Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tradisi Meludan Wengi di Gorontalo, Kumpulnya Warga Jawa Tondano Saat Maulid Nabi

Kompas.com - 01/10/2023, 15:22 WIB
Rosyid A Azhar ,
Khairina

Tim Redaksi

GORONTALO, KOMPAS.com – Musim kemarau di Desa Reksonegoro kali ini benar-benar kering, bukit-bukit di belakang desa tertutup semak yang kekurangan air, daunnya kecoklatan mengering, tidak hijau lagi.

Kondisi yang sama juga mendera sungai yang berada di antara perkampungan dan bukit, airnya sudah menyurut dari kondisi normal. Jika dilongok dari atas jembatan kayu, terlihat dasar sungai yang lebih dalam dengan belukar di sisi kanan dan kirinya.

Desa Reksonegoro ini berada di Kecamatan Tibawa Kabupaten Gorontalo. Seluruh penduduknya adalah suku Jawa Tondano (Jaton) yang mulai membangun desa ini sejak tahun 1925, setelah Desa Yosonegoro berdiri sekitar tahun 1903 dan Desa Kaliyoso di sekitar tahun 1915.

Baca juga: Tradisi Meludan Wengi dan Meludan Awan, Momen Berkumpul Warga Jawa Tondano Rayakan Maulid Nabi

Reksonegoro merupakan desa yang masih kental dengan tradisi dan budaya Jaton dibanding desa-desa Jaton lainnya, bahkan dari Kelurahan Kampung Jawa yang ada di Tondano, Minahasa, Sulawesi Utara, tempat asal muasal masyarakat Jaton.

Kaum wanita Jaton di Reksonegoro sudah sibuk menyiapkan bahan makanan yang akan dimasak dan dihidangkan ke masjid.

Mereka sudah menyiapkan papaya muda, kacang merah (brenebon), dan lainnya, bumbu dan rempah di dapur sudah lengkap.

“Kalau menjelang meludan seperti sekarang ini dipastikan bau harum makanan akan tercium dari setiap rumah di desa kami,” kata Mimy Pulukadang, warga Jawa Tondano yang tinggal di Kota Gorontalo, Kamis (28/9/2023).

Tradisi Meludan atau peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW ini merupakan kebiasaan lama yang masih lestari dijalankan. Masyarakat Jaton mengenal 2 meludan, yaitu meludan wengi dan meludan awan.

Meludan wengi dilaksanakan pada malam hari hingga menjelang siang, sedangkan meludan awan lazimnya dilakukan pada siang hingag sore. Semua kegiatan ini dilaksanakan di masjid Almaghfirah, masjid tua Desa Reskonegoro.

Bagi masyarakat Jaton meludan memiliki makna khusus yang unik dan selalu berkesan meskipun rutin digelar setiap tahun.

“Tradisi kami Jawa Tondano di Gorontalo dalam memperingati maulid Nabi Muhammad SAW yang jatuh pada 12 Rabiul Awal dengan dua kegiatan, yaitu meludan awan dan meludan wengi,” kata Mimy Astuti Pulukadang.

Baca juga: Kue-kue Tradisional Ini Muncul Saat Perayaan Maulid Nabi di Gorontalo

Di Reksoengoro meludan wengi telah digelar tadi malam. Pada tradisi ini lelaki Jaton akan memenuhi masjid Almaghfirah, mereka melantunkan Sejarah kelahiran dan puja-puji pada Nabi Muhammad melalui kitab klasik.

Kekhusukan terlihat dari wajah para pria dewasa, beberapa orang juga berada di sudut ruang masjid tidak jauh dari beduk dan kentongan (tetengkoren) tua yang tergantung.

Hasyim Wonopati sesepuh desa berkisah masjid tua ada sejak orang Jaton menetap di kampung ini. Awalnya hanya berdinding kayu sederhana dengan luas tidak lebih dari 8x8 meter. Seiring bertambahnya penduduk masjid ini diperbesar untuk menampung jamaah yang lebih banyak, sekitar tahun 1950-an masjid ini dipugar, dinding papan kayu yang lebih kokoh dipasang, namun empat tiang utama masih dipertahankan.

Mimy Astuti Pulukadang menjelaskan, pada meludan wengi, imam masjid, tokoh agama dan kaum lelaki Jaton selepas salat isya di masjid bersama-sama membaca salawat Jowo sebagai bentuk puji-pujian kepada Nabi Besar Muhammad SAW sampai menjelang salat subuh.

