Sementara itu aktivis Koalisi Perempuan (KP) Ronggolawe Tuban menegaskan kesepakatan damai dan menikahkan antara korban yang masih di bawah umur dengan pelaku bukan merupakan solusi dan pilihan yang baik dalam upaya perlindungan anak.
Hal tersebut disampaikan Ketua pelaksana harian KP Ronggolawe Tuban, Warti.
Ia mengatakan pihak kepolisian semestinya menangkap pelaku kekerasan seksual terhadap anak dan memprosesnya secara hukum.
Hal itu dilakukan sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
"Kesepakatan damai dengan menikahkan keduanya bukanlah solusi yang terbaik, bisa jadi itu lebih pada alibi agar tidak terjerat hukum saja," kata Warti, saat dihubungi kepada Kompas.com, Minggu (24/7/2022).
Menurutnya, penegakan hukum terhadap pelaku kekerasan seksual kepada anak harus dilakukam.
Namun yang lebih mengkhawatirkan adalah munculnya perspektif masyarakat secara umum yang mengganggap kasus kekerasan seksual dan menghamili seorang anak tidak mendapatkan sanksi hukum yang berat.
Baca juga: Anak Kiai di Jombang Terdakwa Kasus Pencabulan Santri Tunjuk Gede Pasek Jadi Kuasa Hukum
"Kasus kekerasan seksual bisa diselesaikan secara kekeluargaan dan pelaku terbebas dari jeratan hukum," terangnya.
Karenanya, KP Ronggolawe Tuban, meminta agar supaya Negara hadir dalam mengimplemtasikan mandat Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dan menggerakkan sistem koordinasi yang baik atas keberadaan Lembaga Negara di setiap Kabupaten/Kota.
SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Hamim | Editor : Priska Sari Pratiwi, Ardi Priyatno Utomo)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.