Mereka berdua meminta perlindungan kepada Ata Bupu karena kedua orang tuanya sudah meninggal dunia.
Ata Bupu menyetujui untuk melindungi keduanya, namun dengan syarat keduanya tidak boleh meninggalkan ladang milik Ata Bupu agar tidak menjadi mangsa Ata Polo. Keduanya menyepakati.
Suatu hari Ata Polo datang ke rumah Ata Bupu. Ia mengetahui keberadaan kedua anak yatim itu.
Ata Polo sudah akan memangsa kedua anak yatim itu, namun Ata Bupu berhasil mencegahnya.
Baca juga: Pesan Moral dan Legenda Danau Lipan dari Kalimantan Timur
Ata Bupu meminta Ata Polo untuk menunggu sampai kedua anak yatim itu tumbuh dewasa.
Setelah dewasa, kedua anak yatim itu mengubah nama masing-masing menjadi Koo Fai dan Nuwa Muri.
Ata Polo datang menagih janji untuk memangsa kedua anak yatim tersebut.
Ata Bupu tidak menginginkan kedua anak itu menjadi mangsa temannya. Ia pun mencegah serangan Ata Polo.
Kemudian, Ata Bupu pergi ke perut bumi dengan kedua anak yatim itu untuk menghindar.
Sementara, Ata Polo terus mengejar mereka, sampai akhirnya kedua penyihir itu bersama kedua anak yatim terkubur hidup-hidup tertelan bumi.
Tak lama usai kejadian itu, muncul air berwarna biru dari tempat terkuburnya Ata Bupu. Sedangkan dari tempat Ata Polo, muncul air berwarna merah.
Hal yang sama terjadi pada tempat terkuburnya kedua anak yatim, yaitu muncul air warna hijau.
Hingga akhirnya, lokasi tersebut disebut danau tiga warna.
Sumber:
bobo.grid.id
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.