Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wayang Orang Ngesti Pandowo, Riwayatmu Kini

Kompas.com - 23/09/2023, 13:53 WIB
Sabrina Mutiara Fitri,
Reni Susanti

Tim Redaksi

SEMARANG, KOMPAS.com - Riuh suara gamelan dan gending Jawa menggema di Gedung Ki Narto Sabdo, tepatnya di Kompleks Taman Budaya Raden Saleh (TBRS), Jalan Sriwijaya, Kecamatan Candisari, Kota Semarang, malam itu.

Puluhan pemain tampak sibuk mempersiapkan diri di belakang panggung. Sebagian orang menata busana yang dipakai, selebihnya menghias wajah dengan bedak dan cat warna putih, merah, dan hitam.

Di depan panggung pentas, setidaknya seperempat dari 100 kursi terisi pengunjung dari berbagai kalangan. Mulai dari anak-anak hingga orang dewasa.

Baca juga: Mengenal Wayang Potehi, Seni Peranakan Tionghoa yang Hampir Punah di Semarang

Lampu gedung dipadamkan, suluk tembang Jawa mulai meliuk, dan gamelan mulai diketuk. Pertanda, pentas Wayang Orang (WO) Ngesti Pandowo dimulai.

Ketua WO Ngesti Pandowo, Djoko Mulyono menuturkan, Ngesti Pandowo merupakan sekelompok wayang orang yang didirikan oleh Ki Sastro Sabdo sejak 1937.

Tidak sendirian, Ki Sastro Sabdo memiliki empat orang pendamping untuk membangun Wayang Orang Ngesti Pandowo. Di antaranya Ki Narto Sabdo, Ki Darso Sabdo, Ki Kusni, dan Ki Sastro Soedirjo.

"Di bawah kepemimpinan lima orang itu, Ngesti Pandowo menjadi tenar di sekitar wilayah Jawa Timur. Saat itu pentasnya masih di Jatim," ucap Djoko saat ditemui Kompas.com, Sabtu (16/9/2023) malam.

Baca juga: Eksistensi Wayang Potehi di Semarang, Dalang Tinggal Satu, Tak Dijadikan Mata Pencarian

Layaknya Wayang Orang Sriwedari dari Solo, Ngesti Pandowo juga memiliki cerita perjalanan yang mengukir sejarah.

Dulunya, Ngesti Pandowo melakukan pentas secara berpindah-pindah di pasar malam daerah Jawa Timur. Mulai dari Madiun, Surabaya, Kediri, Blitar, Nganjuk, hingga Malang.

"Setiap ada pasar malam di Jawa Timur, Ngesti Pandowo pasti main. Makanya dinamakan wayang orang klobot karena mainnya pindah-pindah tempat terus," tutur dia.

Lebih jelas Djoko mengatakan, perjalanan Ngesti Pandowo pada tahun 1937 mulai naik daun hingga 1945.

Namun, pada 1945 hingga 1950 sempat berhenti melakukan pentas, lantaran keadaan Indonesia sedang genting dengan penjajahan dan kemerdekaan Republik Indonesia (RI).

Lantas, pada 1950 Ngesti Pandowo memutuskan untuk pentas ke Jawa Tengah, tepatnya di pasar malam Stadion Diponegoro, Kota Semarang.

Seiring berjalannya waktu, kedatangan Ngesti Pandowo di Semarang mendapat perhatian dari sejumlah pihak, tak terkecuali Wali Kota Semarang, Hadi Subeno Sastrowardoyo.

"Dipanggil sama bapak Wali Kota, ditawarin gimana kalau pentasnya tidak pindah-pindah? Akhirnya kita difasilitasi Gedung Rakyat Indonesia Semarang (GRIS). Menetap di sana dari tahun 1954 sampai 1994, ya suka dukanya banyak," ucap Djoko.

Suka Duka Ngesti Pandowo

Kiprah Wayang Orang Ngesti Pandowo memang patut diacungi jempol. Pasalnya, Ngesti Pandowo kerap mendapat penghargaan dari berbagai pihak. Salah satunya, dari Presiden pertama Indonesia, Ir Soekarno.

Bahkan, pada masa itu Ngesti Pandowo seringkali diundang ke Istana Presiden untuk mengisi acara-acara penting, hingga menghibur tamu dari mancanegara.

"Waktu tahun 1962 kami dapat penghargaan Wijayakusuma dari Pak Soekarno. Dari situ, wayang orang Ngesti Pandowo bertambah giat dan lebih semangat," ucap Djoko.

Sejak tahun 1994 hingga kini, Ngesti Pandowo berpindah tempat di Gedung Ki Narto Sabdo, tepatnya di Kompleks Taman Budaya Raden Saleh (TBRS). Di gedung warna hijau itulah, mereka melakukan pentas setiap hari Sabtu malam.

Bukan tanpa alasan Ngesti Pandowo melakukan hal tersebut. Djoko mengaku, ingin tetap menghidupkan kesenian wayang orang dan menjaga kebudayaan asli Indonesia satu ini.

