KOMPAS.com - Pertempuran Lima Hari di Semarang adalah peristiwa bersejarah pertempuran antara rakyat Indonesia melawan tentara Jepang di Semarang.
Sesuai namanya, Pertempuran Lima Hari di Semarang terjadi selama lima hari dari tanggal 15-20 Oktober 1945 pada masa transisi kekuasaan Jepang ke Belanda.
Baca juga: Sejarah Tugu Muda Semarang
Untuk memperingati peristiwa tersebut, dibangunlah monumen Tugu Muda yang terletak di bundaran Jalan Pemuda atau simpang antara Jalan Pandanaran, Jalan Imam Bonjol, dan Jalan MGR. Soegijapranata.
Baca juga: Kariadi, Dokter yang Gugur di Pertempuran Lima Hari Semarang
Tugu itu kemudian menjadi pengingat dan penghargaan atas perjuangan para pemuda dalam peristiwa heroik Pertempuran Lima Hari di Semarang.
Baca juga: Kekejaman Jepang di Perang Dunia II
Beberapa tokoh yang terlibat dalam peristiwa ini adalah:
Peristiwa ini terjadi setelah Jepang menyerah kepada sekutu pada tanggal 15 Agustus 1945, yang disusul dengan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945.
Walau begitu nampaknya Jepang yang belum bisa menerima kekalahan membuat Indonesia belum aman dari penjajahan.
Pertempuran Lima Hari di Semarang dipicu oleh sikap Jepang yang tidak mau menyerahkan senjatanya kepada para pemuda.
Selain itu para tawanan Jepang yang melarikan diri juga menjadi membuat rakyat marah.
Ditambah lagi dengan peristiwa terbunuhnya dr.Kariadi yang merupakan Kepala Laboratorium Pusat Rumah Sakit Rakyat (RS Purasara) juga menjadi pemicu meletusnya pertempuran ini.
Pertempuran Lima Hari di Semarang berawal dari kabar kemerdekaan Indonesia yang membuat para pemuda bersemangat untuk mengambil alih senjata di pos-pos tentara Jepang.
Terbentuknya Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang berubah menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR) mulai melakukan kegiatan pelucutan senjata Jepang di beberapa tempat di Jawa Tengah.
Penyerahan senjata Jepang memang berlangsung lancar tanpa kekerasan di beberapa wilayah, namun tidak di Semarang.
Kidobutai (pusat Ketentaraan Jepang di Jatingaleh) nampak enggan menyerahkan senjatanya meski telah dijamin oleh Gubernur Wongsonegoro bahwa senjata tersebut tidak untuk melawan Jepang.
Jepang hanya menyerahkan sejumlah senjata yang tak seberapa, dan itu pun senjata-senjata yang sudah agak usang.