BELITUNG TIMUR, KOMPAS.com-Sebanyak dua perusahaan perkebunan sawit di Kabupaten Belitung Timur, Kepulauan Bangka Belitung terindikasi beroperasi di kawasan hutan dan tidak melaksanakan pola kemitraan plasma sesuai ketentuan.
Sebelumnya Asosiasi Pemerintahan Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) juga melaporkan terkait proses perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) dua perusahaan yang diduga cacat hukum.
Kepala Polres Belitung Timur, AKBP Taufik Noor Isya mengatakan, ditemukan sekitar 372 hektar kebun di kawasan hutan yang digarap PT SWP dan 115 hektar kebun dalam kawasan hutan yang digarap PT PS.
"Berlangsung sejak 1996 sampai dengan saat ini," kata Taufik dalam keterangan tertulisnya, Jumat (8/7/2022).
Baca juga: Proyek Tol Semarang-Demak Rambah Hutan Bakau Pantura, Ini Kata PUPR
Taufik menuturkan, kepolisian tidak bisa langsung melakukan proses hukum karena kewenangan berada di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Untuk itu koordinasi sedang dilakukan dan perusahaan bisa terancam hukuman berupa sanksi administratif dengan membayar denda pada negara.
"Merujuk UU Nomor 18/2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan yang diubah UU Nomor 11/2020 tentang Cipta Kerja, ancaman sanksi membayar denda kerugian kepada negara yang merupakan kewenangan kementerian," ujar Taufik.
Taufik memastikan, akan mendorong kementerian lembaga terkait dalam pelaksanaan sanksi administrasi dan denda.
Kemudian juga perlu dilakukan peninjauan plasma sesuai dengan aturan perundang-undangan.
"Sampai saat ini Polres masih mengumpulkan informasi dan penyelidikan terkait dugaan adanya praktek mafia tanah di dalam lokasi perkebunan PT SWP dan PT PS," ujar dia.
Baca juga: Pengembangan Bandara di Karimun Kepri Rambah 14 Hektar Hutan Lindung
Dari penyelidikan sementara, kata Taufik, diketahui kelebihan luas lahan plasma seluas 1.192 hektar untuk PT SWP.
Sedangkan pada PT PS ditemukan kekurangan luas lahan plasma seluas 490 hektar.
"Ada perjanjian agar perusahaan memenuhi segala persyaratan dan memfasilitasi pembangunan plasma sebesar 20 persen dari total luas HGU," ujar Taufik.
Masyarakat sekitar yang terlibat dalam plasma bakal ditampung melalui koperasi yang difasilitasi perusahaan paling lambat sudah terbentuk tiga tahun sejak izin HGU diperpanjang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.