Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kawin Tangkap, di Mana Ruang Aman untuk Perempuan?

Kompas.com - 10/09/2023, 17:57 WIB
Rachmawati

Editor

“Ini masih dilihat sebagai, ‘Ah ini biasa saja, ini sudah tradisi, calonnya memang sudah anak om atau anak tante’. Selalu dibawa ke jalur adat, selalu dibawa ke jalur tradisi. Padahal ini pidana,” kata Martha.

Pada 2020 lalu, para bupati di Pulau Sumba sempat meneken kesepahaman untuk menolak kawin tangkap sebagai budaya Sumba, setelah kasus yang menimpa seorang perempuan mengemuka.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga, turut menghadiri penandatanganan kesepakatan itu. Kesepakatan itu juga mencakup peningkatan upaya perlindungan perempuan dan anak.

Namun, Martha menilai kesepakatan itu belum mampu benar-benar menghapus praktik kawin tangkap. Hal itu dibuktikan dengan terjadinya kasus yang menimpa D.

Baca juga: Aksi Kawin Tangkap di Sumba Barat Daya NTT Terekam CCTV dan Videonya Viral di Medsos

Hal senada juga disampaikan oleh Aprissa Taranau dari PERUATI. Namun sejak ada konsekuensi hukum atas praktik ini, banyak kawin tangkap dilakukan secara diam-diam dan tak terungkap di media.

“Sebenarnya masih terjadi, tapi hanya karena ditutup-tutupi. Masih setiap tahun pasti terjadi,” kata dia.

“Kami hanya ingin menagih janji pemerintah yang sudah mengadakan kesepakatan. Mana realisasinya ketika ini terjadi di depan mata?" sambungnya.

BBC News Indonesia sudah berupaya untuk menghubungi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak untuk meminta tanggapan.

Namun, hingga berita ini dinaikkan, deputi yang bersangkutan belum memberikan respons.

Baca juga: Video Viral Kasus Kawin Tangkap di Sumba Barat, Polisi Turun Tangan

Di mana lagi ruang aman untuk perempuan?

Langgengnya praktik ini, kata Aprissa, membuat banyak perempuan Sumba merasa was-was karena sewaktu-waktu dapat menjadi korban dan rentan menjadi korban kekerasan.

“Di mana lagi ruang aman untuk perempuan? Di rumah bukan ruang aman karena keluarga juga bisa jadi pelaku kekerasan terhadap anaknya," ujar Aprissa.

Banyak korban pada akhirnya terpaksa menjalankan pernikahan secara paksa karena merasa tidak memiliki pilihan.

Aprissa mengatakan para korban mengalami kekerasan berlapis, mulai dari kekerasan fisik, kekerasan psikis, hingga kekerasan seksual.

"Susah sekali melepaskan diri dari belenggu kawin tangkap ini, apalagi kalau daya dukung keluarga sangat kurang," tuturnya.

Baca juga: Perkawinan Anak hingga Kawin Tangkap, Janji Terucap karena Tuntutan Adat

Oleh sebab itu, dia menuntut para perlaku ditindak secara pidana agar timbul efek jera.

Tradisi, kata dia, tidak boleh menjadi dalih atas praktik kekerasan berbasis gender ini.

“Kalau kita melihat perspektif korban, kita akan tahu dan tidak akan berpikir ke arah sana [bahwa ini tradisi]. Ini adalah kejahatan kemanusiaan," kata Aprissa.

"Kami akan terus bersuara bahwa ini tidak bisa lagi dilakukan."

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polisi Ralat Identitas Wanita yang Tewas Tak Wajar di Grobogan

Polisi Ralat Identitas Wanita yang Tewas Tak Wajar di Grobogan

Regional
Sempat Cekcok dengan 2 Pria, Perempuan di Grobogan Ditemukan Tewas Mulut Terlakban

Sempat Cekcok dengan 2 Pria, Perempuan di Grobogan Ditemukan Tewas Mulut Terlakban

Regional
Pemotor Korban Tanah Ambles di Jembatan Monano Belum Ditemukan

Pemotor Korban Tanah Ambles di Jembatan Monano Belum Ditemukan

Regional
Bayi yang Baru Lahir Dibuang di Dalam Ember, Pelakunya Remaja 17 Tahun

Bayi yang Baru Lahir Dibuang di Dalam Ember, Pelakunya Remaja 17 Tahun

Regional
Tiba di Tanah Air, Jemaah Haji Kloter Pertama Debarkasi Solo Sujud Syukur

Tiba di Tanah Air, Jemaah Haji Kloter Pertama Debarkasi Solo Sujud Syukur

Regional
Ditemukan Botol Obat, Mahasiswa Asal Papua Meninggal di Kamar Kos Bantul Sempat Depresi

Ditemukan Botol Obat, Mahasiswa Asal Papua Meninggal di Kamar Kos Bantul Sempat Depresi

Regional
Prakiraan Cuaca Balikpapan Hari Ini Minggu 23 Juni 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Hujan Petir

Prakiraan Cuaca Balikpapan Hari Ini Minggu 23 Juni 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Hujan Petir

Regional
Prakiraan Cuaca Morowali Hari Ini Minggu 23 Juni 2024, dan Besok : Pagi ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Morowali Hari Ini Minggu 23 Juni 2024, dan Besok : Pagi ini Hujan Ringan

Regional
Prakiraan Cuaca Batam Hari Ini Minggu 23 Juni 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Berawan

Prakiraan Cuaca Batam Hari Ini Minggu 23 Juni 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Berawan

Regional
Perempuan Tewas di Rumah Kontrakan Grobogan, Mulut Dilakban, Tangan dan Kaki Terikat Tali

Perempuan Tewas di Rumah Kontrakan Grobogan, Mulut Dilakban, Tangan dan Kaki Terikat Tali

Regional
Pemeran Pria Dalam Video Mesum di Ambon yang Viral Ditahan Polisi

Pemeran Pria Dalam Video Mesum di Ambon yang Viral Ditahan Polisi

Regional
Ratusan Warga di Bangka Belitung Terjerat Arisan Bodong, Kerugian Capai Rp 4 Miliar

Ratusan Warga di Bangka Belitung Terjerat Arisan Bodong, Kerugian Capai Rp 4 Miliar

Regional
Tabrakan Beruntun 4 Mobil di Exit Tol Soroja, Polisi: Pengendara Mitsubishi Colt Hilang Kendali

Tabrakan Beruntun 4 Mobil di Exit Tol Soroja, Polisi: Pengendara Mitsubishi Colt Hilang Kendali

Regional
Jembatan Wariori Nyaris Ambruk, Sopir Mobil Trans Papua Barat Mengeluh

Jembatan Wariori Nyaris Ambruk, Sopir Mobil Trans Papua Barat Mengeluh

Regional
3 Wisatawan Terseret Ombak Pantai Payangan Jember, 1 Korban Hilang

3 Wisatawan Terseret Ombak Pantai Payangan Jember, 1 Korban Hilang

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com