

Transparansi Berita Pencalonan Mbak Ita, Pemkot Semarang Lakukan Evaluasi hingga Investigasi

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com