Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masyarakat Adat Muaro Langkap: Merawat Hutan, Memuliakan Harimau

Kompas.com - 13/02/2024, 09:15 WIB
Suwandi,
Reni Susanti

Tim Redaksi

JAMBI, KOMPAS.com – Hujan turun bersama kabut. Dalam malam yang dingin suara dari masjid menerjang. Orang-orang diminta keluar rumah, banjir besar telah memutus jembatan. Sejumlah orang memeriksa keadaan agar semua warga selamat dan tak jatuh korban jiwa.

Pada pagi menjelang siang, Selasa (2/1/2024), tersiar kabar seorang balita MR berusia dua tahun terkubur longsor dan meninggal.

Orangtuanya AD (22) dan LA (20), warga Dusun Talang Angin, Desa Pasar Tamiai, Kecamatan Batang Merangin, Kerinci, Jambi, selamat meskipun menderita luka-luka.

Baca juga: Sekolah Adat Papua untuk Seniman Muda

Kejadian pada malam buta itu menjadi pukulan telak bagi masyarakat adat Muaro Langkap. Bencana telah merenggut nyawa. Keseimbangan alam telah terganggu akibat keserakahan manusia.

Dalam kawasan hutan masyarakat adat Muara Langkap ada pembangunan megaproyek pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dan aktivitas penambangan emas ilegal, yang kini bagian dari kawasan hutan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS).

“Kami tidak berdaya. Anak jantan dan betino (rakyat) telah patuh pada norma dan hukum adat. Mereka sekuat tenaga merawat hutan. Tapi PLTA dan penambangan emas ilegal dari luar, kami menemui hambatan untuk mengambil tindakan,” kata Datuk Mukhri Soni selaku Depati Muaro Langkap di rumahnya, Jumat (19/1/2024).

Baca juga: Karut Marut Angkutan Batu Bara di Jambi...

Untuk menjaga keseimbangan alam, anak jantan dan betino rela bergantian untuk menggarap lahan.

Dalam satu keluarga mereka garap lahan yang sempit agar hutan tak lagi terkoyak. Sebagian yang mengalami tekanan berat ekonomi terpaksa merantau ke luar negeri menjadi tenaga kerja Indonesia (TKI).

Pembangunan PLTA Batang Merangin telah menutup sungai Batang Merangin yang menjadi ruang hidup bagi anak jantan dan betino masyarakat adat Muaro LangkapDok Walhi Jambi Pembangunan PLTA Batang Merangin telah menutup sungai Batang Merangin yang menjadi ruang hidup bagi anak jantan dan betino masyarakat adat Muaro Langkap
Kearifan lokal dari masyarakat adat Muaro Langkap, kata Mukhri, mereka dilarang sembarangan mengubah bentang alam seperti melukai atau mengeksploitasi tebing cae (tebing curam) luhah dalam (lembah dalam) imbo sako (hutan adat) dan bukik tinggai (bukit yang tinggi).

Untuk melakukan itu, Depati Muaro Langkap harus membuat ritual khusus dengan minimal memotong 40 kerbau.

Datuk Mukhri memandang aktivitas penambangan emas ilegal dalam perut TNKS, yang secara turun temurun merupakan hutan adat Muaro Langkap, melanggar hukum adat. Sudah 105 hektar hutan terkoyak.

“Pelaku penambang emas dari luar, maka kami susah menjatuhkan hukum adat. Tapi kami sudah melapor ke polisi dan Balai Besar TNKS,” kata Datuk.

Aktivitas penambangan emas ilegal secara adat telah melukai tanah, membelah tebing, memutus aliran sungai dan menebang pohon. Maka, termasuk pelanggaran adat karena mengundang bala bencana.

“Kami percaya alam itu punya tuah (kekuatan) dan bisa membinasakan semua orang kalau salah mengelola bukit, lembah, hutan dan sungai,” kata lelaki berusia 47 tahun.

Penambangan emas ilegal yang mengoyak hutan, kata Datuk Mukhri, mengancam harimau, kuburan leluhur dan tempat ‘yang lain’ penunggu alam raya. Atas dasar itu, mereka dengan sekuat tenaga menghentikan kejahatan yang merusak lingkungan.

Hukuman adat bagi tangan-tangan jahat manusia yang merusak hutan adalah potong kerbau, beras 100 gantang, dan lemak semanis. Secara materi memang kecil, tetapi hukuman ini memiliki nilai spiritual yang tinggi, yakni kearifan untuk memuliakan hutan.

Meskipun pelaku penambang emas ilegal terbukti bersalah secara hukum adat, masyarakat adat Muaro Langkap kehilangan daya untuk menegakkan hukum adat. Sebab, hutan adat yang dijarah penambang emas ilegal tersebut berada dalam kekuasaan Balai Besar TNKS.

