Herbert belajar menjadi petani walet secara otodidak. Ilmunya diperoleh dari menonton YouTube tentang petani walet yang sudah sukses.
Bentuk gedung walet di Desa Wisata Pulau Sapi umumnya serupa. Bangunannya berbentuk persegi panjang, dengan tembok yang menjulang belasan meter.
Di bagian atas tembok, dibuat lubang masuk burung, biasanya berbentuk kotak. Lalu, suara yang dapat memikat burung walet diputar melalui speaker.
"Walet akan mengintai dulu, kalau cocok dia akan masuk untuk bersarang," ujar dia.
Baca juga: Buat dan Sebarkan Meme Ida Dayak, Seorang Napi Rutan Sambas Kalbar Ditangkap
Di dalam gedung walet miliknya, Herbert membuat empat sekat. Burung walet akan membangun sarang di salah satu sekat atau lantainya.
Memelihara walet yang hidup bebas di alam ini tak perlu menyediakan pangan. Walet akan mencari makanan sendiri di luar gedung, dan hanya akan kembali untuk memberi makan anaknya.
"Makanannya itu laron, atau kumbang," kata dia.
Bisnis walet tak hanya menjual sarangnya. Kotoran walet juga bisa 'dipanen' sebagai pupuk, yang bisa dijual.
Setiap dua bulan sekali, Herbert masuk ke gedung walet untuk membersihkan kotoran burung yang sudah halus mengering.
Sekali bersih-bersih kotoran bisa terkumpul 10 karung. Satu karung kotoran walet ukuran 50 kg dijualnya dengan harga Rp 50.000.
"Kotorannya buat pupuk, biasanya untuk pupuk buah naga. Atau, kotorannya itu buat gedung walet baru. Jadi, buat memancing burung walet mau masuk bikin sarang, gedung walet yang baru itu mesti ditaburi kotoran walet," ujar dia.
Baca juga: Tane Olen, Tanah Larangan yang Dijaga Sebagai Penebus Dosa Hilangnya Tradisi Adat Dayak Oma Lung
Sejak 2009 memulai usaha sarang walet, Herbert belum mengalami gagal panen akibat wabah penyakit. Musuh utama petani walet adalah hama.
"Hama itu ada tiga, pertama dari tikus, tokek dan burung hantu. Tapi, yang paling bahaya itu tokek, karena dia bisa menempel di dinding dan masuk ke dalam gedung walet," kata dia.
Tantangan lain dari usaha yang digeluti Herbert ini adalah kemunculan petani serupa di desa tersebut. Tapi, Herbert yakin rezeki sudah ada yang mengatur.
Apalagi, dia punya pengalaman panjang sebelum akhirnya menjadi 'juragan' sarang walet beromzet ratusan juta per tahun.
Liputan sarang burung walet di Malinau ini menjadi serial cerita di Kompas.com yang akan melakukan peliputan di Kalimantan Utara hingga 19 Agustus 2023. Tim Kompas.com dalam liputan ini dibekali apparel dari Eiger. Ikut dan simak terus cerita menarik lainnya di sini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.