Salin Artikel

Di Desa Wisata Pulau Sapi, Sarang Walet bak Sarang Duit...

Peluang usaha ini bisa menghasilkan keuntungan yang besar. Habitat alaminya, sarang burung walet bisa dijumpai di sekitar pantai, di dalam goa atau di permukaan tebing.

Namun, walet juga dapat bersarang di bangunan buatan, yang dinamai gedung walet. Teknik ini telah berkembang lama di Desa Wisata Pulau Sapi, Kecamatan Mentarang.

Menangkap peluang usaha itu, warga desa ini berlomba-lomba terjun untuk menjadi petani walet. Diperkirakan sudah lebih dari 50 gedung walet berdiri di desa tersebut.

Salah satu perintisnya adalah Herbert Bina (71), yang memulai sebagai petani walet sejak 14 tahun silam.

"Saya yang pertama kali di sini," kata Herbert saat menerima Kompas.com di rumahnya di Desa Wisata Pulau Sapi, Minggu (13/8/2023).

Herbert mengenal usaha sarang burung walet dari seorang temannya. Temannya itu memberikan alat yang menghasilkan suara untuk memikat burung walet.

"Suaranya itu diputar pakai speaker yang ditaruh di dalam gedung walet," ujar Herbert.

Gedung walet pertama miliknya dibangun di lantai 2 rumah. Herbert tak ambil pusing dengan omongan tetangga yang bertanya-tanya mengapa mau menjadikan lantai 2 rumahnya sebagai sarang burung.

Omzet ratusan juta rupiah

Setiap bulan, Herbert bisa memanen 1 kilogram lebih sarang burung walet. Satu kilogram sarang walet dijualnya di pasaran dengan harga Rp 11 juta sampai Rp 15 juta.

Dalam setahun, Herbert bisa mendapatkan omzet Rp 150 juta.

"Jadi harga sarang walet itu ada grade-nya, semakin bagus, semakin mahal," kata dia.

Sarang burung walet yang dinilai sebagai grade A biasanya dibuat burung walet dewasa. Bentuknya ada yang seperti mangkok selebar tangan orang dewasa.

"Kalau sarang walet muda biasanya masih kecil-kecil. Enggak sebagus walet yang sudah dewasa," ujar dia.

Setelah melihat usahanya berkembang, pada 2014 Herbert kembali membangun satu lagi gedung walet di samping rumahnya.

Dengan modal Rp 200 juta, dia kini punya dua gedung walet.


Belajar otodidak

Herbert belajar menjadi petani walet secara otodidak. Ilmunya diperoleh dari menonton YouTube tentang petani walet yang sudah sukses.

Bentuk gedung walet di Desa Wisata Pulau Sapi umumnya serupa. Bangunannya berbentuk persegi panjang, dengan tembok yang menjulang belasan meter.

Di bagian atas tembok, dibuat lubang masuk burung, biasanya berbentuk kotak. Lalu, suara yang dapat memikat burung walet diputar melalui speaker.

"Walet akan mengintai dulu, kalau cocok dia akan masuk untuk bersarang," ujar dia.

Di dalam gedung walet miliknya, Herbert membuat empat sekat. Burung walet akan membangun sarang di salah satu sekat atau lantainya.

Memelihara walet yang hidup bebas di alam ini tak perlu menyediakan pangan. Walet akan mencari makanan sendiri di luar gedung, dan hanya akan kembali untuk memberi makan anaknya.

"Makanannya itu laron, atau kumbang," kata dia.

Kotoran walet juga cuan

Bisnis walet tak hanya menjual sarangnya. Kotoran walet juga bisa 'dipanen' sebagai pupuk, yang bisa dijual.

Setiap dua bulan sekali, Herbert masuk ke gedung walet untuk membersihkan kotoran burung yang sudah halus mengering.

Sekali bersih-bersih kotoran bisa terkumpul 10 karung. Satu karung kotoran walet ukuran 50 kg dijualnya dengan harga Rp 50.000.

"Kotorannya buat pupuk, biasanya untuk pupuk buah naga. Atau, kotorannya itu buat gedung walet baru. Jadi, buat memancing burung walet mau masuk bikin sarang, gedung walet yang baru itu mesti ditaburi kotoran walet," ujar dia.

Sejak 2009 memulai usaha sarang walet, Herbert belum mengalami gagal panen akibat wabah penyakit. Musuh utama petani walet adalah hama.

"Hama itu ada tiga, pertama dari tikus, tokek dan burung hantu. Tapi, yang paling bahaya itu tokek, karena dia bisa menempel di dinding dan masuk ke dalam gedung walet," kata dia.

Tantangan lain dari usaha yang digeluti Herbert ini adalah kemunculan petani serupa di desa tersebut. Tapi, Herbert yakin rezeki sudah ada yang mengatur.

Apalagi, dia punya pengalaman panjang sebelum akhirnya menjadi 'juragan' sarang walet beromzet ratusan juta per tahun.

Liputan sarang burung walet di Malinau ini menjadi serial cerita di Kompas.com yang akan melakukan peliputan di Kalimantan Utara hingga 19 Agustus 2023. Tim Kompas.com dalam liputan ini dibekali apparel dari Eiger. Ikut dan simak terus cerita menarik lainnya di sini.

https://regional.kompas.com/read/2023/08/14/063339178/di-desa-wisata-pulau-sapi-sarang-walet-bak-sarang-duit

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke