Ratusan warga Karimunjawa terus mencoba berbagai upaya menolak tambak udang yang dinilai terus merusak ekosistem dan keindahan alam di sana.
Mulai dari melaporkan kerusakan ke Balai Taman Nasional (BTN) Karimunjawa, mengambil sampel limbah untuk uji laboratorium.
Kemudian menggelar aksi unjuk rasa, hingga mendorong terbitnya Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang melarang tambak di Karimunjawa.
Dalam perjuangan panjangnya, sejumlah warga mengalami kriminalisasi. Salah satunya, Daniel dipolisikan menggunakan UU ITE karena menulis komentar kritik kepada petambak udang. Ia juga mendapat intimidasi secara fisik.
Baca juga: Perda Larangan Tambak di Karimunjawa Telah Diundangkan, Tapi Pemda Belum Ambil Tindakan
Terakhir, warga kembali menggelar aksi unjuk rasa untuk menuntut penutupan tambak udang ilegal yang mencemari laut dan lingkungan hidup mereka. Aksi digelar di alun-alun setempat dan kantor BTN Karimunjawa, Jumat (22/9/2023).
Warga geram melihat Pemkab tak segera mengambil tindakan setelah Perda RTRW soal pelarangan tambak telah diundangkan pada Kamis (9/9/2023) lalu.
“Bila dalam waktu lima hari tidak ada tindakan, maka warga tidak akan berhenti untuk aksi damai dalam jumlah yang lebih besar,” tutur Datang.
Tuntutan itu diutarakan kepada petinggi Karimunjawa, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Camat Karimunjawa, dan BTN.
Warga meminta Bupati Jepara membuktikan janjinya untuk segera menutup tambak illegal. Kemudian pihak BTN Karimunjawa untuk memotong pipa milik petambak udang yang masuk kasawan mangrove milik BTN dalam waktu 5 hari.
Ia juga meminta BTN Karimunjawa tidak berlama-lama mengambil tindakan dengan alasan menunggu hasil pemeriksaan laboratorium. Pasalnya laut dan lingkungan hidup Karimunjawa terlihat rusak. Khususnya di area tambak udang.
"Penebangan pohon mangrove, pembuangan limbah, pengambilan air di kawasan konservasi jelas-jelas kasat mata merusak lingkungan. Ironisnya justru dibiarkan," tegas Datang.
Untuk diketahui, Karimunjawa terdiri dari 30 pulau. Dari 42 hektar lahan tambak udang tersebar di dua desa, yaitu Karimunjawa dan Kemujan.
Datang menegaskan sejatinya tidak ada istilah tambak udang legal dan illegal karena Pemkab telah melarang keberadaan tambak udang di Karimunjawa.
“Semua ilegal, kami berani mengatakan itu ilegal karena berdasarkan Perda RTRW tahun 2011 dan 2023 Nomor 32 itu Karimunjawa masuk kawasan taman nasional dan yang masih diperbolehkan saat itu tambak tradisional. Tapi sejak 2017 sampai sekarang (tambak yang ada) sifatnya super intensif,” bebernya.
Mengingat besarnya risiko kerusakan, banyak komponen perizinan yang harus diurus. Diantaranya pengambilan data guna memastikan kawasan yang akan dimanfaatkan untuk tambak itu dalam kondisi lingkungan sedang dan baik.
“Informasi dari awal yang kita dapatkan ada tambak yang mendapatkan izin dari KLHK kami duga bisa jadi peruntukkannya bukan untuk tambak udang intensif, tapi untuk kolam pemancingan. Ada rekayasa data juga, dia baru bangun (tambak), tapi datanya ditulis sudah ada sejak tahun 2017,” bebernya.
Baca juga: Perairan Karimunjawa Berubah Warna Hitam, Merah dan Hijau Serta Bau Menyengat
Warga penolak tambak telah melakukan pergerakan sejak 2018 untuk meminta pemerintah menutup tambak. Kemudian 27 Juli 2022 keluar surat peringatan tambak udang harus ditutup dan dikembalikan seperti semula.
Namun hingga perda resmi diundangkan, masih belum ada tindakan. Pihaknya menduga ada permainan uang yang sengaja dilakukan petambak.
“Kami menduga ada permainan kotor dari oknum pemilik tambang. Bahkan kami sempat ditawari mengelola tambak supaya tidak mengkritisi. Tapi yang kami mau, yakinkan kami masyarakat Karimunjawa kalau usaha anda tidak mencemari lingkungan,” tutur Datang.
Menurutnya pengelola tambak sengaja membayar sejumlah warga untuk membeli keberpihakannya dan mendukung keberadaan tambak. Apalagi informasi yang beredar, sebagian tambak dimiliki warga luar Karimunjawa.
“Saya pernah ditawari alasannya buat ngurus izin yang pertama Rp2 miliar, yang kedua Rp1,5 miliar. Saya diminta untuk ikut mengurusnya. Tapi saya tolak dan saya merasa tak punya kapasitas dan keahlian. Jadi saya tidak mungkin melakukan. Apalagi usaha ini bertentangan dengan hati nurani saya,” akunya.
Warga menilai kekuatan oknum-oknum pro tambak bisa bertahan karena uang. Terlebih mengingat hasil tambak mencapai milliaran. Namun mereka menyadari hasil tambak itu hanya dinikmati segelintir kelompok dan sama sekali tidak berkontribusi untuk daerah, desa, maupun kelestarian laut.
“Kita di Karimun ini bukan menjual kamar hotel, tiket kapal, alat transportasi. Yang kami jual adalah jasa lingkungan. Pantai, ekosistem terumbu karang yang menjadi daya tarik wisatawan. Kalau kami tidak bisa menjaga lingkungan dengan baik, ya tinggal menunggu waktu hancurnya,” tandasnya.
Sebelumnya, dalam rapat penanganan infrastruktur, Rabu (8/3/2023) Mantan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo telah meminta Pemkab Jepara menutup tambak udang yang mengancam ekosistem di Karimunjawa.
"Itu nanti pulau kecil pasti rentan. Hilang itu pulaunya. Jadi lebih baik dikonservasi untuk pariwisata jauh lebih baik daripada dipakai seperti itu. Saya sudah bisara ke Pak Bupati dan kepolisian," lanjutnya.