SEMARANG, KOMPAS.com-Ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (DPD PDI-P) Jawa Tengah, Bambang Wuryanto, menyoroti Penjabat Gubernur Jawa Tengah Nana Sudjana yang menjembut Prabowo Subianto di Bandara Ahmad Yani, Semarang.
Nana diminta sadar dengan Prabowo yang kini tidak hanya berperan sebagai Menteri Pertahanan, tapi juga calon presiden.
Bambang berpendapat, seorang menteri yang sedang berkontestasi dalam pemilihan umum seharusnya tidak mendapatkan perlakuan khusus berupa protokoler.
"Protokoler menyambut menteri ya boleh, tapi enggak bisa kalau menterinya enggak bertugas seperti menteri. Orang ini menterinya sedang bertugas sebagai paslon, itu enggak boleh begitu, masa yang kaya begitu kita harus ajari," tutur Pacul, sapaan Bambang, Jumat (22/12/2023) malam.
Baca juga: Soal Ikut Jemput Prabowo di Bandara, Pj Gubernur Jateng: Protokoler
Bambang Pacul juga meminta Nana mengakui saja kesalahannya.
Apalagi saat itu Nana terlihat berdiri bersama Tim Kampanye Nasional Prabowo-Gibran.
"Itu enggak bolehlah, itu berkelit yang tidak tepat. Itu yang hari ini anak republik itu tidak ngaku salah, kalau salah ya sudah ngaku saja, 'aku lupa sorry ya'," tegas Pacul yang juga Ketua Komisi III DPR.
Menurut Pacul, bila seorang pejabat tidak sadar melakukan kesalahan, sudah semestinya dia meminta maaf kepada publik.
"Kalau semisal aku berbuat keliru karena aku enggak sadar sebab aku berteman baik dengan x, sehingga aku melakukan pelanggaran, ingatkan aku karena kau sebagai anak bangsa ikut membangun bangsa ini, jangan bilang 'ngiritknya kenceng-kenceng di republik ini', itu melukai, 'jangan lupa pada sumpah bapak lo'," kata Pacul.
Pacul kemudian turut mempertanyakan sikap Nana sebagai pejabat eksekutif yang cenderung tidak netral dalam Pemilu 2024.
Baca juga: Bambang Pacul Sindir Penjabat Eksekutif di Jateng Terlibat Acara Partai
Ia menegaskan bila pejabat eksekutif, ASN hingga penegak hukum mesti menjaga netralitas.
Keterlibatan mereka dalam politik praktis merupakan pelanggaran terhadap undang-undang.
"Jadi kalau ada Pj yang berpihak pada paslon dalam pemilu atau partai yang berkampanye ikut bertanding di pemilu, maka yang bersangkutan adalah tidak benar secara perundang-undangan. Dikau ingatkan sumpahnya karena itu menolong yang bersangkutan. Misalnya soal pemilu bahwa eksekutif, aparat ASN, semuanya, termasuk penegak hukum harus netral, tidak boleh berpihak," tandasnya.