Dalam perayaan ini, setiap keluarga membawa kue dan makanan yang ditata dalam satu usungan khas ke masjid pada pagi hari.
Prosesi arak-arakan usungan kue dan makanan inilah yang kemudian menjadi parade walima.
Peran kaum wanita sangat penting dalam prosesi ini, sejak sepekan sebelum kegiatan merekalah yang membuat kue kering yang bisa disebut kolombengi.
Di dapur atau belakang rumah, para wanita sibuk mencetak kue dengan beragam rupa, seperti bentuk ikan.
Setiap keluarga memproduk banyak kue, tidak hanya untuk keperluan di bawa ke masjid saja, mereka juga menyisihkan untuk oleh-oleh keluarga atau siapa saja yang datang ke rumah untuk merayakan walima.
Kue kolombengi ini awalnya hanya dibuat untuk keperluan perayaan walima di masjid, namun saat ini sejumlah keluarga telah memproduksi kue sebagai oleh-oleh untuk wisatawan yang berkunjung di desa ini.
Bagi Yusni Maruf, salah seorang warga Bongo, wanita memiliki peran penting dalam pemajuan pariwisata di desanya.
Di tangan merekalah banyak keputusan harus diambil saat para lelaki berada di laut mencari ikan.
“Sejak dulu kami dituntut mampu menyelesaikan masalah dan terlibat dalam kegiatan desa,” ujar Yusni.
Yusni telah memiliki kedai suvenir dan makanan ringan untuk wisatawan, yang ia rintis dari usaha yang sederhana, yaitu menyediakan kopi dan kue kolombengi.
Seiring banyaknya wisatawan yang berkunjung kedainya semakin membesar dan ramai dikunjungi wisatawan terutama pada akhir pekan.
Ada 3 obyek wisata yang selalu ramai dikunjungi warga, wombohe walima yang berupa bangunan kayu berbentuk tolangga atau usungan kue walima, masjid walima emas yang berada di puncak bukit kapur dan Pantai Dulanga.
"Sekarang sudah banyak ibu-ibu yang memiliki usaha pembuatan kue kolombengi, melalui bantuan dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif ini kami mencoba menguatkan usaha mereka," kata Bachtiar.
Untuk membantu penguatan ekonomi warganya, Pemerintah Desa Bongo merangkul perguruan tinggi.
Melalui program kuliah kerja nyata (KKN) para perempuan Bongo mendapat bimbingan teknis dan pelatihan usaha skala rumah tangga.
Seperti yang dilakukan oleh Dita Alhabsyi, mahasiswa peserta KKN Universitas Negeri Gorontalo yang membangun posko di desa ini.
Ia bersama kelompoknya mendampingi pelaku usaha rumah tangga melalui berbagai kegiatan penguatan produk.
Setidaknya ada 3 produk kue yang menjadi andalan desa ini, kue ini adalah kolombengi yang sudah terkenal, sukade dan rodaroda.
Dita berharap mampu menyumbangkan tenaga dan fikirannya untuk kemajuan wisata desa Bongo.
Penguatan kelompok usaha melalui basis kaum wanita memang tepat, dunia kuliner di desa ini digerakkan oleh para perempuan tangguh.
Merekalah yang selama ini berperan penting dalam menyukseskan perayaan walima, melayani ribuan orang yang datang untuk mencari keberkahan di masjid desa.
Kolaborasi dengan perguruan tinggi ini juga memberi percepatan kemajuan desa.
Dana bantuan Rp 120 juta yang diterima Pokdarwis Bongo ini menjadi penyemangat kaum wanita.