SEMARANG, KOMPAS.com-Sikap Pj Gubernur Jawa Tengah Nana Sudjana beberapa waktu lalu yang menyambut Prabowo Subianto saat hendak menghadiri HUT PSI Semarang dinilai bertentangan dengan semangat netralitas yang digaungkan selama ini.
Pengamat Politik Universitas Diponegoro (Undip) Wahid Abdulrahman menyebut mestinya Nana memahami sikap yang dipilih terbilang sensitif di masa kampanye pemilu 2024 ini.
Menurutnya, langkah selama kepemimpinan Nana juga turut menjadi contoh bagi seluruh kepala daerah di bawahnya.
"Itu jelas sikap yang tidak proporsional, terlihat sekali menunjukkan kontraproduktif dengan semangat netralitas. Ini kan tahun politik seharusnya hal sensitif paham. Nanti bisa dicontoh, jadi template, pada posisi apa (boleh menjemput) apalagi kalau itu ultah partai," tegas Wahid melalui sambungan telepon, Kamis (28/12/2023).
Baca juga: Tegaskan Sambut Prabowo sebagai Menhan, Pj Gubernur Jateng: Tidak Ada Kepentingan Apa-apa
Menurutnya sikap Nana telah menggambarkan kecondongan pada pihak tertentu dalam pemilu ini.
Pasalnya Prabowo datang sebagai capres pasangan calon nomor urut 2 yang hendak mendatangi acara HUT PSI.
"Saya yakin itu bukan karena ketidakpahaman, tapi memang ada tendensi terhadap keberpihakan ke sana, karena kalau semangat netralitas tidak harus seperti itu. Apa iya semua menteri dan pejabat disambut gubernur? Kan bisa dipertanyakan," tambahnya.
Baca juga: Soal Pj Gubernur Jateng Jemput Prabowo di Semarang, Bambang Pacul: Kalau Salah Mengaku Saja
Mengingat Nana kerap mengampanyekan pemilu damai dan pentingnya netralitas menjelang Pemilu 2024 bagi ASN dan TNI, Polri yang bertugas di Jateng, hal ini dinilai tak sesuai.
"Cuma sekali lagi ini kan Jateng, penguasanya sedang punya hajat dan Jateng menjadi salah satu penentu kemenangan, sehingga dalam perspektif politik elektoral itu dianggap wajar, tapi sekali lagi itu jelas menunjukkan keberpihakan, harusnya tidak seperti itu klo semangat netralitas dijunjung," jelasnya.
Alih-alih berkelit dengan alasan protokol, Wahid berharap agar sikap serupa tidak diulang kembali. Pasalnya para eksekutif atau kepala daerah di bawahnya akan mudah memakai alasan yang sama dengan Nana saat terlibat dalam politik praktis.
"Pertama mestinya enggak perlu diulang kalau memang masih menjaga netralitas. Itu memang sebagai Pj Gubernur, tapi artinya jadi panutan bagi pejabat lain di bawahnya, misalnya bupati walikota nanti juga akan memberi alasan yang sama," bebernya.
Melihat dalam penjemputan Prabowo di bandara Ahmad Yani Semarang itu Nana dikelilingi oleh petinggi Partai Gerindra dan Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Wahid menilai publik telah memahami situasi tersebut.
"Itu menurut saya kalau jadi alibi atau alasan ya monggo, tapi publik saya kira semua sudah paham arahnya kemana dan itu semacam sinyal, partai lain kalau commit dengan netralitas, saya kira tidak seperti itu," tandasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.