Puncak tradisi Ampyang Maulid berupa arak-arakan gunungan yang isinya akan dibagikan setelah kirab berakhir.
Ada gunungan berisi nasi kepel yang dibungkus danun jati, gunungan berisi hasil bumi, dan ada juga gunungan berisi ampyang yang dibungkus plastik.
Weh-wehan adalah tradisi perayaan Maulid Nabi di Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah.
Tradisi weh-wehan berasal dari kata “weh” yang berarti memberi dilakukan dengan saling berbagi makanan dengan tetangga
Biasanya makanan yang dibagikan berupa ragam jajanan, termasuk makanan khas Kaliwungu yaitu sumpil.
Tradisi weh-wehan juga dimeriahkan dengan memajang teng-tengan atau lampu lampion warna warni di depan rumah masing-masing.
Walima adalah tradisi perayaan Maulid Nabi di Gorontalo.
Tradisi yang diperkirakan sudah ada sejak sekitar abad ke-17 ini sudah dilaksanakan secara turun-temurun sejak kemunculan kerajaan-kerajaan Islam di Gorontalo.
Tradisi Walima dimulai dengan lantunan Dikili atau tradisi lisan dzikir masyarakat Gorontalo yang dilakukan di masjid-masjid.
Dalam perayaan ini, setiap rumah akan membuat kudapan tradisional yang khas, seperti kolombengi, curuti, buludeli, wapili, dan pisangi yang disusun di sebuah Tolangga atau usungan kayu yang menyerupai perahu atau menara.
Prosesi membawa Tolangga dari rumah ke masjid menjadi atraksi yang ditunggu masyarakat.
Maudu Lompoa adalah tradisi perayaan Maulid Nabi di Desa Cikoang, Kabupaten Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan.
Menurut sejarah, perayaan tradisi Maudu Lompoa sudah ada sejak tahun 1621 saat ulama besar Aceh bernama Sayyid Jalaludin datang ke Takalar untuk menyebarkan agama Islam.
Pelaksanaan tradisi Maudu Lompoa memerlukan persiapan sejak 40 hari sebelum acara puncak dihelat.
Puncak acara tradisi Maudu Lompoa identik dengan kemeriahan julung-julung atau kapal kayu yang dihias kain warna-warni dan diisi dengan berbagai hasil bumi.
Baayun Maulid adalah tradisi perayaan Maulid Nabi di Kalimantan Selatan yang dilakukan oleh masyarakat Suku Banjar.
Baayun Maulid dilakukan dengan mengayun bayi atau anak sambil membaca syair Maulid
Ayunan yang dibuat dari tiga lapis kain yaitu kain sarigading (sasirangan), kain kuning, dan kain bahalai (sarung panjang tanpa sambungan).
Tradisi ini biasanya dilakukan di masjid setempat atau surau setempat, dengan harapan agar anak-anak mereka nantinya bisa memiliki akhlak mulia seperti yang dimiliki Nabi Muhammad SAW.
Sumber:
nu.or.id
kendalkab.go.id
djkn.kemenkeu.go.id
jadesta.kemenparekraf.go.id
visitjawatengah.jatengprov.go.id
regional.kompas.com (Dini Daniswari)
regional.kompas.com - regional.kompas.com (Puspasari Setyaningrum)
kompas.com (Alinda Hardiantoro, Rendika Ferri Kurniawan)