Meski harus tertatih-tatih, Djoko dan sekumpulan Wayang Orang Ngesti Pandowo akan tetap berkarya dengan giat.

"Dulu kita pernah dapat Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), tapi terakhir pada tahun 2014. Kemudian sejak tahun 2015 sampai sekarang, kita tidak dapat bantuan, jadi benar-benar mandiri," ungkap dia.

Di samping itu, Djoko mengatakan, bertahannya Wayang Orang Ngesti Pandowo hingga saat ini didukung kegiatan swadaya dari para pemain, penjualan tiket, ataupun undangan dari sejumlah acara.

"Betul-betul mandiri, hanya dari hasil penjualan tiket. Itupun belum bisa menutup kebutuhan. Kursi hanya 100, kalau penonton full dan beli tiket Rp 30 ribu, hasilnya Rp 3 juta. Padahal biaya produksi lebih dari itu," ungkap dia.

Meski demikian, Djoko mengaku, semangat dan jiwa para pemain Wayang Orang Ngesti Pandowo selalu mengembara.

Sehingga, mereka berusaha menghibur masyarakat dengan penampilan terbaik, meski tidak sebanding dengan hasil yang diperoleh.

"Kami masih optimistis dan eksis, karena anak-anak wayang semangatnya luar biasa. Itulah modal utama. Semangatnya tinggi, jiwa seninya juga tinggi. Jadi tidak memandang honor," pungkas dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

8 Alat Musik Tradisional Sumatera Barat dan Cara Memainkannya

8 Alat Musik Tradisional Sumatera Barat dan Cara Memainkannya

Regional
Trauma, Gadis Pemohon KTP Korban Pelecehan Seksual di Nunukan Menangis Saat Diperiksa

Trauma, Gadis Pemohon KTP Korban Pelecehan Seksual di Nunukan Menangis Saat Diperiksa

Regional
PKB-Gerindra Jajaki Koalisi untuk Pilkada Jateng, Gus Yusuf: Cinta Lama Bersemi Kembali

PKB-Gerindra Jajaki Koalisi untuk Pilkada Jateng, Gus Yusuf: Cinta Lama Bersemi Kembali

Regional
Sempat Jadi Bupati Karanganyar Selama 26 Hari, Rober Christanto Maju Lagi di Pilkada

Sempat Jadi Bupati Karanganyar Selama 26 Hari, Rober Christanto Maju Lagi di Pilkada

Regional
Antisipasi Banjir, Mbak Ita Instruksikan Pembersihan dan Pembongkaran PJM Tanpa Izin di Wolter Monginsidi

Antisipasi Banjir, Mbak Ita Instruksikan Pembersihan dan Pembongkaran PJM Tanpa Izin di Wolter Monginsidi

Regional
Soal Wacana DPA Dihidupkan Kembali, Mahfud MD Sebut Berlebihan

Soal Wacana DPA Dihidupkan Kembali, Mahfud MD Sebut Berlebihan

Regional
Baliho Bakal Cawalkot Solo Mulai Bermunculan, Bawaslu: Belum Melanggar

Baliho Bakal Cawalkot Solo Mulai Bermunculan, Bawaslu: Belum Melanggar

Regional
Ayah di Mataram Lecehkan Anak Kandung 12 Tahun, Berdalih Mabuk sehingga Tak Sadar

Ayah di Mataram Lecehkan Anak Kandung 12 Tahun, Berdalih Mabuk sehingga Tak Sadar

Regional
Jembatan Penghubung Desa di Kepulauan Meranti Ambruk

Jembatan Penghubung Desa di Kepulauan Meranti Ambruk

Regional
Universitas Andalas Buka Seleksi Mandiri, Bisa lewat Jalur Tahfiz atau Difabel

Universitas Andalas Buka Seleksi Mandiri, Bisa lewat Jalur Tahfiz atau Difabel

Regional
Pemkab Bandung Raih Opini WTP 8 Kali Berturut-turut dari BPK RI

Pemkab Bandung Raih Opini WTP 8 Kali Berturut-turut dari BPK RI

Regional
Berikan Pelayanan Publik Prima, Pemkab HST Terima Apresiasi dari Gubernur Kalsel

Berikan Pelayanan Publik Prima, Pemkab HST Terima Apresiasi dari Gubernur Kalsel

Regional
Penculik Balita di Bima Ditangkap di Dompu, Korban dalam Kondisi Selamat

Penculik Balita di Bima Ditangkap di Dompu, Korban dalam Kondisi Selamat

Regional
Candi Ngawen di Magelang: Arsitektur, Relief, dan Wisata

Candi Ngawen di Magelang: Arsitektur, Relief, dan Wisata

Regional
Pria di Magelang Perkosa Adik Ipar, Korban Diancam jika Lapor

Pria di Magelang Perkosa Adik Ipar, Korban Diancam jika Lapor

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com