Sejarah kekuasaan masyarakat adat

Depati Muaro Langkap, Mukhri Soni paling kanan bersama tiga depati lainnya di Kabupaten Kerinci saat prosesi pengukuhan gelar adat 2023 laluSuwandi/KOMPAS.com Depati Muaro Langkap, Mukhri Soni paling kanan bersama tiga depati lainnya di Kabupaten Kerinci saat prosesi pengukuhan gelar adat 2023 lalu

Setelah Indonesia merdeka, kekuatan masyarakat adat tergerus. Padahal, pada zaman penjajahan Belanda tahun 1924, orang adat kerap dimintai ajum arah saat hendak membuka hutan adat untuk perkebunan kopi.

“Mereka yang kita katakan penjajah itu sangat menghargai kearifan lokal masyarakat adat. Mereka mau memotong 40 kerbau, ketika membuka hutan di kawasan adat untuk perkebunan kopi,” kata Datuk.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KKP Bongkar Penyelundupan BBM Ilegal dan TPPO di Maluku

KKP Bongkar Penyelundupan BBM Ilegal dan TPPO di Maluku

Regional
Rebut Markas OPM di Hutan Maybrat, TNI Amankan Kotak Amunisi dan Puluhan Anak Panah

Rebut Markas OPM di Hutan Maybrat, TNI Amankan Kotak Amunisi dan Puluhan Anak Panah

Regional
Prakiraan Cuaca Semarang Hari Ini Selasa 21 Mei 2024, dan Besok : Siang Cerah Berawan

Prakiraan Cuaca Semarang Hari Ini Selasa 21 Mei 2024, dan Besok : Siang Cerah Berawan

Regional
Dibakar Cemburu, Pria di Nunukan Aniaya Istri dengan Benda Keras

Dibakar Cemburu, Pria di Nunukan Aniaya Istri dengan Benda Keras

Regional
Mantan Napi Soemarmo Bakal Maju Pilkada Semarang Lagi, Siap Buktikan Tak Terbukti Korupsi

Mantan Napi Soemarmo Bakal Maju Pilkada Semarang Lagi, Siap Buktikan Tak Terbukti Korupsi

Regional
Prakiraan Cuaca Balikpapan Hari Ini Selasa 21 Mei 2024, dan Besok : Malam ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Balikpapan Hari Ini Selasa 21 Mei 2024, dan Besok : Malam ini Hujan Ringan

Regional
Prakiraan Cuaca Morowali Hari Ini Selasa 21 Mei 2024, dan Besok : Pagi ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Morowali Hari Ini Selasa 21 Mei 2024, dan Besok : Pagi ini Hujan Ringan

Regional
Prakiraan Cuaca Batam Hari Ini Selasa 21 Mei 2024, dan Besok : Pagi ini Hujan Petir

Prakiraan Cuaca Batam Hari Ini Selasa 21 Mei 2024, dan Besok : Pagi ini Hujan Petir

Regional
Sebar Hoaks Soal Peredaran Beras Plastik di Media Sosial, Pria di Kalsel Ditangkap

Sebar Hoaks Soal Peredaran Beras Plastik di Media Sosial, Pria di Kalsel Ditangkap

Regional
Soal Pengantin Perempuan Ternyata Lelaki, Sekda Halsel Sempat Panggil Kades

Soal Pengantin Perempuan Ternyata Lelaki, Sekda Halsel Sempat Panggil Kades

Regional
[POPULER NUSANTARA] Cerita Keluarga Korban Pesawat Jatuh di BSD | Wanita Tampar Polisi di Makassar Ditahan

[POPULER NUSANTARA] Cerita Keluarga Korban Pesawat Jatuh di BSD | Wanita Tampar Polisi di Makassar Ditahan

Regional
3 Kurir Bawa 3 Kg Sabu Ditangkap di Semarang, Diminta Kirim Narkoba dari Medsos

3 Kurir Bawa 3 Kg Sabu Ditangkap di Semarang, Diminta Kirim Narkoba dari Medsos

Regional
Saat Markas OPM di Maybrat Dikuasai TNI, Sempat Terjadi Baku Tembak

Saat Markas OPM di Maybrat Dikuasai TNI, Sempat Terjadi Baku Tembak

Regional
Ambil Formulir Pendaftaran Pilkada ke PSI, Sekda Kota Semarang Ungkap Alasannya

Ambil Formulir Pendaftaran Pilkada ke PSI, Sekda Kota Semarang Ungkap Alasannya

Regional
Umat Buddha di Candi Borobudur Lantunkan Doa Perdamaian Dunia, Termasuk untuk Palestina

Umat Buddha di Candi Borobudur Lantunkan Doa Perdamaian Dunia, Termasuk untuk Palestina

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com