“Sementara kaum wanita Jaton menyiapkan ko'wedang atau minuman yang akan dibawa untuk suami mereka yang sedang shalawatan di masjid,” ujar Mimy Pulukadang.

Menariknya bukan hanya minuman teh, kopi, air putih yang ada di nampan yang dibawa para ibu, ada kue tart yang sangat cantik menghiasi nampan untuk melengkapi kue-kue kecil di sekitar nampan. Para pria Jaton ini bisa sambil tukar-menukar kue yang disediakan istrinya masing-masing.

Para wanita Jaton membawa nampan yang penuh kue dari rumah menuju masjid dengan cara dijunjung di atas kepala.

“Untuk yang tidak punya keahlian, jangan coba-coba. Kalau tidak ko'wedang pasu' atau minuman panas dalam nampan akan tumpah dan membasahi semua kue dalam nampan,” ujar Mimy Pulukadang tertawa.

Setelah salat subuh saat fajar matahari telah mengintip, imam masjid, tokoh agama dan pria Reksonegoro yang semalam suntuk memanjatkan puji-pujian kepada Nabi Muhammad SAW akan mengakhiri tradisi ini, duduk melingkar dalam masjid menghadap ambeng, nasi putih dalam wadah yang dilingkari lauk pauk. Mereka menyantapnya beramai-ramai setelah membaca doa bersama.

“Ambeng adalah hidangan khas masyarakat Jaton yang terdiri atas nasi putih yang diletakkan di atas nyiru atau ancak beralaskan daun pisang dan diberi lauk-pauk di sekelilingnya. Lauk pauknya berupa ayam panggang, perkedel, serundeng, semor laksa, sambal goreng kacang ucia atau brenebon, dan sayur acar kuning,” ujart Mimy Pulukadang.

Kekhasan kuliner di meludan ini juga menjadi daya tarik tersendiri. Idris Mertosono warga Jaton di Isimu selalu ingat di setiap meludan selalu menghadirkan ayam panggang, minimal 4 ekor ayam pranggang (muda), semur, perkedel, nasi, serundeng.

Di Meludan ini juga disuguhkan selawat jowo klasik yang diiringi dengan terbang (alat musik tradisional). Bacaan di selawat jowo ini adalah kitab Berzanji.

“Meludan awan harus dilaksanakan setelah meludan wengi,” ujar Idris Mertosono.

Tradisi orang-orang Jaton di Reksonegoro ini terlihat sederhana namun dilakoni dengan penuh syukur sebagai bukti cinta pada Rasulullah.

“Indahnya kebersamaan kami suku Jaton di Gorontalo, maleos-leosan wo masawang-sawangan atau sikap saling menyayangi, saling berbaik dan saling bantu masih kuat. Bangga nyaku wetak,” tutur Mimy Pulukadang.

Jamaluddin Haji Ali salah seorang warga Desa Reksoengoro menceritakan meludan wengi yang baru saja dilaksanakan di masjid Almaghfirah berjalan dengan khusuk.

Meludan wengi ini digunakan orang Jaton untuk mengolah batin, meneladani 4 sifat nabi, sidik, amanah, fatanah, dan tablig. Sidik berarti jujur, amanah dapat dipercaya, fatanah pandai atau cerdas, dan tablig bermakna orang yang menyampaikan.

Sifat-sifat nabi ini menjadi anutan sikap sehari-hari dalam menjalani kehidupan yang sederhana di Reksonegoro sebagai petani dan pedagang.

Sebagai sumber nilai, perayaan meludan menjadi penting dan tetap lestari hingga kini di desa yang pendudukanya banyak bekerja di ladang dan pedagang ini

Tadi pagi saat memungkasi acara meludan wengi para pria Jaton ini menyuguhkan hadrah, seni tradisi masyarakat Islam. Hadrah ini selalu hadir dalam perayaan hari besar Islam, dengan ragam multikulturalnya mampu menumbuhkan sikap ksatria dan nasionalisme warga Jaton.

Usai riuh hadrah di masjid, masyarakat kembali pulang ke rumah masing-masing. Matahari pagi tanpa awan yang menyengat kulit mempercepat langkah para pria Jaton ini.

Orang-orang Jaton ini adalah keturunan Kiyai Mojo dan para pengikutnya yang dibuang di Tondano oleh Pemerintah kolonial Belanda setelah Perang Diponegoro atau Perang Jawa di tahun 1830. Mereka adalah kelompok santri yang dibawa Belanda tanpa keluarga.

Di tempat barunya di Minahasa, mereka diterima baik oleh para walak (pemimpin lokal Minahasa), yang kemudian menikahi para gadis Minahasa. Dari perkawinan inilah orang Jaton lahir.

Syair hadrah di masjid masih terngiang dalam hati, nasihat para leluhur untuk menjaga persaudaraan, menguatkan kemanusiaan.

Meimo kita maleos-leosan, tea’mo kita manelok-nelokan, esano nate kita nuwaya, kita kumeang matimboyan lawas. Mari jo torang baku-baku bae, jangang sampai bakalae, satukan hati kita semua, karena torang samua basudara. Mari kita saling berbaikan, jangan berkelahi, menyatukan hati semuanya, karena kita bersaudara.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Stigma terhadap Aceh Bakal Menguat jika BNN Razia Kuliner Mengandung Ganja

Stigma terhadap Aceh Bakal Menguat jika BNN Razia Kuliner Mengandung Ganja

Regional
Hapus Stigma Makanan Aceh Mengandung Ganja, BNN Bakal Razia Rumah Makan

Hapus Stigma Makanan Aceh Mengandung Ganja, BNN Bakal Razia Rumah Makan

Regional
Remaja di Kupang Tikam Seorang Pria karena Dianiaya Saat Melintas di Acara Pesta Ulang Tahun

Remaja di Kupang Tikam Seorang Pria karena Dianiaya Saat Melintas di Acara Pesta Ulang Tahun

Regional
Berendam di Pemandian Air Panas, Warga Ambarawa Meninggal Usai Membasahi Kaki

Berendam di Pemandian Air Panas, Warga Ambarawa Meninggal Usai Membasahi Kaki

Regional
Ikut Penjaringan Pilkada di Empat Partai, Sekda Semarang: Kehendak Semesta

Ikut Penjaringan Pilkada di Empat Partai, Sekda Semarang: Kehendak Semesta

Regional
Perayaan Waisak, Ada Pelarungan Pelita di Sekitar Candi Borobudur

Perayaan Waisak, Ada Pelarungan Pelita di Sekitar Candi Borobudur

Regional
Goa Garunggang di Bogor: Daya Tarik, Harga Tiket, dan Rute

Goa Garunggang di Bogor: Daya Tarik, Harga Tiket, dan Rute

Regional
Longsor di Maluku Tengah, Satu Rumah Warga Ambruk

Longsor di Maluku Tengah, Satu Rumah Warga Ambruk

Regional
Kunjungi Bocah Korban Kekerasan Seksual, Walkot Pematangsiantar Beri Motivasi hingga Santunan

Kunjungi Bocah Korban Kekerasan Seksual, Walkot Pematangsiantar Beri Motivasi hingga Santunan

Regional
Pemkot Semarang Raih Opini WTP 8 Kali Berturut-turut, Mbak Ita: Cambuk agar Lebih Baik

Pemkot Semarang Raih Opini WTP 8 Kali Berturut-turut, Mbak Ita: Cambuk agar Lebih Baik

Regional
Organisasi Guru di Demak Tolak Larangan Study Tour, Ini Kata Mereka

Organisasi Guru di Demak Tolak Larangan Study Tour, Ini Kata Mereka

Regional
Teknisi di Lampung Gondol Rp 1,3 Miliar, Curi dan Jual Data Internet

Teknisi di Lampung Gondol Rp 1,3 Miliar, Curi dan Jual Data Internet

Regional
Warga Cepu Temukan Fosil Gading Gajah Purba, Diduga Berusia 200.000 Tahun

Warga Cepu Temukan Fosil Gading Gajah Purba, Diduga Berusia 200.000 Tahun

Regional
Video Viral Seorang Pria di Kupang Dipukul Pakai Kayu di Tangan hingga Pingsan, Kasus Berujung ke Polisi

Video Viral Seorang Pria di Kupang Dipukul Pakai Kayu di Tangan hingga Pingsan, Kasus Berujung ke Polisi

Regional
Pembunuh Kekasih Sesama Jenis di Banten Dituntut 16 Tahun Penjara

Pembunuh Kekasih Sesama Jenis di Banten Dituntut 16 Tahun Penjara

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com