Salin Artikel

12 Tradisi Maulid Nabi di Indonesia, dari Sekaten hingga Mengayun Bayi

KOMPAS.com - Salah satu hari besar Islam yang dirayakan oleh umat muslim di Indonesia adalah Maulid Nabi.

Maulid Nabi adalah peringatan kelahiran Nabi Muhammad SAW yang dilakukan setiap tanggal 12 tanggal pada bulan Rabiul Awal yang juga dikenal dengan bulan Maulid atau Maulud.

Jelang Maulid Nabi, biasanya masyarakat muslim di berbagai daerah di Indonesia akan melakukan berbagai tradisi khas di bulan Maulid.

Tradisi ini biasanya dilakukan dengan berkumpul bersama-sama untuk berdoa, bershalawat, pembacaan maulid nabi, ceramah agama, dan lain sebagainya.

Namun ada juga tradisi Maulid Nabi di Indonesia yang memiliki keunikan karena disesuaikan dengan adat istiadat atau kearifan lokal di daerahnya masing-masing.

Walau dilaksanakan dengan cara berbeda-beda, namun maksud dari tradisi ini sebenarnya serupa yaitu menyambut peringatan kelahiran Nabi Muhammad SAW.

Berikut adalah ragam tradisi Maulid Nabi di Indonesia yang unik beserta asal daerahnya.

Sekaten adalah tradisi perayaan Maulid Nabi di Yogyakarta dan Solo.

Tradisi Sekaten biasanya berlangsung dari tanggal 5 sampai dengan tanggal 12 Mulud.

Konon upacara Sekaten sudah ada sejak zaman Kerajaan Demak yang menjadi salah satu strategi dakwah Wali Songo.

Ada yang menyebut Sekaten berasal dari kata Sekati yang merupakan nama seperangkat Gangsa (gamelan) yang dibunyikan selama pelaksanaan sekaten.

Ada pula yang menyebut Sekaten berasal dari kata “syahadatain” yang merupakan kalimat untuk menyatakan seseorang memeluk Islam.

Grebeg Maulud juga menjadi tradisi perayaan Maulid Nabi di Yogyakarta dan Solo.

Dihelatnya Grebeg Maulud menjadi puncak acara dari rangkaian perayaan Maulid Nabi yang identik dengan keberadaan Gunungan.

Sebelumnya telah dilaksanakan tumplak wajik yaitu tanda dimulainya pembuatan gunungan dengan memukul kentongan sebagai bagian dari upacara tersebut.

Grebeg Maulud di Yogyakarta dilakukan dengan mengarak enam buah gunungan, yaitu dua gunungan kakung, satu gunungan estri, satu gunungan dharat, satu gunungan gepak, dan satu gunungan pawuhan.

Sementara Grebeg Maulud di Solo dilakukan dengan mengarak dua buah gunungan, yaitu satu gunungan jaler dan satu gunungan estri.

Tradisi Masak Kuah Beulangong adalah tradisi perayaan Maulid Nabi di Aceh.

Kuah Beulangong adalah makanan khas Aceh berupa kuah merah seperti gulai dengan isian daging sapi atau kambing dan nangka muda.

Kuah Beulangong dimasak dalam kuali besar dengan menggunakan bumbu rempah.

Dalam kepercayaan adat setempat, proses memasak kuah beulangong hanya boleh dilakukan oleh laki-laki.

Ketika memasak, cara mengaduknya juga cukup istimewa, yaitu dengan diaduk berlawanan dari arah jarum jam sambil bershalawat.

Bungo Lado adalah tradisi perayaan Maulid Nabi di Padang Pariaman, Sumatera Barat.

Bungo Lado berasal dari bahasa Minang, yaitu kata ‘bungo” berarti bunga dan “lado” berarti lada atau cabai.

Namun alih-alih menggunakan bunga cabai, masyarakat setempat justru membuat pohon yang dihias dengan uang-uang kertas.

Pembuatan pohon uang ini didapat dari iuran masyarakat yang dikoordinir oleh kapalo mudo atau ketua para pemuda/Karang Taruna.

Bungo Lado yang sudah jadi akan diarak menuju ke surau atau masjid setempat yang kemudian digunakan dalam berbagai kegiatan keagamaan.

Selain arak-arakan Bungo Lado, warga juga akan menyajikan makanan khas berupa Jamba yang dimasak bersama-sama.

Nyiram Gong adalah tradisi perayaan Maulid Nabi di Keraton Kanoman di Cirebon.

Ritual pembersihan gamelan sekaten di kompleks Keraton Kanoman yang menjadi bagian dari rangkaian perayaan Maulid Nabi ini bermakna membersihkan diri menyambut Maulid Nabi.

Selanjutnya, air bekas cucian biasanya akan diperebutkan warga untuk membasuh wajah dan tubuh.

Rangkaian tradisi Maulid Nabi akan dilanjutkan dengan ritual lainnya, yakni memayu Keraton Kanoman, tawurji, hingga puncaknya adalah panjang jimat.

Tradisi Panjang Jimat adalah tradisi perayaan Maulid Nabi di Cirebon.

Tradisi ini dilakukan serentak oleh tiga keraton, yaitu Keraton Kanoman, Kasepuhan dan Kacirebonan.

Panjang Jimat juga digelar di makam Sunan Gunung Jati, Kecamatan Gunung Jati, Kabupaten Cirebon.

