GORONTALO, KOMPAS.com – Sejumlah kue tradisional selalu hadir dalam perayaan maulid Nabi Muhammad SAW di Gorontalo. Kue ini bahkan menjadi hiasan bentuk masjid mini, perahu atau kubah yang sangat menarik.
Hiasan kue yang disebut tolangga ini biasanya diarak ramai-ramai dari tiap rumah ke masjid sebelum imam membacakan doa. Tradisi unik dari Gorontalo ini disebut walima.
Walima dilaksanakan dengan melantunkan syair dikili yang merupakan tradisi lisan berisi sejarah kelahiran Nabi Muhammad SAW dalam Bahasa Arab dan Gorontalo.
Baca juga: 12 Tradisi Maulid Nabi di Indonesia, dari Sekaten hingga Mengayun Bayi
Pembacaan dikili semalam suntuk hingga pagi ini lazim dilaksanakan dengan membakar dupa harum dalam wadah gerabah bernama polutube disertai mayang pinang yang belum terbuka.
Dalam tradisi masyarakat Gorontalo, kue-kue tradisional yang lazim dibuat saat Maulid Nabi antara lain apangi, tutulu, kolombengi, wapili, dan sukade.
“Kalau di Desa Bongo kue yang disajikan adalah kolombengi. Rasanya manis dan kue kering. Cocok disantap dengan segelas kopi pahit,” kata Hasan Rahim, warga Desa Wisata Religi Bunogu Bongo, Kecamatan Batudaa Pantai, Kabupaten Gorontalo, Rabu (27/9/2023).
Secara turun temurun, kue-kue tradisional ini disuguhkan pada para pelantun dikili. Biasanya dikili dibaca setelah selesai shalat isya.
Pada malam itu, sejarah kelahiran, perjalanan syiar Islam dan kematian Nabi Muhammad SAW, dibacakan dalam Bahasa Arab dan Gorontalo.
Dikili ini dibaca oleh pria maupun Wanita di dalam masjid. Biasanya antara masjid satu dengan yang lain terdengar bersahut-sahutan.
Untuk memuliakan para pembaca dikili ini, masyarakat menyuguhkan kue-kue tradisional. Tidak ketinggalan kopi atau teh dalam wadah besar untuk menemani pembacaan tradisi lisan itu dari malam hingga pagi.
Kue lainnya adalah tutulu atau cucur. Kue khas daerah-daerah di Nusantara ini juga disajikan saat perayaan Maulid Nabi. Bentuknya yang unik dengan warna coklat dan memiliki cita rasa gurih.
“Kue tutulu atau cucur dibuat dari bahan tepung beras, terigu, gula merah, air, pandan, garam dan vanili,” kata Fatmawati salah seorang warga Kota Gorontalo.
Baca juga: Maudu Lompoa, Tradisi Maulid Nabi di Kabupaten Takalar
Fatmawati menjelaskan saat ini masyarakat Gorontalo sudah tidak perlu membuat sendiri ue-kue tersebut. Pasalnya, jelang perayaan Maulid, banyak pedagang dadakan yang menawarkan kue-kue ini.
Perayaan walima ini memberi peluang bagi tumbuhnya usaha kue keluarga.
“Apangi, tutulu, kolombengi, wapili, dan sukade mudah dipesan melalui media sosial, penjual bisa antar langsung ke rumah,” tutur Fatmawati.
Apangi atau kue apam juga lazim pada masyarakat dari berbagai daerah, demikian juga wapili atau wafel serta sukade.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.