Kisah ini terjadi saat Jenderal Soedirman bersama pasukannya terdesak masuk ke dalam hutan rotan di wilayah Kediri, Jawa Timur, pada Desember 1948.
Arifin yang saat itu berpangkat kapten mengisahkan bahwa kondisi pasukan mengalami kelelahan dan kelaparan luar biasa karena dikepung pasukan Belanda di sekitar hutan.
Bahkan, logistik pasukan sudah tidak mendukung untuk tetap bertahan di dalam hutan tersebut.
Dalam kondisi kelaparan yang luar biasa, pasukan tersebut masih tetap bertahan untuk melakukan perlawanan.
Hingga akhirnya di suatu malam, Kapten Soepardjo Rustam yang menjabat sebagai Ajudan I Jenderal Soedirman, diperintahkan untuk menembus barikade tentara Belanda demi bisa menuju desa terdekat di kawasan hutan rotan.
Abu Arifin mengatakan, waktu itu Kapten Soepardjo Roestam kemudian pergi dengan bermodal sarung dan baju bekas untuk ditukar makanan.
Ia pun sempat harus bersusah payah untuk menembus barikade pasukan Belanda untuk sampai ke desa terdekat.
Misi itu mampu dijalankan dengan baik olehnya, namun ternyata Kapten Soepardjo Roestam tidak kembali dengan membawa nasi, melainkan oyek.
Arifin dan pasukan semula mengira makanan yang dibawa adalah nasi, tetapi belakangan Soepardjo baru menjelaskan bahwa masyarakat di sekitar hutan hanya memiliki oyek.
Berbekal nasi oyek yang dibawa Kapten Soepardjo Roestam, Jenderal Soedirman dan pasukan akhirnya mampu bertahan selama beberapa waktu di dalam hutan rotan.
Arifin menyebut, saat itu nasi oyek bisa menjadi asupan penambah energi dan membuat seluruh pasukan tak merasa kelaparan.
Dilihat dari kandungannya, oyek adalah karbohidrat kompleks yang mengandung molekul seperti oligosakarida dan polisakarida.
Kandungan tersebut lebih banyak dibandingkan nasi dengan karbohidrat sederhana seperti monosakarida.
Hal ini membuat karbohidrat pada oyek akan lebih lambat diserap oleh tubuh sehingga energi yang dihasilkan dapat berlangsung secara terus-menerus.
Dengan demikian, nasi oyek bisa membuat orang yang mengkonsumsinya tidak mudah lapar dan terhindar dari kegemukan.