Acara dilakukan dengan pembacaan riwayat Nabi, pembacaan barzanji, kalimat Thayyibah, sholawat Nabi, dan ditutup dengan berdoa bersama.

Panjang Jimat berasal dari kata panjang yang bila ditafsirkan secara harfiah adalah bentuk piring dan perabotan dapur peninggalan sejarah yang diisi dengan makanan yang dianalogikan dengan prosesi kelahiran Nabi.

Sedangkan Jimat merupakan akronim dari kata diaji dan dirumat yang berarti dipelajari dan diamalkan yang merujuk pada meneladani Nabi Muhammad dalam malaksanakan ajaran-ajaran Islam.

Endog-endogan adalah tradisi perayaan Maulid Nabi di Banyuwangi.

Tradisi Endog-endogan berasal dari kata endog yang berarti telur, yang merupakan simbol dari kelahiran.

Telur ayam yang telah direbus hingga matang diletakkan pada tusukan bambu da dihiasdengan kertas warna-warni dan disebut kembang endog.

Sejarawan lokal Banyuwangi, Suhailik mengatakan bahwa tradisi endog-endogan ini telah ada sejak akhir abad ke-18.

Menariknya, tradisi ini tidak dilakukan serentak namun dilaksanakan bertahap selama sebulan penuh di seluruh kecamatan yang ada di wilayah Kabupaten Banyuwangi.

Ampyang Maulid adalah tradisi perayaan Maulid Nabi di Desa Loram Kulon dan Desa Loram Wetan, Kecamatan Jati, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah.

Tradisi Ampyang Maulid berasal dari kata ampyang yang merupakan jenis kerupuk dan maulid yang berarti kelahiran.

Konon tradisi ini telah berlangsung sejak akhir abad 15 pada masa Tjie Wie Gwan, seorang pendakwah Islam keturunan Tiongkok berada di

Puncak tradisi Ampyang Maulid berupa arak-arakan gunungan yang isinya akan dibagikan setelah kirab berakhir.

Ada gunungan berisi nasi kepel yang dibungkus danun jati, gunungan berisi hasil bumi, dan ada juga gunungan berisi ampyang yang dibungkus plastik.

Weh-wehan adalah tradisi perayaan Maulid Nabi di Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah.

Tradisi weh-wehan berasal dari kata “weh” yang berarti memberi dilakukan dengan saling berbagi makanan dengan tetangga

Biasanya makanan yang dibagikan berupa ragam jajanan, termasuk makanan khas Kaliwungu yaitu sumpil.

Tradisi weh-wehan juga dimeriahkan dengan memajang teng-tengan atau lampu lampion warna warni di depan rumah masing-masing.

Walima adalah tradisi perayaan Maulid Nabi di Gorontalo.

Tradisi yang diperkirakan sudah ada sejak sekitar abad ke-17 ini sudah dilaksanakan secara turun-temurun sejak kemunculan kerajaan-kerajaan Islam di Gorontalo.

Tradisi Walima dimulai dengan lantunan Dikili atau tradisi lisan dzikir masyarakat Gorontalo yang dilakukan di masjid-masjid.

Dalam perayaan ini, setiap rumah akan membuat kudapan tradisional yang khas, seperti kolombengi, curuti, buludeli, wapili, dan pisangi yang disusun di sebuah Tolangga atau usungan kayu yang menyerupai perahu atau menara.

Prosesi membawa Tolangga dari rumah ke masjid menjadi atraksi yang ditunggu masyarakat.

Maudu Lompoa adalah tradisi perayaan Maulid Nabi di Desa Cikoang, Kabupaten Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan.

Menurut sejarah, perayaan tradisi Maudu Lompoa sudah ada sejak tahun 1621 saat ulama besar Aceh bernama Sayyid Jalaludin datang ke Takalar untuk menyebarkan agama Islam.

Pelaksanaan tradisi Maudu Lompoa memerlukan persiapan sejak 40 hari sebelum acara puncak dihelat.

Puncak acara tradisi Maudu Lompoa identik dengan kemeriahan julung-julung atau kapal kayu yang dihias kain warna-warni dan diisi dengan berbagai hasil bumi.

Baayun Maulid adalah tradisi perayaan Maulid Nabi di Kalimantan Selatan yang dilakukan oleh masyarakat Suku Banjar.

Baayun Maulid dilakukan dengan mengayun bayi atau anak sambil membaca syair Maulid

Ayunan yang dibuat dari tiga lapis kain yaitu kain sarigading (sasirangan), kain kuning, dan kain bahalai (sarung panjang tanpa sambungan).

Tradisi ini biasanya dilakukan di masjid setempat atau surau setempat, dengan harapan agar anak-anak mereka nantinya bisa memiliki akhlak mulia seperti yang dimiliki Nabi Muhammad SAW.

Sumber:
nu.or.id  
kendalkab.go.id  
djkn.kemenkeu.go.id  
jadesta.kemenparekraf.go.id  
visitjawatengah.jatengprov.go.id  
regional.kompas.com  (Dini Daniswari)
regional.kompas.com -  regional.kompas.com  (Puspasari Setyaningrum)
kompas.com  (Alinda Hardiantoro, Rendika Ferri Kurniawan)

https://regional.kompas.com/read/2023/09/26/191359978/12-tradisi-maulid-nabi-di-indonesia-dari-sekaten-hingga-mengayun-bayi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke